Indonesia adalah negara kepulauan, yang terdiri dari 17.512 pulau diantaraya ada 5 pulau besar dan ribuan pulau kecil yang di huni oleh berbagai suku antara lain Jawa,Sunda,Batak,Padang,Bugis,Ambon,Irian dan masih banyak suku yang lainnya untuk menempatkan daerah masing-masing.
Untuk itulah kami sangat bangga sebagai rakyat Indonesia kami bisa saling dapat hidup berdampingan dengan aman dan tenang walaupun kami berbeda daerah tempat tinggal, yang berarti kami berbeda suku, bahasa pun juga berbeda dalam menganut agama/kepercayaan.
Sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak suku ,bahasa, dan agama namun kami dipersatukan oleh pancasila sebagai pendoman bagi rakyat Indonesia dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu dalam kesatuan negara Indonesia.
Untuk itulah kami sebagai rakyat Indonesia sangat mengayomi dasar negara Indonesia. Kelima sila yang terdapat dipancasila tersebut memberikan jaminan kepada kami untuk selalu hidup rukun aman dan tentram di bumi Indonesia tercinta ini.
Ditunjang dengan peraturan-peraturan daerah, hukum negara,hukum agama dan perundang-undangan yang memikat kami sebagai warga negara agar tetap hidup rukun.
Untuk perbedaan beragama/kepercayaan kepada kami rakyat Indonesia di persatukan oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, perundang-undangan dan hukum, yang menjamin dan memberikan kebebasan kepada kami rakyat Indonesia dalam memeluk agama yang kami anut, peraturan hukum tersebut mengikat kami selaku masyarakat yang beragama di Indonesia ,kami saling menghormati, oleh karena itu kami sesama warga negara memiliki toleransi yang sangat tinggi kepada saudara-saudara kami yang berbeda agama.
Karena kami sangat sadari sedikit kesalahan ucap perkataan atau perbuatan yang akan melukai perasaan hati saudara kami yang tak seiman dengan kami, akan menyakiti perasaan dan menciderai perasaan keimanan saudara kami yang tak seiman dengan kami tersebut, hal ini pasti akan berdampak buruk dan memecah belah persatuan kehidupan rakyat Indonesia.
Kerukunan merupakan hal penting buat kita semua di tengah-tengah perbedaan. Perbedaan yang ada tidak menjadi hambatan untuk hidup rukun antar umat beragama. Kerukunan harus bersifat Dinamis ,Humanis Demokratis. Dinamis yang dimaksud adalah semangat untuk mengembangkan sikap kerukunan.
Berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Mengutamakan persamaan hak ,kewajiban,dan perlakuan bagi semua warga negara agar kerukunan beragama dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak merugikan kalangan manapun.
Karena, semua Agama mengajarkan kedamaian kerukunan terhadap agama lain agar kehidupan didunia ini tentram. Di Indonesia terdapat 6 agama yang di akui oleh negara yakni Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budhha, Kong Hu Chu (konfusius). Oleh karena itu, masing-masing agama harus mengajarkan toleransi yang tinggi agar mendapat kerukunan yang tidak saling menjatuhkan antara umat beragama.
Dalam keragaman inilah diperlukan toleransi bagi semua rakyat Indonesia tersebut. Toleransi adalah sikap yang saling menghargai kelompok-kelompok atau antara individu dalam masyarakat atau ruang lingkup lainnya.
Toleransi yakni suatu perbuatan yang melarang terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam masyarakat. Toleransi ini bisa terlihat jelas pada agama,toleransi agama sering kali kita jumpai di masyarakat. Adanya toleransi agama menimbulkan sikap saling menghormati masing-masing pemeluk agama lainnya.
Toleransi antar umat beragama yaitu menyakini bahwa agamaku adalah agamaku dan agamamu adalah agamamu tetapi disini harus saling respect / menghargai agama orang lain dan tidak boleh memaksakan orang lain untuk menganut agama kami. Serta kami tidak diperbolehkan untuk menjatuhkan, mengejek-ngejek dan mencela agama orang lain dengan alas an apapun karena sejatinya kita adalah sama-sama manusia yang hidup berdampingan.
Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama.
Ini adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi masyarakat di Indonesia. Terdapat beberapa hal yang dapat menimbulkan konflik seperti konflik internal dari umat agamanya sendiri maupun konflik antar agama.
Penyebab konflik internal umat beragama seperti:
1.Perilaku yang menodai atau menyimpang dari agama
Perilaku keagamaan yang menyimpang ialah suatu bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma agama yang dianut oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat. Norma keagamaan merupakan salah satu bentuk norma yang menjadi tolok ukur tingkah laku keagamaan seseorang, kelompok atau masyarakat yang mendasarkan nilai-nilai luhurnya pada ajaran agama.
Sebagai contoh, disetiap agama mengajarkan kebaikan dan perdamaian. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan pertengkaran. Tetapi kenyataannya dalam berbagai lapisan masyarakat, yang berpendidikan tinggi maupun rendah, yang kaya ataupun miskin, yang mengakui memiliki tingkat keimanan kepada tuhannya tinggi tetap melakukan perilaku yang dapat menimbulkan pertengkaran baik sesama agamanya maupun berlainan. Sebagian orang hanya dapat memahami tetapi tidak melakukan hal yang diperintahkan oleh agamanya.
2.Munculnya Ajaran Sesat dan Radikalisme
Radikalisme dari sudut pandang keagamaan dapat di artikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut paham/aliran tersebut tersebut menggunakan kekerasan untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan diyakininya. ketika terjadi kesalah pahaman dalam agama menimbulkan gerakan radikal.
Kebiasaan stigma Radikalisme, suatu kelompok akan menuduh kelompak lain sebagai kelompak radikal,belum ada standar yang jelas dalam penilaian kapan suatu kelompok atau pribadi tertentu disebut sebagai orang atau kelompok yang berpaham radikal.
Suatu kelompok yang berpaham radikal bercirikan dimana kelompok yang memeluk suatu agama yang kurang memahami isi ajaran agama tersebut tetapi sikapnya merasa paling paham dan benar soal agamanya dan berusaha keras bahkan terkesan memaksa untuk mengajak pihak lain masuk pada kelompoknya.
Dalam berbagai kesempatan mereka menyalahkan agama lain dengan menyebut pemahaman keagamaan di luar mereka sebagai pemahaman ajaran agamanya yang tidak asli dan banyak yang dibuat buat oleh mereka sendiri. Umumnya mereka yang menganut fenomena tersebut cenderung mengikuti doktrin dari satu pihak saja sehingga mereka terperangkap dalam pemikiran yang ekstrim dan tidak terbuka.
Mereka tidak memahami ajaran agamanya secara benar dan tidak mengerti intisari dari ajaran agama yg dipercayai nya. Ideologi radikal yang di dasari keyakinan keagamaan itu awalnya hanya sebagai gerakan sosial tetapi kemudian menjadi gerakan politik.
Radikalisme di sebagian besar masyarakat bisa muncul karena banyak hal. Salah satunya karena lemahnya pemahaman agama. Radikalisme ini merupakan sasaran yang tepat bagi orang -orang yang bertujuan menyelewengkan ajaran agama atau mengajarkan paham-paham keagamaan yang sesat. Umat yang imannya lemah mudah tergiur dengan bujukan material untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama.
3. Pemahaman yang liberal, bebas semaunya tanpa mengikuti kaedah yang ada
Liberalisme, adalah sebuah istilah asing yang diambil dari bahasa Inggris, yang berarti kebebasan. Kata ini kembali kepada kata “liberty” dalam bahasa Inggrisnya, atau “liberte” menurut bahasa Perancis, yang bermakna bebas. Setiap individu bebas melakukan perbuatan. Negara tak memiliki hak mengatur.
Perbuatan itu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum sesukanya tanpa adanya batasan.
Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran agamanya.
Sementara itu konflik antar umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama melainkan faktor ekonomi, politik dan sosial yang kemudian diagamakan. Beberapa penyebabnya seperti:
1. Persoalan pendirian rumah ibadah atau cara penyiaran/penyebaran agama yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Pendirian rumah ibadah dan cara penyebaran agama yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku masih tetap menjadi pemicu utama munculnya konflik bernuansa agama di Indonesia. Konflik bernuansa agama tersebut hingga kini sulit diredam karena kurang efektifnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang agama.
Kemudian legalitas peraturan perundang-undangan mengenai agama masih dipersoalkan. Kondisinya diperparah pula oleh kurangnya pemahaman aparatur negara, kurangnya kesadaran tokoh maupun umat beragama terhadap peraturan mengenai pendirian rumah ibadah maupun penyebaran ajaran agama.
Konflik masyarakat bernuansa agama di Indonesia hingga kini masih sering terjadi di berbagai daerah. Baik konflik internal umat beragama,maupun konflik eksternal. Konflik internal umat beragama yang sering terjadi di Indonesia antara lain, pemahaman yang menodai atau menyimpang dari agama.
Kemudian pemahaman yang radikal, menganggap alirannya benar dan orang lain salah serta pemahaman secara liberal yang melaksanakan ajaran agama semaunya, tanpa mengikuti kaedah yang ada. Konflik eksternal antarumat beragama di Indonesia juga masih sulit dibendung, Masalahnya konflik tersebut umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama melainkan faktor ekonomi, politik dan sosial.
Namun nonagama tersebut dikait-kaitkan dengan agama. Konflik eksternal antarumat beragama tersebut antara lain disebabkan, adanya paham radikal disebagian kecil kelompok agama yang hanya mengakui kebenaran agamanya.
Kemudian kurang efektifnya pelaksanaan regulasi baik karena status hukumnya yang masih dipersoalkan, kurangnya pemahaman sebagai aparatur negara atau kurangnya kesadaran tokoh dan umat beragama tentang aturan – aturan pemerintah mengenai agama.
2. Penistaan terhadap agama
Seperti kita lihat peristiwa Pilgub Jakarta kemarin membuat suhu politik memanas, rakyat terbagi-bagi, umat islam yang merupakan pemeluk agama mayoritas di Indonesia merasa terusik dengan perkataan Pak Ahok, mereka langsung menggelar demo dengan beberapa tahap dan akhirnya semua telah terselesaikan dengan beberapa kali sidang dan hukum telah di tegakkan. Namun, ada beberapa pihak yang tidak suka dengan hasil perkara tersebut yang menyebabkan kerukunan semakin longgar.
Dalam kasus pak Ahok ini membuat umat islam di Indonesia menjadi satu dan semakin kuat. Dibuktinya dengan adanya demo yang sampai berulang-ulang kali hanya untuk memasukan pak Ahok kepenjara.
Di dalam semakin kuatnya umat islam di Indonesia tersebar luasnya berita hoax yang akan adanya makar. Untuk mengubah pendoman bangsa Indonesia dari Pancasila ke Agama Islam. Namun, masih banyak orang yang salah paham dengan adanya demo tersebut.
Agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali, marilah kita sesama rakyat Indonesia menjaga baik-baik perkataan atau perbuatan kita kepada saudara yang tak seiman dengan kita. Hendaknya janganlah kita memasuki ranah agama saudara-saudara kita yang tidak seiman dengan kita yang tidak kita fahami, yang mana akibat karena kurang kita fahami membuat mereka merasa tersinggung. Oleh karena itu, seharusnya kita harus memfahami agama kita masing-masing terlebih dahulu
Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, pemerintah pada tanggal 3 Januari 1946 menetapkan berdirinya Departemen Agama RI dengan tugas pokok, yaitu menyelenggarakan sebagian dari tugas umum pemerintah dan pembangunan dalam bidang agama.
Penyelenggaraan tugas pokok Departemen Agama itu ,diantara lain berbentuk bimbingan , pembinaan dan pelayanan terhadap kehidupan beragama, sama sekali tidak mencampuri masalah aqidah dan kehidupan intern masing-masing agama dan pemeluknya.
Namun, pemerinah perlu mengatur kehidupan ekstern mereka, yaitu daam hubungan kenegaraan dan kehidupan antar pemeluk agama lain yang berebda adalam wilayah NKRI. Buku Pedoman Dasar Kehidupan Beragama tahun 1985-1986 Bab IV halaman 49.
Kehidupan beragama di Indonesia secara yuridis mempunyai landasan yang kuat dalam hukum ketatanegaraan ebagai mana tercantum dalam Undang-Undang dasar 1945, pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan berinadah menurut agamanya dan kepercayaan itu.
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama atau bukan negara teokrasi dan bukan pula suatu negara sekularistik.
Pembangunan kehidupan beragama di Indonesia bertujuan agar kehidupan beragama itu selalu menjuju ke arah yang positif dan menghindari serta mengurangi dampak negative yang akan muncul dan merusak kesatuan dan ketentraman masyarakat. Kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan kehidupan beragama,terutama difokuskan pada penyiaran agama dan hubungan antar umat beragama,karena disinyair bahwa penyiaran agama sering memicu ketegangan hubungan beragama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H