Mohon tunggu...
RIZAL MUSTOFA PANGESTU
RIZAL MUSTOFA PANGESTU Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Program studi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said

Olahraga, konten olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asuransi Syariah, Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam

7 Maret 2023   09:55 Diperbarui: 7 Maret 2023   10:26 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul = ASURANSI SYARI'AH tinjauian Asas-asas hukum islam

Penulis = Kuat Ismanto, S. H. I., M. Ag.

Penerbit = PUSTAKA PELAJAR

Desain Cover = Haetamy el Jaid

Terbit = Yogyakarta

Pengertian asuransi adalah akad yang mewajibkan perusahaan asuransi (muammun) untuk memberikan sejumlah harta kepada nasabah/nasabah (muammun) sebagai akibat dari akad tersebut, baik sebagai ganti rugi, gaji maupun ganti rugi barang. Bentuk apabila terjadi musibah atau kecelakaan atau bahaya yang terbukti dalam suatu akad (bisnis) atas uang (pembayaran) yang dibayarkan secara rutin dan teratur atau secara tunai oleh nasabah/nasabah (muammun) kepada perusahaan asuransi (muammin) seumur hidup.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa asuransi adalah suatu cara memberikan santunan kepada mereka yang terkena bencana yang dananya diambil dari iuran semua tertanggung.

Asuransi masih diperdebatkan di kalangan ulama jika dilihat dari perspektif hukum Islam. Mengingat masalah asuransi ini telah disosialisasikan di Indonesia dan diperkirakan banyak menimpa umat Islam, maka masalah ini juga harus dilihat dari perspektif hukum Islam.

Ada beberapa pandangan atau pendapat tentang klaim tentang Fiqh Muamalah. Perbedaan yang paling terlihat adalah tiga kali lipat, yaitu

1.Asuransi haram dalam segala bentuknya, termasuk asuransi jiwa.

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (Mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muthi (Mufti Mesir).

2.Asuransi tradisional diperbolehkan

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd Wahab Khalaf, Mustofa Akhmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam, Fakultas Syariah, Universitas Suriah), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam, Universitas Kairo, Mesir) dan Abd. Rakhman Isa (Pengarang al-muamallha al-Haditsah wa Ahkamula)

3.Jaminan sosial diperbolehkan dan kegiatan komersial dilarang

Pendapat ketiga ini diamini oleh Muhammad Abdu Zahra (Profesor Hukum Islam Universitas Kairo).

Konsep asuransi tradisional

A.Memahami asuransi tradisional

Definisi resmi asuransi terdapat dalam pasal 246 KUHD, yang berbunyi:

Asuransi atau asuransi adalah kontrak dimana tertanggung membayar premi kepada tertanggung untuk mengkompensasi kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

Bentuk pertanggungan hukum di Indonesia diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Bab IV Pasal 7 yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut:

1. Perusahaan perasuransian hanya dapat diselenggarakan oleh badan hukum yang berbadan hukum; perseroan terbatas, koperasi dan usaha patungan (timbal balik)

2. Terlepas dari penerapan ketentuan ayat 1, konsultasi akuarium dan pialang asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perseorangan.

3. Ketentuan mengenai usaha patungan (usaha asuransi mutual) diatur lebih rinci dengan undang-undang

B. Risiko sebagai obyek asuransi

Hubungan antara risiko dan asuransi sangat erat. Dalam asuransi, "risiko" selalu digunakan dalam pengertian pesimistis

Jadi resiko tidak mungkin jika kita berbicara asuransi tanpa membicarakan resiko karena resiko adalah inti dari asuransi. Salah satu cara umum untuk menghadapi risiko adalah dengan mengalihkan atau mengalihkannya kepada pihak lain yang bersedia menerimanya.

Subyek adalah lawan kata dari subyek, artinya subyek akad adalah unsur yang berfungsi secara aktif, sehingga subyek akad dapat diartikan sebaliknya sebagai hal yang diurus oleh subyek. Namun, tujuannya sangat penting untuk kesimpulan kontrak.

Dalam hubungan hukum kontraktual, objek adalah hal-hal yang mengikat kreditur (kreditur) atau penerima manfaat (debitur). Jika hubungan hukum yang terkait dengan akad ini mengacu pada suatu objek, misalnya jual beli, sewa, hipotek, dan lain-lain, maka objek dari berbagai akad tersebut adalah objek fisik. Kondisi risiko yang digunakan sebagai target asuransi antara lain

1.Kelayakan finansial kerugian

2.Penentuan Kerugian

3.Kemungkinan Kerugian

4.Massa dan homogenitas

5.Risiko non-bencana

B.Jenis, bentuk dan jenis asuransi

Jenis asuransi

Dalam Bagian 3 Bab III UU. No.2 tahun 1992 menjelaskan tentang jenis-jenis industri perasuransian di Indonesia. Artikel tersebut menjelaskan mis

a) Asuransi kerugian jiwa, yaitu kontrak asuransi yang memberikan jasa untuk mengatasi tanggung jawab kerugian dan kerusakan serta tanggung jawab hukum akibat peristiwa yang tidak pasti.

B. Asuransi jiwa, yaitu kontrak asuransi yang memberikan jasa yang berkaitan dengan hidup atau meninggalnya tertanggung

C. Reasuransi, yaitu kontrak asuransi yang memberikan jasa dan menanggung risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi non-jiwa di perusahaan asuransi jiwa. 

Kontrak asuransi

Kontrak asuransi adalah kontrak dengan syarat khusus dan unik yang berbeda dengan kontrak pada umumnya. Keunikan ini didasarkan pada kenyataan bahwa suatu kontrak asuransi juga harus memenuhi asas-asas atau asas-asas tertentu di samping syarat sahnya kontrak, jika hal ini dapat tercermin dari jenis dan spesifikasi kontrak.

B.Pentingnya Asuransi

Dalam bahasa Arab, jaminan disebut At-ta'min, yang berasal dari kata amana, artinya perlindungan, kedamaian, keamanan, dan kebebasan dari rasa takut.

C.Ketidaksepakatan penyelidik tentang hak atas asuransi

Ada beberapa pandangan atau pendapat tentang afirmasi dalam Fiqh Islam. Perbedaan yang paling terlihat adalah dibagi tiga

1.Pendapat Pertama:Melarang

2.Pendapat yang berbeda:Mengizinkan

3.Pendapat Ketiga:Jaminan sosial diperbolehkan dan bisnis adalah haram

KESIMPULAN

Berdasarkan topik dan juga uraian sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

* Asas hukum asuransi berupa asas manfaat asuransi; prinsip itikad baik. Prinsip imbalan; dan asas eksklusi, merupakan asas yang harus dipatuhi dalam berasuransi. Karena validitas kontrak asuransi tidak hanya memenuhi persyaratan validitas kontrak menurut 1320 BGB, yang memiliki bentuk kontrak antara para pihak; kemampuan untuk membuat komitmen; alasan faktual dan hukum tertentu, tetapi prinsip-prinsip hukum ini juga harus diperhatikan. Ahli asuransi sepakat bahwa pelanggaran mereka akan membatalkan kontrak asuransi (kontrak ilegal) dan salah para pihak. * Asuransi, meskipun baru dalam Mu'amalah, bukanlah praktik yang dilarang karena keberadaannya tidak dilarang. Juga, tidak semua praktik bisnis baru dilarang dalam Islam, selama tidak bertentangan dengan hukum Syariah dan berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa keberadaan asas hukum asuransi tidak bertentangan dengan hukum Islam. Prinsip-prinsip ini ditetapkan sebagai syarat efektifnya kontrak dan mengandung prinsip-prinsip non-kontraktual (mulghah) yang diakui. Keberadaannya semata-mata memperkuat tujuan dari kontrak asuransi yang telah disepakati. Di satu sisi hadir sebagai alat untuk menghilangkan praktik-praktik bisnis yang dilarang dalam Islam seperti perjudian, gharar, penipuan, riba, dll.

* Sebagai gambaran prinsip hukum asuransi praktis, prinsip manfaat asuransi memegang peranan penting dalam praktik asuransi. Prinsip ini dirancang untuk menghilangkan unsur pertaruhan dan perjudian jika pemegang polis memenuhi polis. Itu tidak akan divalidasi jika seseorang mengeluarkan kebijakan yang tidak memiliki kepentingan. Ada pendapat bahwa ketiadaan prinsip ini tidak penting, tetapi menurut penulis pendapat ini tidak rasional. Penulis setuju bahwa prinsip ini harus dipertahankan. Dari sudut pandang Islam, prinsip ini berarti membantu partai politik untuk tidak bermotif judi, karena judi dilarang dalam Islam. Asuransi murni terhadap unsur perjudian di bawah prinsip ini berarti telah melindungi properti terhadap ilegalitas Perlindungan harta tersebut sesuai dengan tujuan hukum Islam, yaitu perlindungan harta (hifdz al-mal).

* Asas itikad baik menegaskan bahwa tertanggung berkewajiban untuk menjelaskan segala sesuatu yang diketahuinya tentang obyek yang dipertanggungkan. Oleh karena itu, elemen terpenting dari prinsip ini adalah kejujuran. Jika demikian, maka lawan praktisnya adalah ketidakjujuran (berbohong) dan curang. Dalam hukum kontrak Barat, penipuan diklasifikasikan dalam kehendak bebas (Wilsgebreken). Islam melarang kedua penyalahgunaan komersial ini dalam kontrak Islam. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits tentang urusan Nabi Muhammad. Berbohong dan curang dalam kontrak Islam, seperti dalam hukum kontrak Barat, keduanya dapat merugikan kehendak para pihak, menjadikan wasiat mereka tidak sah. Dalam konteks hukum akad Islam, termasuk dalam kategori kesalahan yang disengaja ('uyub al-iradah) dan kesalahan yang disengaja (yub ar rida). Jika akad Islam masih mengandung unsur ini, maka memberikan hak suara (iyar) kepada para pihak. Dari sini dapat disimpulkan bahwa prinsip kontrak asuransi ini sangat penting dari sudut pandang hukum Islam dan tidak bertentangan dengan peraturan Syariah. * Asas ganti rugi erat kaitannya dengan asas manfaat asuransi karena unsur perjudian dihilangkan. Santunan adalah pembayaran ganti rugi asuransi yang tidak melebihi kerugian yang ditimbulkan, dalam asuransi umum dan dalam asuransi jiwa, pembayaran sesuai dengan kontrak. Tidak ada pemotongan, oleh karena itu tertanggung mengambil keuntungan secara sepihak, artinya asas ini secara melawan hukum (salah) menjauhkan tertanggung dari harta orang lain sebagaimana tercantum dalam surat an-Nisa ayat 29.

* Dari sudut pandang Islam, ada dua hal penting tentang prinsip eksklusi ini. Pertama, pengalihan hak pemilik untuk menuntut ganti rugi dari pihak ketiga atas hilangnya harta benda yang dipertanggungkan. Hak penanggung berupa ganti rugi yang harus dibayar akibat perbuatan pihak ketiga yang merugikan tertanggung. Perpindahan hak tersebut dalam Muamalah Islam didasarkan pada praktek hiwala, yaitu. Pengalihan pembayaran ganti rugi yang dianggap utang dari pihak ketiga (penyebab musnahnya objek pertanggungan) kepada perusahaan asuransi. Kedua, mencegah pemilik melakukan double charging baik penanggung maupun pihak lain yang menyebabkan kerusakan barang yang diasuransikan. Artinya, prinsip eksklusi mencegah penanggung untuk memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Praktek-praktek seperti itu berarti pemborosan harta milik orang lain dan dalam Islam Muamalah hukumnya haram. Oleh karena itu, asas ini tidak termasuk hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun