Suatu kelompok yang berpaham radikal bercirikan dimana kelompok yang memeluk suatu agama yang kurang memahami isi ajaran agama tersebut tetapi sikapnya merasa paling paham dan benar soal agamanya dan berusaha keras bahkan terkesan memaksa untuk mengajak pihak lain masuk pada kelompoknya.
Dalam berbagai kesempatan mereka menyalahkan agama lain dengan menyebut pemahaman keagamaan di luar mereka sebagai pemahaman ajaran agamanya yang tidak asli dan banyak yang dibuat buat oleh mereka sendiri. Umumnya mereka yang menganut fenomena tersebut cenderung mengikuti doktrin dari satu pihak saja sehingga mereka terperangkap dalam pemikiran yang ekstrim dan tidak terbuka.
Mereka tidak memahami ajaran agamanya secara benar dan tidak mengerti intisari dari ajaran agama yg dipercayai nya. Ideologi radikal yang di dasari keyakinan keagamaan itu awalnya hanya sebagai gerakan sosial tetapi kemudian menjadi gerakan politik.
Radikalisme di sebagian besar masyarakat bisa muncul karena banyak hal. Salah satunya karena lemahnya pemahaman agama. Radikalisme ini merupakan sasaran yang tepat bagi orang -orang yang bertujuan menyelewengkan ajaran agama atau mengajarkan paham-paham keagamaan yang sesat. Umat yang imannya lemah mudah tergiur dengan bujukan material untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama.
3. Pemahaman yang liberal, bebas semaunya tanpa mengikuti kaedah yang ada
Liberalisme, adalah sebuah istilah asing yang diambil dari bahasa Inggris, yang berarti kebebasan. Kata ini kembali kepada kata “liberty” dalam bahasa Inggrisnya, atau “liberte” menurut bahasa Perancis, yang bermakna bebas. Setiap individu bebas melakukan perbuatan. Negara tak memiliki hak mengatur.
Perbuatan itu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum sesukanya tanpa adanya batasan.
Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran agamanya.
Sementara itu konflik antar umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama melainkan faktor ekonomi, politik dan sosial yang kemudian diagamakan. Beberapa penyebabnya seperti:
1. Persoalan pendirian rumah ibadah atau cara penyiaran/penyebaran agama yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Pendirian rumah ibadah dan cara penyebaran agama yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku masih tetap menjadi pemicu utama munculnya konflik bernuansa agama di Indonesia. Konflik bernuansa agama tersebut hingga kini sulit diredam karena kurang efektifnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang agama.