Mohon tunggu...
rizal malaka
rizal malaka Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bisma Rizal

Seorang ingin mecoba merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Cara Terbaik Prabowo-Sandi Tangkal Proxy War

8 Maret 2019   16:47 Diperbarui: 8 Maret 2019   17:54 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa kalangan baik sipil dan militer membicarakan bahaya proxy war atau perang pemikiran. Namun sayangnya, semua itu membicarakan potensi bahayanya saja tidak memberikan solusi apa yang harus dilakukan bangsa Indonesia dalam menghadapi perang tersebut.

Membangun Peradaban

1b5dbd7cd02414656bb1f65a4459a35f-400x250-5c823b15677ffb70b6104c42.png
1b5dbd7cd02414656bb1f65a4459a35f-400x250-5c823b15677ffb70b6104c42.png
gambar: Merahputih.com

Di acara diskusi "Tokoh Bicara 98" di AD Primer, Budayawan Ridwan Saidi menyebutkan, saat ini calon Presiden RI nomor urut 02 Prabowo Subianto harus bisa meyakinkan rakyat untuk membangun peradaban. "Dari peradaban itulah kita akan melakukan pembangunan," ungkap Ridwan.

Dalam lintasan perjalanan sejarah bangsa Indonesia memang, negeri ini dibangun dengan konsepsi lain daripada negera lainnya.

Artinya, negeri ini memiliki keunikan sendiri, yakni dibangun dari Bangsa terlebih dahulu baru kemudian negara ditetapkan.

Bangsa dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1928 ketika Sumpah Pemuda di deklarasikan. Lalu pada 18 Agustus 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditetapkan. Dengan disahkannya UUD 1945 naskah asli.

Padahal, pada tahun 1928, berbagai peristiwa telah terjadi. Sebut saja Revolusi Bolshevik pada 7 November 1917 atau 25 Oktober menurut kalender Rusia lama.

Lalu Revolusi Perancis pada 1789--1799  dan terbentuknya Negara Amerika Serikat pada 4 Juli 1776.

Ketiga peristiwa ini menunjukan, adanya permintaan perubahan peradaban dari kepemimpinan Bangsawan bersama para Cendikiawan dan Agamawan menjadi kepemimpinan Kekuatan Politik.

Inilah yang kita kenal dengan peradaban Demokrasi atau Modern Filosofi. Dengan ciri yang sangat jelas yakni, Negara Dahulu Lahir baru Bangsa Ditetapkan.

Tentunya peradaban Demokrasi sangatlah berbeda dengan Peradaban yang ingin dibentuk oleh para Pendiri Bangsa kita. Karena pendiri Bangsa Kita membangun sebuah antitesa dari konsep Demokrasi yakni, Kebangsaan atau Post Modern Filosofi.

Inilah konsep yang harus diketahui oleh Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam membangun Peradaban. Jangan sampai Prabowo dan Sandi malah memperkuat Modern Filosofi yang jelas-jelas adalah Proxy War dari Bangsa ini.

Proxy War Di NKRI

Dalam bukunya Proxy Warfare, ilmuwan asal Universitas Nottingham, Andrew Mumford membuat definisi Proxy War yakni, kepanjangan tangan dari suatu negara yang berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya, lewat cara menghindari keterlibatan langsung.

Sebagaimana tulisan Ruli Mustafa dalam link https://www.kompasiana.com/rulimustafa/5a264835756db50f6829c1a2/memahami-proxy-war

Namun, jauh sebelum Mumford menulis buku pada 2013, Indonesia sudah terserang Proxy War pada 27 Desember 1949 dengan ditetapkannya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Yang kemudian sempurna menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 pada 17 Agustus 1950.

Ciri-ciri Proxy War paling tampak sekali adalah ditetapkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang seharusnya menjadi Negara Kebangsaan sebagaimana yang tertulis dalam Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi) menjadi Negara Demokrasi.

Hal itu berhasil ditangkal oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yakni, Kembali Ke UUD 1945.

Bung Karno sendiri dalam pidatonya "Penemuan Kembali Revolusi Kita" bahwa penerapan UUDS 1950 adalah kompromi kaum-kaum non revolusioner. Diantaranya, Kaum Belandis. Yakni, kaum yang lebih mendahulukan literatur Barat ketimbang menggali literatur bangsanya.

Lalu, Kaum Reformasi yakni, kaum yang mengganti atau merubah tatanan berbangsa dan bernegara.

Dan terakhir kata Bung Karno, Kaum Kompromis yakni, kaum-kaum yang mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya ketimbang Kepenting Bangsa dan Negara.

Ketiga kaum inilah yang menjadi penghubung Negara-negara yang ingin Indonesia tidaklah merdeka.

Keberadaan kaum-kaum ini sifatnya Aksioma atau pasti selalu ada. Terbukti, ketika kepemimpinan Soekarno berganti ke Soeharto bangunan NKRI tidak dapat berdiri tegak.

Malahan pada tahun 2002, empat tahun setelah Soeharto turun dari jabatannya. Keberadaan UUDS 1950 menjadi sempurna dengan nama UUD 1945 Amandemen.

Disinilah, tantangan Prabowo-Sandi dalam menghadapi Proxy War yakni, menyeleksi dan mentracing siapakah di bangsa ini yang masuk ke dalam tiga golongan tersebut.

China dan Amerika Pernah Bekerjasama

Ketika Soekarno memimpin bangsa ini dengan UUD 1945 naskah asli, terdapat konspirasi dunia yang dimulai dari China, Amerika Serikat, dan Belanda.

Konspirasi ini, bertujuan dua hal; menjatuhkan Soekarno dan memiskinkan rakyatnya. Mengapa harus memiskinkan rakyatnya? Sebab jika hanya menjatuhkan Soekarno saja maka akan lahir Soekarno-Soekarno yang lain. Jika rakyatnya telah miskin tentu akan menjadi rakyat yang enggan berpikir.

Alasan konspirasi ini terjadi, sederhana saja, untuk China adalah PP 10 Tahun 1959, sebetulnya ini adalah manuver Soekarno agar Presiden China saat itu merubah konstitusinya, yang kabarnya berisi sebagai berikut; "Setetes Darah China maka Ia adalah China."

Sehingga tidak heran pada 1960, ada 102.196 orang asing Tionghoa meninggalkan Indonesia.

Sedangkan Amerika Serikat terganggu hegomoninya ketika Soekarno membangun Konferensi Asia Afrika. 

Lalu Belanda, menuntut kepada Pemerintahan Indonesia menanggung pembayaran utang pemerintah sebesar 1,13 miliar dolar AS. 

Sebagai hasil perjanjian penerapan UUDS RIS sebagaimana pada 24 Oktober 1949 dalam otobiografi Mohamad Roem berjudul Karier Politik dan Perjuangannya 1924-1968, 2002.

Para Delegasi Republik sepakat akan  mengambil-alih utang Belanda. Namun belakangan Bung Karno tidak sepakat dengan hal itu. 

Lalu bagaimana dengan hari ini? Beberapa kalangan menilai sekarang China dan Amerika Serikat bertarung dalam Perang Dagang. Bahkan, Dosen Fakultas Ilmu Sosial UKI, Angel Damayanti di opini Kompas Cetak beberapa waktu lalu, menyebutkan, Hegomoni Amerika dan Eropa terganggu dengan jalur sutra baru China.

Namun pada Rabu 15 Desember 2010, Wikileaks sebagaimana yang diberitakan VOA Islam pernah membongkar pertemuan pertemuan Kemlu China dan AS. Dalam kawat disebutkan China berencana untuk membuat umat Muslim Indonesia menjadi sekuler.

Pertemuan itu terjadi pada 5 Maret 2007 dengan kode referensi Beijing 1448. Yang hadir adalah Wakil Kemenlu China Cui Tiankai dan Dirjen Urusan Asia Kemlu China Hu Zhengyue, dengan pejabat Kemlu AS Eric John.

Pertemuan mereka untuk membahas sejumlah negara Asean. Indonesia termasuk mendapat porsi utama. John bertanya pada Hu, bagaimana pemerintah China melihat pemerintah Indonesia yang sekarang.

Menurut Hu, China memantau betapa ada peningkatan gesekan antar etnis dan agama di Indonesia. Pemerintah China pun ingin mendorong sekularisasi muslim di Indonesia.

"Beijing ingin mempromosikan Islam sekuler di Indonesia," kata Hu kepada John.

Bagaimana cara Beijing menyekulerkan muslim di Tanah Air? Menurut Hu, hal itu dilakukan dengan mendorong interaksi muslim Indonesia dengan muslim China. Dengan demikian, muslim Indonesia bisa tertular sifat muslim yang di China memang sekuler karena kontrol ketat pemerintah Komunis.

Namun apakah itu benar atau tidak? Tentu butuh pendalaman lebih lanjut.

Berpegang Pada Fakta Integritas Ijtima Ulama

Dalam deklarasi Dukungan Ikatan Masyarakat Karo, Petinggi Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban menyebutkan, Prabowo harus dapat mempersatukan Bangsa dan cara yang paling benar adalah konsisten terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Pernyataan ini pun dipertegas oleh Putri dan sekaligus pimpinan Yayasan Bung Karno, Rachmawati Soekarno Putri menyebutkan, bahwa Prabowo harus mengembalikan UUD 1945 naskah asli yang disahkan pada 18 Agustus 1945.

Sebetulnya, pernyataan ini sesuai dengan point pertama 17 Fakta Integritas Ijtima Ulama. "Menjalankan Pancasila dan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen."

Langkah ini pun semakin mudah dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2014 dengan nomor 100/PUU-XI/2013.

Apakah Prabowo-Sandi mampu? Insya Allah jika kita terus memberikan dukung dan doa tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun