Mohon tunggu...
Rizieq Ramadhan
Rizieq Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Trilogi; Baca-Diskusi-Nulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jean Paul Sartre dan Pemikirannya tentang Cinta

6 Juli 2023   19:57 Diperbarui: 6 Juli 2023   20:15 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya untuk mencapai persatuan cinta yang sempurna ini dapat terganggu oleh hubungan lain, yang menghasilkan rasa cemburu. Ini mengganggu eksistensi manusia yang mencintai dan dicintai tersebut, karena mereka selalu menjadi objek dalam hubungan tersebut. Itulah yang menjadi dasar pendapat Sartre bahwa cinta hanya membawa konflik dan mengganggu eksistensi manusia, sehingga manusia kehilangan otonominya (tidak menjadi diri sendiri) karena cinta (Muzairi, 2002).

Demikian juga dengan pandangan Sartre yang kontroversial tentang hubungan seksual, dia menganggapnya sebagai bentuk penipuan terhadap diri sendiri. Ini adalah konsekuensi logis dari keyakinannya bahwa kebebasan individu adalah mutlak. Oleh karena itu, Sartre menempatkan masalah hubungan seksual dalam konteks "persaingan penyalahgunaan kebebasan" yang menyebabkan "kematian potensi" menurut pandangan Sartre.

Demikian juga dengan pandangan Sartre yang kontroversial tentang hubungan seksual, dia menganggapnya sebagai bentuk penipuan terhadap diri sendiri. Ini adalah konsekuensi logis dari keyakinannya bahwa kebebasan individu adalah mutlak. Oleh karena itu, Sartre menempatkan masalah hubungan seksual dalam konteks "persaingan penyalahgunaan kebebasan" yang menyebabkan "kematian potensi" menurut pandangan Sartre.

Demikian juga dengan pandangan Sartre yang kontroversial tentang hubungan seksual, dia menganggapnya sebagai bentuk penipuan terhadap diri sendiri. Ini adalah konsekuensi logis dari keyakinannya bahwa kebebasan individu adalah mutlak. Oleh karena itu, Sartre menempatkan masalah hubungan seksual dalam konteks "persaingan penyalahgunaan kebebasan" yang menyebabkan "kematian potensi" menurut pandangan Sartre.

Dalam konteks hubungan seksual, seseorang memberikan dirinya sepenuhnya kepada pasangan, sehingga eksistensinya terjebak dalam pandangan dan ucapan pasangan yang menguasainya. 

Dalam proses ini, individu menemukan identitasnya melalui perspektif yang diberikan oleh pasangan tersebut. Namun, penyerahan diri kepada pihak yang menguasai tidak dapat membenarkan eksistensi individu. Namun, tidak selamanya hal ini berlaku, karena dalam hubungan tersebut, individu yang disadari keberadaannya dapat menjadi subjek yang memiliki pandangan yang melampaui pasangannya, sehingga mereka juga ingin membenarkan eksistensinya (Muzairi, 2002).

Dalam bukunya "Seks dan Revolusi" (Sartre, 2019), dijelaskan bahwa hubungan antara seks dan sadisme merupakan dua hal yang berdampingan. Sartre menyatakan bahwa sadisme sebenarnya ada dalam hasrat itu sendiri, sebagai hasil dari kegagalan hasrat untuk memperoleh tubuh orang lain. Ketika hasrat itu membawa tubuh orang lain ke dalam perwujudan melalui dirinya sendiri, individu memutuskan untuk membalikkan proses ini. 

Dengan demikian, individu melampaui batas tubuhnya sendiri menuju kemungkinan-kemungkinan tubuh yang berbeda sebelumnya, dan ini mengarah pada perilaku sadisme. 

Dalam konteks ini, sadisme dan masokisme (kenikmatan dalam disiksa) menjadi dua tempat di mana hasrat bisa tenggelam. Individu mungkin melampaui kekacauan situasi untuk mengambil kendali atas tubuh fisik orang lain, atau mereka mungkin terbuai oleh kekacauan dalam diri sendiri, sehingga mereka tidak lagi memperhatikan apa pun kecuali tubuh fisik mereka sendiri dan tidak mempertimbangkan orang lain, kecuali sebagai objek yang membantu mereka menyadari tubuh fisik mereka sendiri.

Salah satu poin yang jelas dalam pernyataan Sartre adalah bahwa ia dengan tegas menekankan bahwa eksistensialisme adalah konsep pemahaman yang menempatkan eksistensi manusia sebagai prinsip utama (Sartre, 2019), ia menjelaskan bahwa di balik istilah cinta, terdapat suatu sosok yang mendasar. Bagi sebagian besar ahli psikologi, hasrat dianggap sebagai kenyataan dalam kesadaran manusia. Oleh karena itu, filsafat eksistensial tidak memberikan penekanan yang signifikan pada seksualitas.

Simpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun