Menurut Sartre, ini menciptakan perasaan muak dalam cinta yang tumbuh di dalam jiwa manusia sebagai bentuk ekspresi kemanusiaan dalam mencintai seseorang sambil tetap mempertahankan kemerdekaannya sendiri.Â
Namun, dalam prakteknya, seseorang mungkin tidak berani memberikan kemerdekaan sepenuhnya kepada pasangannya dan malah melakukan pengawasan yang berlebihan (overprotected) dan berselingkuh dengan orang lain yang pada dasarnya menjadi godaan dan melanggar komitmen awal untuk saling berikat dalam janji suci. Ini adalah topeng berbulu serigala yang mencoba menarik orang lain ke dalam pelukannya dengan menggunakan bahasa-bahasa romantis yang lucu (Sultani, 2021).
Manusia secara inheren hidup di tengah-tengah dunia bersama orang lain, dan ini adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Dalam kehidupannya, manusia mengalami cinta. Sartre melihat cinta dalam hubungannya dengan ontologi kebebasan manusia. Sartre menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengalami cinta.Â
Namun, dia kemudian mengemukakan pandangan bahwa cinta sebenarnya adalah penipuan terhadap diri sendiri. Cinta merupakan penipuan diri karena merupakan strategi yang licik untuk secara halus mendominasi kebebasan orang lain, suatu tipuan yang tersembunyi.Â
Pesimisme Sartre berasal dari pandangannya bahwa "The other is hidden death of my possibilities in so far as I live that death as hidden in the midst of the world" (orang lain adalah kematian tersembunyi dari potensi-potensi saya karena saya hidup kematian tersebut tersembunyi di tengah dunia).Â
Cinta tidak akan puas hanya dengan kesepakatan dari pihak lain. Cinta menginginkan kepemilikan atas seluruh diri seseorang, bukan hanya motivasi semata. Pemikiran ini berkaitan dengan keinginan memiliki kebebasan, atau "he wants to possess a freedom as freedom" (ia ingin memiliki kebebasan sebagai kebebasan) (Muzairi, 2002).
Cinta yang ideal menurut Sartre dianggap tidak mungkin karena kehadiran orang lain dapat mengancam eksistensi seseorang. Bagi Sartre, cinta tidak dapat ada jika konflik menjadi inti hubungan antar manusia.Â
Sartre berpendapat bahwa "He is... other people" (Ia adalah... orang lain) dan menurutnya hal ini merupakan sesuatu yang merugikan potensi-potensi seseorang. Sartre melihat cinta hanya sebagai konflik, argumennya didasarkan pada pandangan bahwa manusia atau orang lain adalah neraka bagi dirinya.Â
Neraka dalam konteks ini merujuk pada situasi ketika orang lain melihat dirinya sebagai objek, yang menghalangi eksistensinya dan membuatnya kehilangan kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkannya. Hal yang sama berlaku dalam cinta, menurut Sartre, ketika mencintai seseorang, seseorang menjadi objek bagi orang yang dicintainya, dan sebaliknya, yang menyebabkan kehilangan kebebasan karena berada dalam dunia orang lain (Muzairi, 2002).
Demikian pula dengan orang yang sedang mengalami jatuh cinta, mereka selalu menginginkan persatuan yang sempurna. Mereka selalu merindukan kebersamaan dengan pasangan mereka, tak peduli kapan dan di mana. Tidak ada waktu yang ingin mereka habiskan terpisah satu sama lain. Mereka bersikeras untuk tidak membiarkan apa pun menghalangi hubungan mereka, bahkan dengan usaha yang keras.Â
Orang-orang yang jatuh cinta terjebak dalam keinginan yang kuat untuk bersatu sepenuhnya, meskipun hal ini tidak mungkin terjadi. Seolah-olah mereka ingin menjadi satu dengan pasangan mereka, untuk menyatukan seluruh diri mereka dengan pasangan yang mencintai.