Mohon tunggu...
RIZKI FEBY WULANDARI
RIZKI FEBY WULANDARI Mohon Tunggu... Editor - Mencoba menyelaraskan kata dan laku.

Menorehkan segala ambisi dan luka di atas tinta, bukan bermaksud apa-apa. Hanya saja terdapat kelegaan di sana. Pelajaran yang tercatat tidak akan musnah meski waktu menggerusnya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Opini: Diary Mahasiswa Akhir: Semester Tergetir, Menyudahi Hidup Bukan Pilihan Terakhir

11 November 2022   12:51 Diperbarui: 11 November 2022   12:51 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lagi proses adaptasi dengan guru lama di sekolah juga menjadi momok yang perlu diselesaikan sesegera mungkin. Kenyamanan akan membuat kita tenang dalam belajar. Saat ketenangan belum terasakan jangan harap proses belajar lancar. Dan, saat kita belum mampu belajar, bagaimana mungkin kita berkembang dan membuat perubahan.

Ada satu tamparan bagi diri dari seorang ustadz yang memberi saya kesempatan menjadi guru di salah satu sekolah dasar negeri yang saya ajar. Tamparannya yaitu, "Di manapun kita berada, jangan jadi seorang yang biasa." Hal ini mengisyaratkan setidaknya jika tidak memberi warna baru akan dobrakan yang besar. Minimal, beri sedikit proges yang baik dari suatu tempat yang kita pijak.

Asmara dan Jodoh yang Sebenarnya

Di awal semester ini, permasalahan asmara juga menjadi topik menarik bagi mahasiswa akhir yang dilanda kejomblooan selama perkuliahan. Entah karena, fisik atau prinsip tetap saja di akhir perkuliahan bab percintaan sangatlah menggelitik. Mulai dari ingin mencari support system, teman wisuda, bahkan pasangan masa di masa mendatang.

Jika bagi mahasiswa yang menganggap pacaran adalah hal yang wajar, tentu permasalahan ini sudah bukan hal yang krusial. Berbeda jika mereka yang serius ambis pada masa depan mungkin pemikiran mengenai jodoh masih bisa dikesampingkan.

Namun, bagi mahasiswa yang berada di pertengahan antara kedua tipe di atas, hal ini cenderung mengusik ketenangan jiwa. Bagi mereka yang selama perkuliahan belajar selayaknya, enggak terlalu ambis dan enggak juga nyeleneh banget.

Di semester ini mencuat tajam di permukaan mengenai niat hati ingin berpacaran tapi saking lamanya menjomblo lupa akan segala pengalaman.

Nah, hal ini yang membuat kecambuk hati meronta, mengenai niat hati jodoh dipertemukan. Tapi kesepian dunia membuatnya merana. Ditambah para kawan yang satu persatu punya gandengan. Apalagi pandangan mengenai orang yang dirasa senior yang mengatakan, "Kalau selama kuliah belum punya gandengan, di dunia pekerjaan tambah susah dalam dunia perjodohan."

Kegelisahan ini yang saya rasakan. Berniat membuka hati memberi peluang bagi setiap orang yang ingin mendekati sungguh sangat membuang waktu. Namun, jika tidak memberi peluang bagi para pria yang mendekat bagaimana akan masuk tahap seleksi.

Perbincangan dari banyak kawan dari berbagai pandangan. Orang tua memberi wejangan, serta beberapa pria yang sempat menikmati kesempatan pembukaan hati di awal semester ini memberikan saya benang merah meski sementara. Saya sudah terlampau jenuh dengan berbagai drama dan skenario yang dibuat saya dan lawan.

Kesimpulan sementara dari itu semua yasudahlah, jodoh tidak perlu dipikir terlalu rumit. Masalah percintaan meskipun tidak semua selalu beruntung mendapatkan kesempatan saling mencintai. Tapi saya masih berharap Tuhan punya rencana yang luar biasa dalam dunia percintaan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun