Mohon tunggu...
RIZKI FEBY WULANDARI
RIZKI FEBY WULANDARI Mohon Tunggu... Editor - Mencoba menyelaraskan kata dan laku.

Menorehkan segala ambisi dan luka di atas tinta, bukan bermaksud apa-apa. Hanya saja terdapat kelegaan di sana. Pelajaran yang tercatat tidak akan musnah meski waktu menggerusnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malaikat Penuh Tanya Milik Dina

14 Juni 2022   08:06 Diperbarui: 14 Juni 2022   08:23 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari meniti perlahan ke atas kepala, motor antik Dina melaju kencang karena perkuliahan akan segera dimulai. Hati berdegup tak terkira sebab yang akan dihadapi ialah dosen killer dengan kata-katanya sering mematahkan hati setiap mahasiswa yang kurang disiplin. "Entahlah si dosen punya masalalu apa, sampai segitunya kepada setiap mahasiswa." 

Begitulah kiranya kebanyakan mahasiswa kesel jika berhadapan dengan beliau yang terhormat ini. Bahkan sampai ada beberapa mahasiswa yang pindah kelas untuk menghindarinya. Namun, ini tidak berlaku untuk Dina. Dosen tersebut adalah pak Arif Budi Raharjo, Ph.D dosen favoritnya. 

Meskipun tidak berlaku sebaliknya, Dina bukan termasuk mahasiswa tercintanya. Dina yang teledor dan kurang disiplin jauh sekali dengan tipe mahasiswa ideal menurut pak Arif. Ia juga sering terlambat dan mendapat hukuman dan cacian oleh dosen tersebut. Sayangnya ini yang menjadikan Dina tambah mengidolakan pak Arif karena kedisiplinannya yang mampu membuat ia menjadi semangat berbenah diri.

Saking tidak fokusnya di perjalanan, karena ia tidak ingin mengecewakan dosen favoritnya lagi dan lagi karena keteledorannya. Sampai tiba di parkiran kampus, vespa antiknya hampir jatuh karena kurang tegak standar yang ia miringkan. Gugup menguasai dirinya, waktu menandakan perkuliahan kurang 5 menit lagi, sedangkan kelas berada di lantai 5, sebenarnya ada lift. Tapi karena siang agaknya penuh dengan para dosen dan tenaga kependidikan yang menggunakan selepas waktu istirahat makan siang dan sholat. Gadis teledor yang mendambakan dosen idaman ini melaju menyusuri lorong kelas dengan kecepatan penuh dengan membawa banyak buku yang ia tenteng dan akhirnya sampai depan lift. "Maaf masih bisa masuk tidak ya?" seru Dina dengan nada melas ditambah nafas kembang-kempis. Kebetulan dalam lift ada enam cowok bertampang ala-ala Cogan (Cowok Ganteng) tapi enggak punya perasaan. "Penuh naik lewat tangga aja, hahahaha." Dengan nada sedikit diremehkan karena penampilan Dina yang sudah terlihat tidak rapi dan ternyata lipstiknya mirip badut kurang sesuai dengan bentuk bibir gara-gara nggak sempet bercermin.

Dina terdiam dan mundur secara perlahan, dan memutuskan untuk lewat tangga saja. Meskipun waktunya selisih tidak terlampau jauh, tapi cukup menguras banyak tenaga. Sampailah depan kelas yang dosen sudah di dalam dan pintu kelas telah terkunci. Ia mencoba klarifikasi dan mengetuk pintu perlahan, namun percuma usahanya tidak digubris oleh dosen tercinta. Selain teledor Dina juga suka overthinking, masalah sepele saja bisa ia pikirkan sampai seminggu dan terkadang membuatnya nggak nafsu makan jika pikirannya tidak dialihkan ke hal lain. Langkah gopoh karena kecewa dan agak sedikit putus asa karena kejadian seperti ini tidak hanya satu kali. "Apa kabar IPK ku." Di pikirannya bergelayutan pertanyaan itu terus menerus.

Untuk memperbaiki mood ia melangkahkan kakinya ke taman untuk menghirup udara segar, sedang banyak pikiran tidak pas jika berada di tempat yang sempit. Walaupun dipaksa pulang ketidakstabilan emosi membuatnya tidak terkontrol jika bermotor. Agaknya awan yang mulai mendekati sang mentari dan menandakan hujan sebentar lagi menyapa bumi. Dina mulai mengantisipasi hujan dengan mencari tempat duduk yang terlindungi dari gerimis. Beberapa menit kemudian hujan mulai mengguyur dengan derasnya, tiba-tiba terdengar suara anak kucing yang melengking karena kedinginan. Dengan spontan ia bergegas ke arah anak kucing itu layaknya seorang wonder woman yang menolong korban. Saking kencangnya, cyyiiiitttt, brushhhhh........ ia menabrak cowok yang juga ingin menyelamatkan si anak kucing.

Mereka berdua terjatuh di tengah derasnya hujan, dengan dekapan anak kucing dalam pangkuan Dina. Tangan si cowok berdarah karena terbentur batu bawah pohon.

"Maaf yaa..." mulai Dina si anak kutu buku ini dengan canggung.

Dengan calm dan cool-nya cowok itu bilang.

"It's okay, no problem."

"Tangan kamu berdarah, aku cariin P3K." Lontar Dina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun