Mohon tunggu...
RIZKI FEBY WULANDARI
RIZKI FEBY WULANDARI Mohon Tunggu... Editor - Mencoba menyelaraskan kata dan laku.

Menorehkan segala ambisi dan luka di atas tinta, bukan bermaksud apa-apa. Hanya saja terdapat kelegaan di sana. Pelajaran yang tercatat tidak akan musnah meski waktu menggerusnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malaikat Penuh Tanya Milik Dina

14 Juni 2022   08:06 Diperbarui: 14 Juni 2022   08:23 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dina lari ke UKS dan mengambil P3K, dan tanpa basa-basi langsung mengobati cowok itu karena dia merasa bersalah sudah membuatnya terluka.

Selang beberapa menit menahan kesakitan dan situasi diam membisu.

"Kita belum kenalan, aku Wahyu. Kamu?" ujar cowok itu membuka percakapan.

"Ha, gimana?" loading lama (lola)-nya Dina muncul.

"Hehe, Aku Wahyu. Nama kamu siapa?" ulang Wahyu dengan sedikit ketawa kecil.

"Nama ku Dina, eeeeghr ini sudah selesai ku obati tangannya." Jawab Dina dengan gugup.

Percakapan dari sana mulai berkembang, Wahyu melihat ketulusan hati Dina dan merasa cocok ngobrol dengannya. Begitu pula Dina, baru kali ini gadis lugu si kutu buku ini mampu nyaman ngobrol ngalor-ngidul dengan seseorang. Ke orang yang lama ia kenal saja kadang susah terbuka, namun dengan Wahyu ia mampu dengan cepat menyesuaikan tempo keakrabannya. Wahyu yang merupakan mahasiswa fakultas sebelah. Entah mengapa, tidak disangka ia dipertemukan dalam satu (Unit Kegiatan Mahasiswa) UKM yaitu Warung Sastra. Sebelumnya tidak ada janjian antar mereka. Kesamaan hobi yaitu menulis inilah yang membuat mereka bertemu lebih intens. 

Kedekatan mereka tidak dinafikan membuat Dina terpesona karena kekagumannya pada Wahyu berbalut heran dengan dirinya sendiri, ada apa dengan Wahyu. Kenapa dirinya bisa cepat akrab dengan seseorang, tidak seperti biasanya. Waktu berjalan semakin mengaminkan kedekatan di antara keduanya. Wahyu nampaknya juga memperhatikan Dina secara personal. Wahyu bahkan selalu ada untuk Dina di segala kondisi. Bahkan, kondisi terpuruk pun, saat Dina harus mengulang pada mata kuliah di dosen favoritnya yang itu sangat memukul perasaan si calon mahasiswa cumlaude namun sedikit teledor ini.

Dina yang dulunya sangat pendiam dan introvert akut, karena pegangannya hanya buku kini sekarang menjadi pribadi yang sedikit lebih terbuka. Wahyu yang mengajari semua itu. Prinsip kehidupan Wahyu sedikit demi sedikit ditransfer ke Dina. Setiap kali terjadi keganjilan Wahyu-lah yang melengkapi Dina, sorot mata Wahyu yang selalu menatap tajam indah bola mata Dina yang sedang tertutupi kabut kesedihan. Kini lambat laun kabut itu berhasil Wahyu usir dengan kehangatan dan ketajaman matanya. Binar pancaran keindahan bola mata Dina sekarang mampu dinikmati siapapun juga, ditambah lentik bulu matanya yang membuat orang tidak akan berpaling dari sorot mata penuh makna Dina.

Setiap perbincangan, Dina selalu menantikan segala petuah bijak Wahyu. Entahlah meskipun terkadang sedikit nyelekit tetapi Dina bisa menerima nasihatnya. Memang benar Wahyu menaruh makna beda di setiap kata-katanya. Begitulah balaghah arab mengatakan, setiap kata dengan ketulusan mampu merubah segala, termasuk Dina si keras kepala dan overthinking ini.

            "Din, jangan terlalu cepat terhasut omongan orang, kamu harus punya prinsip."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun