Mohon tunggu...
Rizal Djati Dwisepta
Rizal Djati Dwisepta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Traveller

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Perkembangan Angkutan Kereta Api Wilayah Cilacap pada Era Modernitas

10 Juni 2020   19:08 Diperbarui: 13 Juni 2020   22:37 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 (Sumber foto dari tokdiki.com diakses 01-07-2020)

Pada tahun 2020 ini menjadi sebuah tahun yang penuh rintangan dan perjuangan dengan melewati situasi Pandemi Covid-19 yang terjadi sekarang ini. 

Dengan adanya Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak dari berbagai sektor terutama ekonomi dan pendidikan. Namun, dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat yaitu dampak ekonomi karena adanya pembatasan untuk beraktivitas diluar rumah dan melakukan suatu pekerjaan dengan work from home sehingga segala bentuk kegiatan dilakukan secara online unuk bisa berjalan dengan lancar serta tidak ada interaksi langsung antar warga dalam lingkungan masyarakat. 

Dampak ekonomi yang terlihat di masyarakat saat situasi pandemi ini yaitu berhentinya transportasi umum yang mengangkut masyarakat untuk berpergian baik didalam kota maupun ke luar kota sebagai akibat dari aturan pemerintah untuk dilarang mudik ke kampung halaman dan aturan PSBB yang membatasi aktivitas masyarakat berkegiatan diluar rumah. Menurut Purnawan Basundoro dalam bukunya yang berjudul Arkeologi Transpotasi: Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Keresidenan Banyumas 1830 - 1940an, 

Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam sektor perekonomian karena kegiatan pengangkutan biasanya menjadi bagian tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi. Kegiatan perdagangan, perindustrian, dan pertanian tidak mungkin berjalan dengan baik. Apabila terjadi hambatan dalam sektor transportasi, maka kegiatan pada sektor - sektor ekonomi tersebut akan mengalahi hambatan pula, atau malah macet. Maka dari itu, transportasi angkutan kereta api pada situasi pandemi Covid-19 mengalami hambatan khususnya angkutan penumpang untuk menghantarkan masyarakat ke berbagai tujuan daerah, khususnya wilayah Cilacap Kota yang letaknya berada diujung selatan Jawa Karesidenan Banyumas sehingga jalur kereta api sudah terminus atau tidak ada yang mengubungkan ke wilayah yang lainnya kecuali stasiun Maos dan stasiun Kroya.

Perkembangan Historis Angkutan Kereta Api Wilayah Cilacap

          Sebelum akhir abad ke - 19, seluruh alat transportasi darat di wilayah Karesidenan Banyumas khususnya Cilacap adalah alat transportasi manual atau tradisional yang tidak menggunakan mesin, melainkan menggunakan tenaga hewan atau manusia untuk menjalankannya. Pengangkutan barang dagangan maupun barang - barang lain dari desa ke pasar - pasar pinggiran kota atau pasar dalam kota dilakukan dengan berbagai ragam alat transportasi tradisional. Jaringan komunikasi yang pertama kali dibuat di Kota Cilacap berupa sarana transportasi sungai dari daerah pedalaman Banyumas menuju Cilacap, karena pada masa ini jaringan transportasi darat belum memungkinkan untuk pengangkutan massal. Sarana transportasi tersebut adalah dengan memanfaatkan Sungai Serayu dan membuat sebuah terusan yang menuju ke Pelabuhan Cilacap. Pembangunan terusan sebenarnya telah di mulai sejak tahun 1832, akan tetapi karena mengalami beberapa kendala, baru pada tahun 1836 pembangunan terusan dapat diselesaikan. Pada awal abad ke - 20 transportasi di wilayah Cilacap semakin berkembang dengan dibangunnya trem oleh perusahaan trem swasta milik kolonial Belanda yaitu Serajoedal Stoomtram Maatschappij yang menyambung dari Maos hingga Banjarnegara. Namun, sebelum SDS dibangun pemerintah kolonial Belanda juga membangun jalur rel kereta api dari Yogyakarta hingga Pelabuhan Cilacap oleh perusahaan kereta api Staadsspoor (SS). Pembangunan transportasi trem swasta di Banyumas merupakan salah satu upaya bangsa Eropa untuk membuat jalur distribusi barang - barang mereka, pembangunan jaringan trem tersebut tidak dapat lepas dengan keberadaan pabrik gula. Sebelum jaringan trem dibangun, gula di wilayah Banyumas diangkut ke Pelabuhan Cilacap melalui Sungai Serayu. Sebagai contoh, pada tahun 1890 pabrik gula Klampok mengirim hasil gula produksi pertama sebanyak 1.190 ton melalui Sungai Serayu sampai ke stasiun Maos yang kemudian dilanjutkan dengan kereta api S.S. sampai Pelabuhan Cilacap (Verslag over de Staatspoorwegen in Nederlandsch Indie 1890 (1891). (Purnawan Basundoro: 2008, 63 - 74).

Dengan adanya jalur trem SDS dari Maos - Banjarnegara dan juga jalur kereta api SS dimana kedua jalur tersebut sama - sama mengangkut hasil industri pabrik gula, perkebunan, dan pertanian ataupun mengangkut penumpang yang memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat Karesidenan Banyumas khususnya Cilacap dan sekitarnya. Namun, pada tahun 1933 terjadi krisis dunia yang mulai terasa di Banyumas sehingga mengalami pengurangan volume pengangkutan barang kereta api S.D.S. Apalagi, hampir seluruh pabrik gula di Karesidenan Banyumas menghentikan produksinya atau kalaupun masih berproduksi sangat sedikit karena pasaran gula di luar negeri turun drastis sehingga para pengusaha gula mengubah orientasi pasar mereka. Mereka lebih mem- fokuskan penjualan di dalam negeri. Gula tidak lagi dikirim ke pelabuhan Cilacap, tetapi ke wilayah -- wilayah  pedalaman Banyumas. Terjadinya penurunan penumpang dan pengiriman hasil industri pabrik gula ke Pelabuhan Cilacap membuat trem SDS mengalami pendapatan yang turun dan seiring berjalannya waktu trem SDS operasionalnya berhenti dengan menyesuaikan kondisi pada saat itu aktivitas pengiriman hasil industri pabrik gula sudah tidak menggunakan angkutan trem SDS lagi dan beralih ke transportasi angkutan truk untuk mengirimkan ke wilayah pedalaman desa Banyumas saja serta disisi lain banyak perusahaan pabrik gula yang mengalami gulung tikar karena krisis ekonomi yang melanda wilayah Banyumas dan ekspor ke luar negeri pun juga mengalami penurunan dalam pengirimannya. Sehingga dengan berhentinya trem SDS dimana jalurnya dari Maos hingga Banjarnegara mengalami mati dan hanya tersisa jalur SS di wilayah Cilacap yang menghubungkan Pelabuhan Cilacap hingga Yogyakarta untuk pendistribusian barang hasil industri dari Yogyakarta sekitarnya menuju stasiun Cilacap ataupun wilayah Karesidenan Banyumas yang lainnya seperti Kutoarjo, Kebumen, Gombong, serta Purwokerto dan mengangkut penumpang juga bagi para pedagang di wilayah desa yang terlewati dengan jalur kereta api dan akan hendak berjualan di pusat kota seperti Kebumen, Gombong, Maos, dan Cilacap. 

tjilatjap-history-20200607-133859-0-1-5ee05ea7d541df3df95a1432.jpg
tjilatjap-history-20200607-133859-0-1-5ee05ea7d541df3df95a1432.jpg
 Gambar 2 Jadwal Perjalanan SS dari Maos - Cilacap (Sumber Gambar Instagram Tjilajap History diakses 30-05-2020).

img-20200316-wa0014-1-5ee0611e097f366d284a14c2-5ee08669097f367b153d24c3.jpg
img-20200316-wa0014-1-5ee0611e097f366d284a14c2-5ee08669097f367b153d24c3.jpg
Gambar 3 Suasana stasiun Cilacap pada zaman dahulu dan jalur percabangan menuju pelabuhan Cilacap (Sumber Foto dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Cilacap).

Pasang Surut Angkutan Kereta Api Cilacap Awal Abad ke - 20 Hingga Masa Sekarang

          Pada era modern awal abad ke - 20 jaringan transportasi kereta api di wilayah Cilacap perkembangannnya sudah mulai menurun karena aktivitas pelabuhan Cilacap sebagai tujuan utama pengiriman barang - barang hasil industri pabrik gula Karesidenan Banyumas dan Yogyakarta mengalami penurunan karena krisis ekonomi yang melanda Hindia Belanda sehingga aktivitas transportasi kereta api dari stasiun Cilacap menuju ke beberapa wilayah yang dilalui jalur kereta api SS sampai ke Yogyakarta hanya mengangkut penumpang dan barang saja hingga saat ini. Pada tahun 1957 aktivitas pelabuhan Cilacap sudah tidak seramai pada zaman Hindia Belanda dan Jepang yang melakukan ekspor ke luar negeri sehingga angkutan transportasi barang hanya mengangkut minyak dan pupuk dari pelabuhan Cilacap yang akan dikirim ke berbagai kota di wilayah Karesidenan Banyumas dan sekitarnya hingga Yogyakarta. Dengan menurunnya aktivitas pelabuhan terhadap kegiatan ekspor ke luar negeri, Pemda Cilacap melakukan pemutusan jalur yang ada di pelabuhan dan hingga sekarang ini yang masih aktif hanya satu jalur saja menghubungkan ke stasiun Cilacap untuk angkutan minyak dan pupuk.

Setelah menurunnya aktivitas pelabuhan Cilacap perjalanan angkutan kereta api dari stasiun Cilacap hanya mengangkut angkutan barang saja dan untuk angkutan penumpang dilayani di stasiun Maos yang menguhubungkan jalur kereta api menuju ke arah Bandung dan stasiun Kroya yang menghubungkan dengan jalur menuju ke arah Purwokerto serta Yogyakarta. Pada tahun 1995 Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) Indonesia menambah relasi perjalanan kereta api dari Stasiun Cilacap menuju Stasiun Gambir, Jakarta melewati Kroya, Purwokerto, dan Cirebon. Kereta tersebut bernama Purwojaya dimana sebagai angkutan penumpang pertama di stasiun Cilacap yang melayani relasi jarak jauh setelah puluhan tahun angkutan penumpang dari stasiun Cilacap tidak ada dan hanya bisa dilayani di stasiun Maos dan Kroya. Kereta api purwojaya pada sekarang ini melayani kelas full eksekutif dan pada sebelumnya sejak pertama kalinya berjalan tahun 1995 hingga tahun 2016 terdapat dua kelas yaitu kelas bisnis dan eksekutif, namun dengan meningkatnya permintaan masyarakat PT KAI (Perusahaan kereta api yang sekarang ini setelah Perumka) melakukan peremejaan kelas demi kenyaman para penumpang.

kereta-api-purwojaya-5ee05ef2097f360f555c95f2.jpg
kereta-api-purwojaya-5ee05ef2097f360f555c95f2.jpg
Gambar 4 KA Purwojaya saat menggunakan kelas Bisnis & Eksekutif (Sumber Foto dari Google Images diakses 27-05-2020).

000-0007-jpg-5ee05d97d541df5fb97e5b02.jpg
000-0007-jpg-5ee05d97d541df5fb97e5b02.jpg
Gambar 5 KA Purwojaya menggunakan rangkaian full eksekutif (Sumber Foto Pribadi dari hunting foto KA tahun 2016 lalu).

Menurut Surono, Manajer Humas PT KAI Daop 5 Purwokerto, dengan hanya melayani satu kelas menjadi eksekutif diharapkan pelayanan akan menjadi lebih optimal. Selain pelayanan menjadi lebih optimal, status kereta api kebanggaan Daop 5 Purwokerto ini juga menjadi salah satu KA bendera (flag train). "Saat ini dari tujuh kereta api asal Daop 5 Purwokerto belum ada yang berstatus sebagai KA bendera. Dari tujuh KA yang ada tersebut, terdiri dari dua KA dengan kelas campuran eksekutif dan bisnis, yakni (Purwojaya dan Sawunggalih), dua KA kelas ekonomi komersial (Kutojaya Utara dan Kamandaka), serta tiga KA ekonomi subsidi (PSO) yaitu KA Logawa, Serayu dan Kutojaya Selatan," ujarnya saat di wawancara pada tahun 2016 lalu.(https://www.merdeka.com/peristiwa/mulai-23-februari-ka-purwojaya-menjadi-kereta-eksekutif.html).

Selain KA Purwojaya, pada tahun 1999 stasiun Cilacap menambah relasi perjalanan kereta api menuju ke Jember bernama KA Purbaya. Namun, perjalanan KA Purbaya merupakan Feeder dimana dari stasiun Cilacap menuju stasiun Kroya hanya membawa rangkaian pendek kelas ekonomi hanya 2 - 3 gerbong saja dan setelahnya tiba di stasiun Kroya KA Feeder Purbaya dari stasiun Cilacap dirangkaikan kembali dari KA Purbaya dari arah stasiun Purwokerto. Tahun 2002 KA Purbaya mengalami tragedi kecelakaan yang menimpa kereta tersebut dan kebijakan rasionalisasi yang dibuat oleh PT KA pada bulan Januari 2002 menyebabkan kereta api Purbaya berhenti beroperasi dan berganti nama menjadi KA Logawa karena tidak dapat diandalkan sebagai kereta api ekonomi cepat. Setelah berganti nama, KA Feeder Logawa sendiri dari stasiun Cilacap bertahan cukup lama sekitar 10 tahun dan pada tanggal 1 April tahun 2011 KA Feeder Logawa diberhentikan operasionalnya oleh PT KAI Daop 5 Purwokerto karena kereta tersebut sudah tidak sesuai prosedur angkutan penumpang dengan adanya penerapan kebijakan baru oleh pusat sehingga pada tahun 2011 angkutan kereta api yang mengangkut penumpang langsung dari stasiun Cilacap hanya KA Purwojaya relasi Cilacap - Gambir PP dan masyarakat yang tinggal di wilayah Cilacap Kota ketika akan berpergian menggunakan kereta api harus menuju ke stasiun Maos atau stasiun Kroya dimana kedua stasiun tersebut memiliki relasi perjalanan yang banyak dalam satu harinya baik menuju Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.

Selama 7 tahun masyarakat Cilacap menginginkan penambahan relasi perjalanan kereta api dari stasiun Cilacap menuju Yogyakarta, Solo, dan Surabaya seperti KA Fedeer Logawa kala itu. Sehingga pada tahun 2017 PT KAI meluncurkan kereta api baru yang bernama KA Wijayakusuma dengan relasi Cilacap - Yogyakarta - Solo Balapan PP melayani kelas ekonomi premium full rangkaian, dimana tanggal 26 September 2017 melakukan perjalanan perdana dari stasiun Cilacap yang diresmikan oleh Direktur Utama PT KAI, Edi Sukmoro. Antusias masyarakat dengan adanya kereta api baru menambah pilihan transportasi kereta api untuk berpergian ke Yogyakarta maupun Solo bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Cilacap Kota tanpa harus naik kereta api dari stasiun Maos ataupun stasiun Kroya. KA Wijayakusuma terdiri dari 11 gerbong dengan kapasitas sebanyak 768 tempat duduk dalam sekali perjalanan. Fasilitas yang dipunyai kereta ini, diantaranya air conditioner, reclining seat dan empat televisi pada setiap gerbong. Direktur Utama PT KAI Persero Edi Sukmoro mengatakan, keberadaan KA Wijayakusuma untuk memberikan kemudahan transportasi umum bagi masyarakat, sekaligus untuk mendukung perekonomian masyarakat Cilacap dan sekitarnya.

kereta-5ee05e2a097f365ef04e3082.jpg
kereta-5ee05e2a097f365ef04e3082.jpg
Gambar 6 KA Wijayakusuma kelas ekonomi premium (Sumber Foto Gatra.id diakses 28-05-2020).

Menurut Edi, ini merupakan kereta perdana, dan dimungkinkan jikalau nanti memang penumpang atau peminatnya cukup banyak, akan dipertimbangkan untuk menambah rangkaian. Edi Sukmoro menambahkan, pihaknya sangat berharap kepada Pemerintah Daerah, untuk ikut membantu mempromosikan. Sehingga akan semakin banyak masyarakat yang menggunakan transportasi kereta api. "Karena yang pasti angkutan dengan kereta api ini tidak macet, dan tepat waktu," ujar Edi. Vice President Daop 5 Purwokerto, Dwi Erni Retnowati dalam laporannya mengatakan, nama KA Wijayakusuma dipilih agar tidak asing dengan telinga masyarakat Cilacap. Sehingga semakin menambah keakraban bagi warga yang menggunakan kereta api untuk bepergian. Terhitung mulai tanggal 26 September hingga 26 Desember 2017, lanjut Dwi Erni, KA Wijaya Kusuma menggunakan tarif promo. Untuk relasi Cilacap menuju Yogyakarta (Lempuyangan) dibandrol dengan harga Rp 50 ribu, sedangkan keberangkatan Cilacap menuju solo dengan tarif Rp 70 ribu. Selain itu ada pula tarif spesial untuk rute jarak dekat. Untuk keberangkatan dari Kutoarjo menuju Yogyakarta atau Lempuyangan (pp) dipasang tarif Rp 25 ribu, keberangkatan Kroya menuju Cilacap (pp) dengan tarif Rp 20 ribu, serta dari Yogyakarta menuju Solo (pp) Rp 40 ribu. Bupati Cilacap, Tatto Suwarto Pamuji dalam kesempatan tersebut menyampaikan, terimaksih atas dioperasionalkannya KA Wijayakusuma dari Cilacap menuju ke Yogyakarta-Solo. Kereta ini, menurut Bupati, sudah sangat ditunggu-tunggu masyarakat selama ini. "Diaktifkannya relasi Jogja Solo ini saya yakin akan mendukung daya ungkit perekonomian warga. Ini sudah sangat ditunggu-tunggu warga. Apalagi transportasi menggunakan kereta api ini, menurutnya tidak macet, tepat waktu dan juga murah. Pihaknya juga menghimbau kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi ini, ujar Bupati Cilacap. https://jatengprov.go.id/beritadaerah/pt-kai-luncurkan-ka-wijayakusuma/(di akses hari rabu tanggal 3 Juni 2020 pukul 08.15 WIB).

          Seiring berjalannya waktu dengan pengoperasiannya KA Wijayakusuma selama 2 tahun sampai tahun 2018 kinerja operasional KA Wijayakusuma relasi Cilacap - Yogyakarta - Solo Balapan PP mengalami jeblok karena dalam sehari KA Wijayakusuma 4 kali dalam satu hari dan okupansi penumpangnya kurang dari 50 % perjalanan KA Wijayakusuma dari Yogyakarta - Cilacap jam keberangkatan pukul 09.30 Pagi. Dengan kinerja operasional KA Wijayakusuma yang jauh dari harapan dalam okupansi penumpangnya maka PT KAI melakukan perpanjangan rute KA Wijayakusuma yang semula Cilacap -Yogyakarta - Solo Balapan PP menjadi Cilacap - Surabaya Gubeng - Banyuwangi pada tanggal 1 September 2018 dengan alasan untuk memperluas pelayanan dan mengakomodasi masyarakat Cilacap yang hendak bepergian ke Surabaya, Jember, dan Banyuwangi karena potensi wisata maupun pendidikan di wilayah tersebut cukup tinggi seperti halnya Yogyakarta serta Solo. Selain itu, dengan adanya perpanjangan rute KA Wijayakusuma juga terdapat penambahan kelas yang sebelumnya kelas full ekonomi premium ditambah menjadi kelas eksekutif dan dalam satu rangkaian KA Wijayakusuma membawa 4 gerbong kelas eksekutif, 1 gerbong kereta makan sekaligus pembangkit, kemudian 3 gerbong kelas ekonomi premium difabel. Dalam satu hari KA Wijayakusuma hanya berangkat satu kali baik dari arah Cilacap maupun Banyuwangi, jam keberangkatan sesuai gapeka 2019 dari arah Cilacap pukul 14.50 sore hari sedangkan dari arah Banyuwangi berangkat pukul 11.15 siang. "Perpanjangan KA Wijayakusuma ini merupakan langkah PT KAI dalam memberikan layanan kepada masyarakat yang akan bepergian ke Jateng, DIY maupun Jatim. Karena potensi wisata di tiga provinsi tersebut sangat tinggi," kata Manager Humas PT KAI Daop 6, Eko Budiyanto di Stasiun Purwosari, Solo, Jawa Tengah, dalam wawancara oleh kontributor kompas pada hari Selasa (28/8/2018).

 

ka-wijayakusuma-eksekutif-5ee05cf4d541df1a7035b3d2.jpg
ka-wijayakusuma-eksekutif-5ee05cf4d541df1a7035b3d2.jpg
Gambar 7 KA Wijayakusuma kelas eksekutif (Sumber Foto Railway.web.id diakses 29-05-2020).

           

            Perkembangan angkutan kereta api wilayah Cilacap memiliki pasang surut dimulai pada awal abad ke - 20 hingga sekarang ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu yang pertama, letak stasiun Cilacap berada di pusat kota merupakan jalur terminus yang menyebabkan keberadaan stasiun Cilacap hanya dapat dijangkau oleh masyarakat Cilacap yang tinggal di pusat kota saja. Kedua, keberadaan kereta api penumpang di stasiun Cilacap selalu mengalami perombakan baik dari kelas hingga rutenya dikarenakan jumlah okupansi penumpang yang tidak sesuai target oleh PT KA sehingga masyarakat terbiasa lebih memilih angkutan Bus saat hendak berpergian ke luar kota sejak dihilangkannya KA Feeder Logawa pada tahun 2011 dan harganya jauh lebih terjangkau dibandingkan kereta sekarang ini yang harganya jauh lebih mahal. Ketiga, jumlah keberangkatan kereta api dari stasiun Cilacap dalam sehari hanya 2 kali pemberangkatan saja yaitu KA Purwojaya tujuan Jakarta Gambir dan KA Wijayakusuma tujuan Surabaya Gubeng - Banyuwangi sehingga masyarakat Cilacap tidak ada pilihan kereta lagi dan lebih memilih naik dari stasiun Maos ataupun stasiun Kroya yang jumlah keberangkatan kereta apinya jauh lebih banyak dalam satu hari baik itu tujuan Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banyuwangi, Jember, dan Malang. Dengan adanya beberapa faktor tersebut memang wajar jika masyarakat yang tinggal di wilayah Cilacap bagian kota lebih memilih naik kereta api dari stasiun Maos atau stasiun Kroya karena keberadaan pusat kota Cilacap sendiri berada di paling ujung selatan jawa Karesidenan Banyumas dan masyarakat saat hendak berpergian ke luar kota harus balik arah menuju ke utara. Saat situasi pandemi Covid-19 sekarang ini keberadaan kereta api penumpang dari stasiun Cilacap sudah tidak ada karena kebijakan PT KAI yang melakukan pemberhentian operasional sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan dengan menyesuaikan kondisi pandemi yang sedang terjadi. Dengan adanya pemberhentian operasional kereta api penumpang, keberadaan jalur kereta api di wilayah Maos, Kesugihan, dan menuju stasiun Cilacap seakan mati suri karena tidak ada aktivitas lalu lintas kereta api yang lewat kecuali angkutan barang itupun beroperasi melewati jalur stasiun Maos dari arah Bandung dan stasiun Kroya dari arah Purwokerto ataupun Yogyakarta. Sehingga aktivitas perekonomian tanpa adanya transportasi mengangkut penumpang kecuali barang bahan pokok, bbm, dan semen yang berjalan di wilayah Cilacap kota ini saat situasi pandemi Covid-19 mengalami kemunduran walaupun disisi lain terdapat pusat industri dan minyak yaitu PT Pertamina Refinery Unit IV dan pabrik semen Indonesia Dynamix, namun tidak seluruhnya menunjang kebutuhan masyarakat Cilacap apalagi Kabupaten Cilacap merupakan wilayah terbesar di Jawa Tengah dan Karesidenan Banyumas.

Sumber :

1. Purnawan Basundoro, "Dinamika Pengangkutan Di Banyumas Pada Era Modernisasi Transportasi Pada Awal Abad Ke - 20", Jurnal Humaniora Vol. 20 No. 1, 2008, Hal 63 - 74.

2. Purnawan Basundoro, Arkeologi Transportasi : Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Keresidenan Banyumas 1830 - 1940an, Surabaya: Airlangga University Press, 2019.

3. https://jatengprov.go.id/beritadaerah/pt-kai-luncurkan-ka-wijayakusuma/(di akses 3-06-2020).

4. https://www.merdeka.com/peristiwa/mulai-23-februari-ka-purwojaya-menjadi-kereta-eksekutif.html diakses 26-05-2020.

5. Gambar 1 (Sumber foto dari tokdiki.com diakses 01-07-2020 https://images.app.goo.gl/YSBjsuPEZ9qgSJ2f9).

7. Gambar 2 (Sumber Gambar Instagram Tjilajap History  https://www.instagram.com/p/Bd-l0yunfzf/?utm_source=ig_web_copy_link).

8. Gambar 3 (Sumber Foto dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Cilacap.

9. Gambar 4 (Sumber Google https://images.app.goo.gl/adnuYLJVzM8Ve14G8).

10. Gambar 5 (Sumber Foto Pribadi dari hunting foto KA tahun 2016 lalu).

11. Gambar 6 (Sumber Foto Gatra.id).

12. Gambar 7 (Sumber Foto Railway.web.id).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun