Mohon tunggu...
Rizki Zakaria
Rizki Zakaria Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa

Penghuni bumi dan penyuka angin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Secuil Kisah Pembangkangan Pulitzer

11 Desember 2022   23:11 Diperbarui: 12 Februari 2023   00:05 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dialah Pulitzer. Seorang wartawan baru yang sedang berhadapan dengan redaktur surat kabar Westliche Post. Kesan pertama redaktur tersebut,

"Dia itu kaku dan bodoh!"

Suatu waktu, ada peristiwa pencurian di Toko Buku Roslein. Redaktur segera memerintahkan Pulitzer untuk mencari sisi menarik dari peristiwa tersebut.

"Coba kamu cari informasi tersebut kepada seseorang yang bernama Peters!" ujar sang redaktur kepada Pulitzer.

Pulitzer pun segera meluncur ke tempat kejadian perkara. Sesampainya disana, ia mendapati sebuah kerumunan. Ia juga melihat beberapa orang dengan tampang angkuh, baju mentereng, dagu terangkat sedang membawa buku catatan dan potlot di tangannya. Mereka itu wartawan.

Pulitzer segera bertanya kepada seseorang di antara mereka tentang keberadaan sosok yang bernama Peters. Tak ada yang menjawab.

Peters adalah koordinator para wartawan. Pada saat itu, di wilayah St. Louis, Amerika, polisi hanya memberikan keterangan kepada Peters.

Ketika Peters selesai mewawancarai polisi, ia keluar dari toko buku lalu para wartawan pun mengerubunginya. 

"Tak banyak informasi yang dapat kita peroleh kali ini! Perampokan terjadi pagi tadi sebelum Pak Roslein sampai di tokonya ini. Kunci pintu dibuka paksa. Peti besi dibongkar. Uang 175 Dolar lenyap. Pak Roslein mencurigai seseorang yang mondar-mandir di tengah malam, depan toko ini. Orangnya tinggi, berambut kuning keemasan, dan di pelipisnya ada cacat luka. Polisi juga mencurigai orang itu. Sudah kalian catat?" jelas Peters.

"Cuma itu, Peters?" tanya wartawan.

"Ya, Cuma itu!"

Para wartawan pun pulang setelah mendapat informasi dari Peters. Pulitzer celingukan karena bingung. Dia tak tahu harus berbuat apa. Redaktur tak memberikan pengarahan apa yang harus dilakukan wartawan. Dia heran mengapa para wartawan pulang begitu saja. Pulitzer berpikir, banyak sekali keterangan dari Peters yang belum jelas. Ia pun segera mendekati Peters dan bertanya.

"Maaf, Tuan Peters, saya Joseph Pulitzer dari harian Westliche Post. Baru hari ini saya bekerja. Boleh saya bertanya, mengapa polisi mencurigai orang yang berambut kuning keemasan?"

Peters tertegun mendapat pertanyaan itu. 

"Mengapa? Ya, mengapa? Tadi tak terpikir untuk bertanya mengapa. Begini saja. Kamu tanyakan langsung pada polisi. Tuh, mumpung masih ada di dalam toko!"

Pulitzer bergegas masuk. Hampir saja menubruk polisi gendut yang berada di balik pintu.

"Buka matamu!" bentak Pak Polisi. 

"Baca nggak tulisan di luar bahwa toko ini ditutup? Ini perintah polisi! Keluar kamu!"

"Maaf, Pak Polisi. Saya Pulitzer, Joseph Pulitzer dari harian Westliche Post. Saya..."

"Aku baru saja memberi keterangan kepada Peters. Tanya saja sama dia, kecuali kalau kamu mau tahu cara menuliskan namaku, nih, baca! BACKUS. B-a-c-k-u-s. Jelas? Sekarang kamu keluar!"

Pemilik toko datang menghampiri polisi. Rupanya ia mendengar percakapan tadi. Ia berkata kepada polisi.

"Pak, pemuda ini sudah saya kenal. Ia sering datang ke toko ini. Kalau Bapak tidak keberatan, berilah kesempatan baginya. Ini hari pertama dia bekerja sebagai wartawan. Jadi harap maklum kalau..."

"Ya, Ya, cukup! Sekarang kamu, Tuan wartawan! Apa yang ingin kamu tanyakan?"

"Terima kasih. Saya ingin tahu jam berapa persisnya pencurian itu terjadi!"

"Ya, nggak bisa persisnya, dong! Memangnya saya lihat pencurian itu! Tapi kira-kira pukul 6 pagi. Soalnya, waktu Pak Roslein tiba di sini, pukul 7 gembok sudah kedapatan dirusak. Pukul 5 ada satpam lewat melihat gembok masih utuh."

"Yang buka pintu?" kata Pulitzer.

Masih melanjutkan percakapan. 

"Mestinya, John, pembantu Pak Roslein, apakah Pak Polisi sudah menanyai John?"

"Iya, Pak!" jawab Roslein. "John Eggers namanya. Hari ini dia tidak masuk. Kemarin minta izin tidak masuk kerja, katanya tidak enak badan."

"Pak!" kata polisi kepada Roslein. "Kenapa Bapak tadi tidak bilang punya pembantu?"

"Maaf, Pak Polisi. Saya kira itu tidak penting. Lagi pula dia itu sakit."

"Apakah John tahu nomor kode peti besi?"

"Oh, ya! Saya sudah memberi tahunya. Dia merangkap menjadi kasir. Dia orangnya jujur!”

"Saya berani bertaruh," kata polisi.

"Pencurinya pasti John. Dia sekarang sudah pergi ke arah Barat naik kereta api yang pukul 7 pagi. Besok akan saya tangkap!"

Pulitzer tidak menunggu keterangan polisi selesai. Ia segera menyewa kereta kuda ke stasiun kereta api. Dia bertanya-tanya kepada orang-orang di stasiun, menyanyakan ciri-ciri John. Sepulang dari sana ia kembali ke kantor dan menuliskan berita kasus pencurian itu sepanjang setengah kolom koran Westliche Post.

Esoknya, Redaktur Westliche Post marah-marah. Pulitzer kena marah habis-habisan.

"Kenapa kamu tidak mengikuti perintah saya!" Nih, akibatnya! Koran kita ditertawai orang. Berita yang kamu buat, beda dengan Koran-koran lain. Semua Koran berkata bahwa pencurinya orang kurus dan rambut kuning keemasan. Kamu menulis lain. "Ini bisa merusak reputasi kita!"

Pulitzer Diam.

Redaktur tersebut mengadukan kelakuan Pulitzer kepada atasannya. Atasannya alias pemimpin redaksi membaca sepintas semua koran yang memuat berita pencurian itu.

"Wah, kamu telah membuat kesalahan yang buruk sekali. Ini bagaimana ceritanya, kok, bisa sampai begini? Tanya pemimpin redaksi tersebut kepada Pulitzer.

Saat Pulitzer bercerita, tiba-tiba terdengar dari arah pintu.

"Anak ini benar. Baru saja saya bertemu dengan pemilik toko buku. Ia mengatakan bahwa pencurinya telah ditangkap. Pencurinya, ya, John, seperti yang ditulis oleh koran kita. Saya kira besok Westliche Post bisa memuat cerita bagaimana wartawan kita membantu polisi menangkap pencuri."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun