Mohon tunggu...
Rizki Utama
Rizki Utama Mohon Tunggu... Lainnya - Berbagi Lewat Tulisan

Business System dan Business Process Management Professional - Alumni MM FEB Universitas Indonesia dan Teknik Industri Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nokia dan The Limits to Growth

27 Juni 2020   15:01 Diperbarui: 28 Juni 2020   05:59 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nokia 5.3.(PhoneArena/Orhan Chakarov)

Siapa yang tak kenal dengan produk telpon seluler Nokia di mana Connecting People sebagai tagline-nya, produk yang menjadi pemimpin pasar di era 1990-an dan 2000-an. 

Dahulu mana ada yang menyangka kalau nama besar di dunia telpon seluler itu kini bagaikan klub sepak bola yang tersingkir dari Bundesliga pada kompetisi sepakbola Jerman. 

Laju pertumbuhan pendapatan dan pangsa pasar produk telpon selulernya harus berhenti di tahun 2007 lalu kemudian melambat, turun dan akhirnya terjun bebas hingga kehilangan dominasi sebagai pemimpin pasar.

Pertumbuhan dalam bisnis
Pertumbuhan merupakan salah satu ukuran keberhasilan bisnis. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam Generic Strategy Map-nya, pertumbuhan pendapatan (revenue growth) dan peningkatan produktivitas adalah ukuran-ukuran yang harus dicapai perusahaan untuk bisa memaksimalkan shareholder value. 

Dalam pandangan lain yang ditulis oleh Steve Denning di www.forbes.com yang berjudul The Dumbest Idea In The World: Maximizing Shareholder Value, to create a customer merupakan tujuan yang lebih tepat ketimbang memaksimalkan shareholder value.

Menurutnya, berdasarkan apa yang dinyatakan oleh Peter Drucker dalam The Practice of Management. Selanjutnya, penulis tidak akan fokus membahas pertentangan itu dalam artikel ini.

Kembali ke topik, seiring berjalannya waktu sebuah pertumbuhan biasanya akan mengalami perlambatan, jalan di tempat bahkan penurunan. Sudah menjadi hukum alam, bahwa tidak ada yang bisa tumbuh terus tanpa batas sepanjang waktu. Kelangkaan sumber daya, keterbatasan kapasitas, terlalu fokus, dan tidak responsif sering menjadi penyebabnya. 

Menyadari akan hal itu, banyak perusahaan yang ingin produk atau layanannya bertahan lama akhirnya melakukan terobosan-terobosan dan tindakan untuk memperpanjang hidupnya seperti melakukan diversifikasi bisnis, peluncuran produk atau layanan baru, melakukan kerja sama seperti aliansi strategis dan joint venture sampai akuisisi terhadap perusahaan atau bisnis-bisnis yang berpotensi menciptakan pertumbuhan baru. 

Tagline Nokia
Tagline Nokia

Memperkirakan kapan sebuah pertumbuhan akan mengalami perlambatan, jalan di tempat, atau penurunan dan mengetahui faktor yang bisa memperlambat pertumbuhan tersebut merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki perusahaan agar bisa memutuskan waktu yang tepat dan tidak terlambat untuk bertindak guna mempertahankan keberlanjutan dari produk atau layanannya. 

Systems Thinking, Systems Archetype dan Systems Modeling
Systems thinking merupakan sebuah cara memahami masalah dengan sudut pandang yang luas dan menyeluruh menggunakan pendekatan sistem. 

Apa itu sistem? Sistem merupakan kumpulan elemen, komponen atau sub-sistem yang masing-masingnya mempunyai fungsi, nilai, kapasitas atau ukuran serta saling berinteraksi untuk mencapai tujuan.

Elemen sistem terdiri dari input, proses, output dan umpan balik (feedback). Sebuah sistem bisa berinteraksi dengan sistem lainnya dan juga mempunyai perilaku sepanjang hidupnya (behaviour over time / BOT). BOT inilah yang diamati dan dikendalikan agar sesuai dengan keinginan bisnis. 

Jadi, berpikir sistem bukan hanya melihat masalah sebagai sebuah entitas yang tunggal dan bebas, tapi merupakan sebuah interaksi antar elemen yang saling mempengaruhi dalam jangka waktu tertentu. Inilah yang disebut dinamika sistem atau dalam lingkup bisnis sering disebut sebagai business dynamics.

Sebuah sistem pada kenyataannya sangatlah kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari, memahami dan merekayasa perilakunya digunakanlah model, yaitu sebuah representasi dari sistem nyata yang dibuat dalam bentuk yang lebih sederhana atau ukuran yang lebih kecil. 

Gambar teknik, miniatur, fungsi matematika dan diagram adalah contoh model. System archetype merupakan sebuah model dalam bentuk diagram yang menggambarkan pola dasar dan perilaku dari sebuah sistem. 

Salah satu system archetype yang relevan dengan masalah pertumbuhan adalah limits to growth atau dalam referensi lain disebut dengan limits to success.

Limits to Growth
Model limits to growth dalam bisnis digunakan untuk menggambarkan dinamika dalam sebuah sistem agar perilakunya sepanjang waktu bisa diamati, dalam hal ini pertumbuhan. 

Secara sederhana model ini dibentuk oleh dua proses, reinforcing dan balancing. Reinforcing (R1) menghasilkan pertumbuhan positif secara eksponensial, sementara balancing (B1) merupakan sebuah proses yang membuat sistem berada dalam kondisi setimbang.

Netral atau bahkan menurun karena terjadinya negative feedback yang disebabkan oleh constraint yang membatasi tindakan pertumbuhan performance.

Interaksi 2 loop tersebut menghasilkan grafik berbentuk S (S-shaped Growth) dalam fungsi waktu. Inilah bentuk BOT dari model limits to growth. 

Limits to Growth template dan grafik BOT nya (credit: www.systemthinker.com)
Limits to Growth template dan grafik BOT nya (credit: www.systemthinker.com)

Gambar di atas adalah causal loop diagram dari model limits to growth. Cara membacanya begini, effort yang diberikan akan meningkatkan performance, peningkatan performance akan menambah semangat untuk melakukan effort yang lebih besar untuk menghasilkan performance yang lebih tinggi lagi, sementara constraint yang ada seperti kapasitas yang terbatas akan meningkatkan limiting action yang menyebakan penurunan performance. 

Supaya pertumbuhan performance tetap positif, effort rate harus lebih besar dari limiting action rate. Tantangan dalam menggunakan model ini adalah bagaimana merumuskan persamaan yang tepat untuk memprediksi performance serta mengidentifikasi effort, limiting factors/actions dan constraint yang secara valid mempengaruhi performance tersebut. 

Setelah semuanya terumuskan dan teridentifikasi baru modelnya bisa dibangun dan dilakukan simulasi. Pemodelan yang tepat akan menghasilkan BOT yang benar sehingga bisa digunakan sabagai acuan dan tindakan preventif di masa depan.

Keruntuhan Produk Telepon Seluler Nokia
Membicarakan dan membahas kasus keruntuhan sebuah produk yang pernah menjadi pemimpin pasar memang tidak pernah membosankan. 

Banyak sudah artikel dan jurnal-jurnal bisnis yang membahas kasus Nokia dari berbagai macam sudat pandang keilmuan bisnis dan manajemen. Tak sedikit juga lesson learned yang didapat dari kasus tersebut. 

Kali ini penulis akan membahasnya secara singkat dari sudut pandang systems thinking menggunakan model limits to growth. Dalam artikel ini, penulis menggunakan data sekunder dari internet sampai dengan Q3-2013 sebelum Nokia menjual brand telpon selulernya ke Microsoft pada bulan September 2013. 

Penjualan Nokia dan YoY quarterly growth dari Q1-2005 sampai tahun Q3-2013 (credit: www.macrotrends.net)
Penjualan Nokia dan YoY quarterly growth dari Q1-2005 sampai tahun Q3-2013 (credit: www.macrotrends.net)

 

Worldwide smartphone mobile OS Marketshare (credit: www.wikipedia.com)
Worldwide smartphone mobile OS Marketshare (credit: www.wikipedia.com)

Dari data di atas terlihat jelas bahwa puncak pertumbuhan Nokia terjadi di tahun 2007 setelah itu Nokia mengalami penurunan penjualan dan juga pangsa pasar. 

Dalam industri tersebut, tahun 2007 merupakan tahun di mana terjadi perubahan dalam desain produk telpon seluler dari sisi software/operating system (OS) dan hardware. 

Di tahun itu Apple mengeluarkan telpon cerdas pertamanya, yang hampir 100% touch-screen, menggunakan operating system-nya sendiri yaitu iOS. 

Tak lama setelah itu, tahun 2008, HTC juga mengeluarkan telpon seluler Android OS pertama yang merupakan hasil kerja sama antara Google dan Open Handset Alliance (OHA) yang merupakan konsorsium 84 perusahaan (termasuk didalamnya HTC, Samsung, LG, Sony dan Motorola) untuk mengembangkan standar terbuka sebuah mobile devices. 

Sejak itulah permainan berubah, pangsa pasar dan penjualan Symbian (Nokia) terjun bebas, OS lainnya seperti RIM dan Microsoft turun pelan-pelan dan akhirnya menghilang, sementara iOS dan Android meroket dan menjadi pemenang. 

Dunia telpon seluler seolah terbagi dua sejak saat itu, iOS menguasai pasar premium sementara Android OS mengambil pasar medium dan low. Desain produk juga lebih difokuskan ke software ketimbang hardware.

Kembali ke Nokia, perusahaan asal Finlandia yang berdiri sejak tahun 1865. Tahun 1990-an Nokia menjadikan bisnis telekomunikasi sebagai fokus utamanya. 

Pada tahun 1991, Nokia sukses membuat perangkat pertama untuk melakukan panggilan GSM. Kesuksesan berlanjut, tahun 1998 Nokia mendapat predikat the best selling mobile phone brand in the word. 

Tahun 2002 Nokia memperkenalkan telpon seluler berkamera pertamanya, Nokia 7650, dan tahun 2003 meluncurkan Nokia 6600 yang berhasil terjual sebanyak 150 juta unit, posisi kedua sebagai smartphone dengan penjualan terbesar. 

Kekuatan produk Nokia saat itu ada pada desain produknya yang handal, ergonomis, baterai yang tahan lama serta kuat secara fisik dan jaringan. 

Nokia sepertinya sangat fokus untuk mengembangkan perangkat yang unggul dari sisi hardware serta estetika dan kurang dari sisi pengembangan dan inovasi software atau operating system (OS). 

Selain itu Nokia terlalu percaya diri dengan symbian-nya yang kurang adaptif terhadap tren telpon pintar dengan banyak aplikasi di dalamnya serta penggunaan touch screen yang mulai naik saat itu, tidak seperti Google dan OHA yang segera membangun kekuatan dan akhirnya berhasil menguasai pasar. 

Ini yang disebut sebagai slack (lamban dan menganggap remeh persaingan) dalam The Four Threats to Sustainability yang dirumuskan oleh Pankaj Ghemawat seorang global strategist dari Harvard Business School. 

Organisasi yang tidak responsif dan terlalu skeptis melihat pemain baru menjadi limiting factor dari Nokia padahal mereka mempunyai sumber daya yang sangat besar. Kaku dan tidak agile barangkali menjadi kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Nokia pada saat itu.

Model Limits to Growth dari Nokia
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba memodelkan apa yang terjadi pada Nokia secara sederhana. Gambar di bawah adalah contoh model yang dibangun untuk menunjukan dinamika yang terjadi pada penurunan pangsa pasar (market share) produk telpon seluler Nokia.

Model Limits to Growth dari Nokia
Model Limits to Growth dari Nokia

Loop sebelah kiri merupakan proses reinforcing (R) sedangkan sebelah kanan (B) adalah proses balancing. Notasi positif (+) menunjukan perbandingan lurus antar event, sementara negatif (-) menunjukan perbandingan terbalik yang menghasilkan efek berlawan. 

Begini cara membacanya; desain produk yang stylist, ergonomis serta banyak pilihan akan meningkatkan penjualan produk Nokia, peningkatan penjualan melebihi kompetitor akan menaikan pangsa pasar yang kemudian memotivasi Nokia untuk menambah investasinya pada research & development dan peningkatan kapasitas produksi guna menghasilkan dan menaikan produksi dari produk yang stylist, ergonomis serta banyak pilihan. 

Loop ini berulang terus sehingga terjadi pertumbuhan. Di sisi kanan, pertumbuhan pangsa pasar membuat Nokia tetap mempertahankan strategi pengembangan produknya, yang seiring berjalannya waktu dan dibatasi oleh keputusan manajemen untuk tetap menggunakan symbian.

Sayangnya tidak fokus mengembangkan teknologi touchscreen, menyebabkan berkurangnya responsiveness Nokia terhadap tren pasar (yang lajunya makin kencang sejak keluarnya telpon pintar iPhone dan Android).

Sehingga terjadi penurunan customer loyalty dan kecenderungan konsumen memilih Nokia, penurunan tersebut akhirnya menyebabkan penurunan penjualan yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan pangsa pasar pada awalnya. 

Jika kita kembali lagi ke grafik marketshare di atas, share Nokia mulai turun di Q3-2007 setelah iPhone pertama diluncurkan pada akhir Q2-2007, lalu sekitar setahun kemudian tepatnya September 2008 telpon pintar android pertama juga diluncurkan, setelah itu share Nokia (symbian) semakin turun hingga akhirnya diambil alih oleh android pada Q1-2011. Dominasi pasar selama belasan tahun hilang hanya dalam waktu sekitar 3,5 tahun. 

Pada periode yang sama, awal 2011, Nokia akhirnya bermitra dengan Microsoft, meninggalkan Symbian dan meluncurkan Nokia Lumia di akhir tahun. 

Namun, usaha tersebut gagal mengembalikan posisi Nokia sebagai pemimpin pasar, karena sudah terlambat. Mungkin ceritanya akan berbeda jika dahulu Nokia ikut bergabung kedalam OHA yang bersama Google mengembangkan android smartphone.

Penutup
Dalam era di mana perubahan terjadi begitu cepat, tidak terduga dan sangat dinamis, penggunaan pendekatan system thinking dengan system modeling sangat membantu bisnis untuk mempelajari dan memprediksi perilaku sebuah sistem dalam waktu tertentu. 

Sehingga bisnis bisa mempersiapkan tindakan dan aksi apa yang akan dilakukan untuk keberlanjutan (sustainability)-nya. Kasus Nokia memang sangat menarik sehingga banyak dikupas, dibahas dan diambil sebagai pelajaran. 

Semakin menarik karena itu adalah sebuah kisah bisnis yang sangat tragis dimana pemimpin pasar harus kehilangan tahtanya dipasar yang umurnya masih panjang. (RU)

Referensi:

  1. Systems Archetype Basic, From Story to Structure., Daniel Kim & Virginia Anderson., Pegasus Communication, Inc., 1998.
  2. Business Dynamics, Systems Thingking and Modeling for a Complex World., John D. Sterman., McGraw Hill, Business Dynamics International Edition, 2004.
  3. Operations Management for Competitive Advantage., Chase, Jacobs, Aquilano., McGrawHill, 10th Edition, 2004.
  4. Limits to Success: When The "Best of Time" becomes The "Worst of Time"
  5. Nokia Revenue 2006-2020
  6. Worldwide Smartphone Market Share
  7. Nokia in 2007
  8. The Dumbest Idea In The World: Maximizing Shareholder Value

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun