Hari ini aku senang. Aku kembali mendengar suara kekasihku di kejauhan. Aku ingin memberinya sepotong kisah yang tidak terlalu mengejutkan, namun menyenangkan. Aku ingin sekali merasakan ketiadaan. Boleh, kan, Sayang?
Manusia sering membicarakan hal-hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dengan membenturkannya pada budaya dan kebiasaan. Mereka bilang bahwa membunuh itu tidak boleh, padahal mereka tidak pernah merasakannya. Mereka juga bilang bahwa menghendaki kematian itu tidak boleh, padahal mereka belum pernah merasakan kematian. Kurasa, mereka hanya takut mati. Padahal kata mereka, kematian adalah kelahiran dari suatu kehidupan yang abadi---kehidupan kekal yang dijanjikan.
Aku melihatnya dari titik nol, di mana tidak ada lagi batas-batas kebudayaan yang mampu menghalangi kebebasanku. Bukankah akhir dan tujuan dari kehidupan ini adalah kematian? Lantas mengapa seseorang yang berkehendak untuk mati tidak diperbolehkan? Bagiku, kematian yang tidak dikehendaki adalah kekalahan terhadap hidup---terhadap maut. Dan aku senang sudah memilih untuk menjadi seorang pemenang.
***
Pemenang, katamu? Aku lantas berpikir bahwa dirinya mengalami gangguan kompulsif yang berlebihan. Jika tidak, aku berpikir bahwa dia hanya sok dramatis dengan menutupi kenyataan bahwa dia memang bunuh diri---mati sebagai orang yang sia-sia. Namun, apakah Aneth memang sudah gila?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H