Mohon tunggu...
Rizka Junanda
Rizka Junanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - writer

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Sepasang Sepatu

7 November 2024   00:30 Diperbarui: 7 November 2024   00:41 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Kia suka suara itu?"

            "Em....suka, eh tidak! Eh, bagaimana ya? Kia tidak tahu, Bapak..ah, suka saja deh!", aku menjawab asal-asalan. Tetap sibuk meniup gelembung-gelembung dari mainan yang dibelikan Bapak saat pulang dari pasar tadi.

            "Kia, besok atau kapanpun kalau Kia sedih atau rindu, lihatlah laut itu....Kia tidak boleh menangis terlalu lama dan harus menjadi anak yang hebat dan tidak cengeng...bapak tahu, Kia itu anak baik dan pintar". Saat itu, aku belum paham maksut ucapan Bapak, namun aku selalu mengingatnya. Seharian itu, kuhabiskan waktu bersama Bapak, sedangkan Emak tengah menjual ikan hasil tangkapan Bapak di pasar. Emak pulang saat memasuki waktu dzuhur karena harus membantu tetangga mengolah kripik ikan, katanya.

            Tinggal di pesisir seperti ini membuatku terbiasa dengan bau amis, suara ombak, angin kencang, dan segala aktifitas nelayan-nelayan di sana. Aku juga terbiasa serumah dengan Emak saja jika Bapak pergi miyang berhari-hari. Walau sebenarnya tetap merasa rindu dengan kehadiran Bapak di rumah, tapi aku tidak pernah merengek kepada Bapak untuk tidak pergi ke laut di tengah malam. Aku memerankan peran sebagai anak kecil penurut kepada kedua orang tuanya.

            Dan malam itu tetap sama.

            Aku tetap menjalankan peranku dengan baik. Tidak merengek sama sekali, walaupun rasanya kali ini jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Kali ini, aku tidak ingin Bapak pergi. Aku tidak tahu alasannya, apa karena seharian ini Bapak terus menemaniku?

            Kebersamaan bersama Bapak hari ini ditutup dengan menemaniku tidur di atas ranjang kayu rumah kami sambil menyinggung masalah sepatu pagi tadi. Sambil 

mengelus surai bergelombangku, Bapak berkata, "oh iya, tadi pagi bapak lupa bilang. Sepatu biru itu buat Kia.", tunjuk Bapak ke atas bungkusan plastik hitam di atas almari.

            "Buat Kia? Tapi kan, sepatu itu besar, pak", jawabku sedikit protes. Sebenarnya, tadi aku sudah hampir tertidur, tapi demi mendengar perkataan Bapak tentang sepatu itu mataku kembali terbuka lebar.

            Bapak terkekeh pelan, "memang sengaja bapak belikan sepatu yang besar. Itu sepatu buat Kia saat sudah besar nanti"

            Sepatu itu benar-benar untukku....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun