Ketika berbicara mengenai burnout, gambaran paling umum yang terlintas di pikiran kita adalah perihal stres tanpa ujung akibat beban kerja berlebih. Namun, tahukah Anda bahwa itu hanyalah salah satu versi dari burnout?
Laporan tersebut mempelajari 429 karyawan di sebuah institusi akademik untuk menganalisis pola karyawan yang mengalami burnout dan bagaimana strategi coping stress yang mereka lakukan tidak benar-benar efektif. Ketiga tipe ini, yaitu:
Kelebihan beban kerja (overload burnout)
Jenis ini adalah versi stereotip yang sudah disebutkan di atas. Karyawan yang mengalami overload burnout dipicu akibat terus-menerus bekerja dengan sangat keras hingga mengorbankan kehidupan dan kebutuhan pribadi. Bahkan hingga mengabaikan rasa kewalahan yang muncul.
Beberapa di antaranya didorong oleh ambisi kesuksesan dan sebagiannya lagi karena tekanan dan tuntutan pekerjaan yang tiada henti.
Menurut penelitian ini, 15% karyawan yang ikut serta dalam survei cenderung mengatasi overload burnout dengan melampiaskannya kepada orang lain dan terus-menerus mengeluh. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini tentu akan berpengaruh buruk pada kesehatan diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Kurang tantangan kerja (under-challenge burnout)
Siapa bilang stres berat selalu dipicu oleh beban kerja berlebih? Rupanya, karyawan yang terjebak pada kondisi monoton dan jenuh di pekerjaannya pun bisa mengalami burnout. Under-challenge burnout merupakan kebalikan dari overload burnout.
Karyawan merasa frustrasi karena selalu menghadapi pekerjaan yang tak membuka kesempatan belajar dan ruang untuk bertumbuh secara profesional. Mereka membutuhkan suatu perubahan dan tantangan baru di dalam dinamika karier.
Saat mengalami under-challenge burnout, karyawan tidak lagi menemukan gairah ataupun kesenangan pada pekerjaannya.
Sebanyak 9% karyawan dalam survei mengatasi burnout ini dengan cara menjauhkan diri dari pekerjaan. Rasa ketidakpedulian yang muncul dapat mengarah pada sinisme, menghindar hingga melepaskan tanggung jawab secara total. Tak jarang karyawan yang terjebak pada kondisi ini tergoda untuk mengajukan resign.
Pengabaian (neglect burnout)
Sebanyak 21% karyawan dalam survei mengalami neglect burnout. Tipe burnout ini disebabkan oleh perasaan tidak berdaya atas tuntutan di tempat kerja, entah karena terlalu banyak bekerja atau tak mampu menyelesaikan pekerjaan.
Karyawan merasa memiliki sedikit kendali atas hasil dan usaha dalam pekerjaannya tidak diakui, tidak diapresiasi, atau diabaikan.
Saat hasil pekerjaan tidak berjalan sebagaimana mestinya, karyawan yang mengalami neglect burnout akan berhenti mencoba. Ujung-ujungnya, mereka menganggap dirinya sendiri tidak kompeten. Tipe burnout ini ditandai dengan sikap pasif dan kurang motivasi.
Baca juga: Mau Kerja Sampingan? Boleh, Asalkan...
WHO mengakui bahwa burnout merupakan bentuk stres kronis yang disebabkan oleh pekerjaan. Menurut WHO, burnout adalah sindrom yang dikonseptualisasikan sebagai akibat dari stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola.
Burnout mungkin hasil dari akumulasi stres yang tak kunjung berhenti, tetapi tidaklah sama persis dengan stres biasa.
Seseorang yang mengalami stres dalam kadar wajar biasanya masih mampu membayangkan tentang cara-cara mengendalikan keadaan dan merasa lebih baik saat stresnya teratasi. Namun, burnout jauh lebih buruk dari itu.
Burnout berarti merasa kosong dan lelah mental. Pada kondisi ini, energi dan emosi seseorang terkuras habis sehingga dapat mengganggu produktivitas sehari-hari. Burnout juga menyebabkan seseorang kehilangan minat dan motivasi.
Oleh sebab itu, semakin Anda mengenal baik jenis-jenis burnout dan tanda-tandanya sejak dini serta mengambil tindakan untuk mengendalikan pikiran, semakin baik pula saat menghadapi masa-masa tersulit beserta tekanan kerja yang menghampiri.
Anda merasa bahwa setiap hari selalu merupakan hari yang buruk
Memberi perhatian pada pekerjaan ataupun kehidupan rumah tampak seperti membuang-buang energi
Anda lelah sepanjang waktu
Sebagian besar hari dihabiskan untuk tugas-tugas yang menurut Anda membosankan atau berlebihan
Merasa apa yang telah Anda lakukan tak akan membuat perubahan atau merasa tak dihargai
Psikolog Herbert Freudenberger dan Gail North mengungkapkan, setidaknya ada 12 fase menuju burnout.
- Pada awalnya, muncul ambisi yang berlebihan
- Dorongan untuk bekerja lebih keras
- Mulai mengabaikan kebutuhan diri sendiri
- Melempar konflik dengan menyalahkan tuntutan atau rekan kerja
- Merasa tak ada waktu untuk hal-hal yang tak berhubungan dengan pekerjaan
- Mulai menyangkal dan tak mengambil tanggung jawab
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Perilaku yang berubah menjadi lebih agresif
- Merasa tak mampu mengendalikan hidup
- Merasa kosong atau cemas
- Depresi
- Mental atau fisik pun tumbang
Saat psikis maupun fisik Anda memberi sinyal ke arah tanda-tanda burnout, langkah pertama yang harus dilakukan adalah sadari dan terima. Jangan menyangkal dan mengabaikan kondisi Anda.
Ambil waktu untuk merefleksikan pikiran Anda sejenak. Kalau merasa butuh ambil cuti atau liburan, jangan ragu untuk melakukannya. Tak ada yang salah dengan keputusan untuk rehat sejenak.
Jika memungkinkan, Anda juga bisa menjelaskan kondisi Anda kepada atasan. Opsi lainnya, Anda bisa menghubungi psikolog atau profesional untuk penanganan yang lebih objektif.
Di era keterbukaan informasi seperti sekarang, seharusnya kesehatan mental tak lagi tabu dibicarakan. Baik pihak perusahaan maupun pekerja harus saling membuka komunikasi yang lebih asertif. Sebab, kesejahteraan karyawan bukan melulu perihal upah ataupun jam kerja, kesejahteraan mental pun tak kalah penting dan tak boleh disepelekan. Kondisi yang sehat akan berdampak pada produktivitas yang semakin membaik, entah dari sisi perusahaan maupun pekerja.
Baca juga artikel lainnya terkait burnout:
Burnout Karena Pekerjaan? Berikut Solusinya! oleh Stefani DitameiÂ
Tips Mengatasi Burnout Syndrome bagi Para Pekerja oleh Anjas Permata
Hindari Burnout, WFH Bukan Berarti Kamu Bekerja Sendiri oleh Muhammad Arief ArdiansyahÂ
Guru Alami Burnout di Masa Pandemi, Pantaskah Diberi Rapor Merah oleh Atasan? oleh Paulus TukanÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI