Mohon tunggu...
Mbak Rizka
Mbak Rizka Mohon Tunggu... Buruh - Tukang tik

Nulis suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kenali 3 Jenis Burnout Ini, Kamu Pernah Mengalami Salah Satunya?

4 Juni 2021   13:51 Diperbarui: 4 Juni 2021   17:50 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Psikolog Herbert Freudenberger dan Gail North mengungkapkan, setidaknya ada 12 fase menuju burnout.

  1. Pada awalnya, muncul ambisi yang berlebihan
  2. Dorongan untuk bekerja lebih keras
  3. Mulai mengabaikan kebutuhan diri sendiri
  4. Melempar konflik dengan menyalahkan tuntutan atau rekan kerja
  5. Merasa tak ada waktu untuk hal-hal yang tak berhubungan dengan pekerjaan
  6. Mulai menyangkal dan tak mengambil tanggung jawab
  7. Menarik diri dari lingkungan sosial
  8. Perilaku yang berubah menjadi lebih agresif
  9. Merasa tak mampu mengendalikan hidup
  10. Merasa kosong atau cemas
  11. Depresi
  12. Mental atau fisik pun tumbang

Saat psikis maupun fisik Anda memberi sinyal ke arah tanda-tanda burnout, langkah pertama yang harus dilakukan adalah sadari dan terima. Jangan menyangkal dan mengabaikan kondisi Anda.

Ambil waktu untuk merefleksikan pikiran Anda sejenak. Kalau merasa butuh ambil cuti atau liburan, jangan ragu untuk melakukannya. Tak ada yang salah dengan keputusan untuk rehat sejenak.

Ilustrasi burnout (Photo by Anthony Tran on Unsplash)
Ilustrasi burnout (Photo by Anthony Tran on Unsplash)
Setiap pribadi adalah unik. Cara-cara mengatasi burnout antara satu orang dengan yang lainnya bisa saja berbeda. Jika Anda tak mampu mengatasi kekalutan sendirian, Anda bisa menceritakan kesulitan-kesulitan yang dialami kepada orang yang Anda percayai. 

Jika memungkinkan, Anda juga bisa menjelaskan kondisi Anda kepada atasan. Opsi lainnya, Anda bisa menghubungi psikolog atau profesional untuk penanganan yang lebih objektif.

Di era keterbukaan informasi seperti sekarang, seharusnya kesehatan mental tak lagi tabu dibicarakan. Baik pihak perusahaan maupun pekerja harus saling membuka komunikasi yang lebih asertif. Sebab, kesejahteraan karyawan bukan melulu perihal upah ataupun jam kerja, kesejahteraan mental pun tak kalah penting dan tak boleh disepelekan. Kondisi yang sehat akan berdampak pada produktivitas yang semakin membaik, entah dari sisi perusahaan maupun pekerja.

Baca juga artikel lainnya terkait burnout:

Burnout Karena Pekerjaan? Berikut Solusinya! oleh Stefani Ditamei 

Tips Mengatasi Burnout Syndrome bagi Para Pekerja oleh Anjas Permata

Hindari Burnout, WFH Bukan Berarti Kamu Bekerja Sendiri oleh Muhammad Arief Ardiansyah 

Guru Alami Burnout di Masa Pandemi, Pantaskah Diberi Rapor Merah oleh Atasan? oleh Paulus Tukan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun