Mohon tunggu...
M Rizki Ibrahim
M Rizki Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) di Era Digital

1 Januari 2025   19:18 Diperbarui: 1 Januari 2025   19:27 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah FOMO (Fear of Missing Out) dan "FOMO" mulai muncul dalam kehidupan sehari-hari di era internet yang serba terhubung. Ketika seseorang merasa ketinggalan pengalaman, informasi, atau aktivitas yang dilakukan orang lain, itu disebut FOMO. Fenomena ini menjadi lebih jelas di dunia yang didominasi oleh media sosial dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.

FOMO adalah rasa gelisah yang disebabkan oleh keyakinan bahwa orang lain mengalami situasi yang lebih memuaskan atau lebih baik daripada kita. Seorang peneliti bernama Dan Herman pertama kali memperkenalkan fenomena ini pada awal tahun 2000-an. Di zaman sekarang, FOMO sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial. Misalnya, ketika teman-teman mengunggah foto liburan, menghadiri acara eksklusif, atau membeli barang baru, seseorang mungkin merasa tertinggal atau kurang beruntung.
FOMO meningkatkan ketidakpuasan diri yang didorong oleh kemampuan untuk mengakses kehidupan orang lain melalui teknologi, meskipun pada dasarnya manusia memiliki keinginan alami untuk terhubung dan menjadi bagian dari komunitas.

Di era digital ini, fenomena FOMO (Fear of Missing Out) semakin mengakar di masyarakat. Berasal dari ketakutan ketinggalan tren atau kegiatan orang lain, FOMO menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang. Media sosial yang terus-menerus memperlihatkan kehidupan orang lain dalam berbagai aspek entah itu perjalanan mewah, gaya hidup sehat, atau pencapaian karier yang gemilang kita sering merasa tertekan untuk mengikuti, bahkan jika itu bukan bagian dari prioritas atau keinginan kita sendiri. FOMO mungkin bukan fenomena baru, namun di dunia yang terhubung secara digital 24/7, ia berubah menjadi sebuah tekanan sosial yang nyata dan mengganggu. FOMO bukan sekadar istilah gaul, melainkan fenomena psikologis nyata yang dapat berdampak signifikan pada kesejahteraan mental seseorang. Memahami akar dan manifestasi FOMO adalah langkah pertama dalam mengatasi dampak negatifnya.

Beberapa alasan mengapa FOMO sangat meningkat di era digital:

1. Media Sosial Sebagai Pemicu Utama

Media sosial seperti Instagram, TikTok, Twitter, dan Facebook memungkinkan orang untuk membagikan momen terbaik dalam hidup mereka. Namun, yang paling sering ditampilkan di media sosial adalah kehidupan "terpilih" atau ideal. Ini memberi kita ilusi bahwa orang lain selalu bahagia, sukses, atau memiliki pengalaman yang menarik, sementara kita merasa hidup kita normal.

2. Informasi yang Berlimpah

Dalam era digital, informasi sangat banyak dan terus diperbarui. Jika seseorang tidak mengikuti arus ini, mereka mungkin merasa kurang relevan atau tertinggal dari teman-temannya.

3. Mudahnya membandingkan diri dengan orang lain

Kehidupan orang lain sering kali tampak lebih menarik di media sosial, yang memungkinkan seseorang untuk membandingkan kehidupan mereka sendiri dengan orang lain. Akibatnya, hal ini dapat menyebabkan rasa tidak puas dan FOMO.

Dampak FOMO pada Kesehatan Mental

FOMO atau Fear of Missing Out tidak hanya mempengaruhi perilaku kita dalam menggunakan media sosial, tetapi juga dapat berdampak signifikan pada kesehatan mental. Berikut adalah beberapa dampak negatif FOMO yang perlu diwaspadai:

1. Peningkatan Tingkat Stres dan Kecemasan

FOMO dapat memicu perasaan cemas yang berlebihan. Ketakutan akan ketinggalan informasi atau pengalaman penting dapat menciptakan tekanan mental yang konstan. Ini dapat menyebabkan peningkatan tingkat stres, yang jika berlangsung lama, dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental.

2. Kesulitan Fokus dan Produktivitas menurun

FOMO dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk fokus pada tugas yang sedang dikerjakan. Dorongan terus-menerus untuk memeriksa media sosial dapat mengurangi produktivitas dan efisiensi dalam pekerjaan atau studi.

3. Gangguan Tidur

Kebiasaan mengecek media sosial secara terus-menerus, terutama sebelum tidur, dapat mengganggu pola tidur. Paparan terhadap cahaya biru dari layar gadget dan stimulasi mental dari informasi yang diterima dapat menyulitkan seseorang untuk tertidur atau mendapatkan kualitas tidur yang baik.

4. Penurunan Harga Diri

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain di media sosial dapat menyebabkan penurunan harga diri. Melihat unggahan tentang pencapaian atau pengalaman menyenangkan orang lain dapat membuat seseorang merasa kurang berhasil atau kurang menarik dalam hidupnya sendiri.

 

Cara Mengatasi FOMO: Strategi Praktis untuk Kesehatan Mental yang Lebih Baik

Mengatasi FOMO (Fear of Missing Out) membutuhkan kesadaran diri dan upaya sadar untuk mengubah pola pikir serta kebiasaan. Berikut adalah beberapa strategi praktis yang dapat membantu Anda mengelola FOMO dan meningkatkan kesehatan mental:

1. Batasi Waktu Media Sosial

Mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan untuk menggunakan media sosial dapat membantu seseorang mencurahkan perhatian mereka pada hal-hal yang paling penting dalam hidup mereka.

2. Fokus pada Kehidupan Nyata

Dampak FOMO dapat dikurangi dengan menghargai momen-momen kecil dalam kehidupan sehari-hari dan menjalin hubungan yang nyata dengan orang-orang di sekitar Anda.

3. Ingat bahwa Media Sosial Tidak Sepenuhnya Nyata

Sadarilah bahwa kehidupan seseorang yang ditampilkan di media sosial hanyalah sebagian kecil darinya, bukan gambaran utuh dirinya.

Kesimpulan

FOMO atau Fear of Missing Out adalah fenomena psikologis yang semakin relevan di era digital ini. Meskipun dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, pemahaman yang lebih baik tentang FOMO memungkinkan kita untuk mengembangkan strategi efektif dalam mengatasinya. Penting untuk diingat bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu berasal dari keterlibatan dalam setiap momen atau tren, tetapi dari kemampuan kita untuk menghargai dan menikmati apa yang kita miliki saat ini.

Dengan menerapkan strategi seperti membatasi penggunaan media sosial, mempraktikkan mindfulness, dan fokus pada hubungan nyata, kita dapat mengurangi dampak FOMO dan meningkatkan kualitas hidup kita. Akhirnya, penting untuk memahami bahwa FOMO bukanlah sesuatu yang harus sepenuhnya dihindari, tetapi lebih kepada bagaimana kita mengelolanya. Dengan kesadaran dan upaya yang tepat, kita dapat mengubah FOMO menjadi dorongan positif untuk terhubung dengan orang lain dan mengalami hal-hal baru, sambil tetap menjaga keseimbangan dan kesehatan mental kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun