Mohon tunggu...
Rizal Falih
Rizal Falih Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ingin belajar membaca dan menulis\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Ramen] Kutemukan Jodohku di Dalam Busway

11 Januari 2012   06:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:02 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Rizal Falih (No. 5)

Jakarta, 17  Juni 2009

Rey menapaki tangga demi tangga menuju halte busway Buncit dengan tergesa-gesa, mendahului beberapa pelajar berseragam SMA dan para calon penumpang lain. Setelah membayar tiket di depan loket dan petugas penjaga memeriksa karcis, ia pun masuk ke dalam halte, menunggu bus yang akan mengantarkannya ketempat dia bekerja, di daerah Setiabudi.

Di dalam halte, sudah sesak dengan calon penumpang, beberapa orang  terlihat asik mendengarkan musik dari headset yang terpasang di telinganya masing-masing, ada juga yang terlihat menahan kantuk, semua punya keinginan  sama, segera  mungkin sampai di tempat yang dituju.

Saat  bus yang ditunggu datang, Rey terpaksa harus berdiri, karena tempat duduk di dalam bus sudah penuh terisi, bus pun hanya  melaju pelan, menembus kemacetan di sepanjang jalan Mampang Raya, dari dalam, terlihat banyak pengendara motor yang nekat menerobos masuk kedalam jalur busway.

Bus berhenti di halte berikutnya, beberapa penumpang memaksa masuk ke dalam bus, walaupun didalam sudah penuh sesak, tubuh Rey ikut terdorong, sehingga tanpa sengaja kakinya menginjak penumpang yang ada di sebelahnya.

"Eh maaf mas enggak sengaja," Rey buru-buru meminta maaf.

Pemuda disebelahnya hanya membalas dengan senyuman.

"Penumpang di depan pintu  mendorong-dorong mas, badanku pun ikut terdorong," Rey beralasan.

"Ya, beginilah resiko naik kendaraan umum." Pemuda itu berkata ramah.

Diam-diam Rey mencuri-curi pandang, memperhatikan pemuda yang kini ada disampingnya, ternyata lumayan juga, tubuhnya tegap, wajah indo, hidung mancung, rambut ikal dan sorot mata yang tajam.

"Turun dimana mba?" Ia kembali menyapa.

"Setiabudi, mas sendiri dimana?" Rey balik bertanya.

"Ternyata tujuan kita sama, oh ya, kenalin namaku Aldi, lengkapnya Aldi  Rasyid." seraya tersenyum, Aldi  mengulurkan tangan penuh persahabatan.

"Aku Rey mas, Rey Narumiya" Rey menjabat tangan lelaki itu.

"Panggil Aldi saja Rey, sepertinya kita masih seumuran, namamu bagus seperti tokoh kartun"

"Hehe.. aku asli Malang Al, mungkin ibuku ketika mengandung, terobsesi dengan tokoh kartun Jepang, sehingga memberiku nama itu." Rey tertawa renyah.

Obrolan pun berlanjut, saling bertukar nomor handphone, mereka tidak perduli tatapan penumpang lain. Rey dan Aldi baru berpisah setelah turun di halte Setiabudi, karena gedung tempat mereka bekerja berbeda.

Itulah awal perkenalan Rey dengan Aldi. Semanjak itu, Rey selalu merasakan ada dorongan semangat,  jika akan berangkat bekerja, berharap bertemu Aldi di dalam busway. Jika sebelumnya Ia paling benci dengan kemacetan di pagi hari, kini justru dia berharap macet sepanjang jalan, sehingga dia bisa lebih lama berada di dekat Aldi, berbincang apa saja, dari yang ringan sampai yang agak serius. Rey akan merasakan kesepian di dalam bus, jika tidak bertemu Aldi disana. Perasaan aneh, padahal belum lama mereka kenal.

*****

Jakarta, 17 Juli 2009

Sebulan sudah berlalu, rasanya baru kemarin Rey mengenal Aldi, tapi kini mereka telah begitu dekat. Bagi Rey, Aldi adalah seoarang sahabat yang mengasyikan. Ia merasa tidak kesepian lagi hidup di Kota besar seperti Jakarta. Disaat semua orang sepertinya sibuk dengan urusan masing-masing, tidak peduli dengan orang lain, tapi tidak dengan Aldi. Ia begitu bersahabat, hingga Rey merasakan ada sesuatu yang hilang jika sehari saja tidak bertemu dengan Aldi.

Hari ini mungkin akan menjadi awal bagi Rey dan Aldi menjalani hari-hari yang lebih indah mereka. Setidaknya begitulah menurut Rey, karena sore ini Aldi mengajak Rey untuk makan malam berdua, di suatu tempat yang masih di rahasiakan. Kemarin, saat mereka tengah berada dalam bushway, Aldi mengatakan ada sesuatu yang ingin diungkapkanya kepada Rey, tapi tidak di dalam busway, melainkan disuatu tempat yang menurutnya spesial.

Namun pagi ini tidak seperti hari biasanya, Rey tidak menemukan Aldi di Halte Buncit, tempat biasa ia menunggu, untuk berangkat ke tempat kerja mereka masing-masing. Hanya Telepon  yang ia terima dari Aldi "Sory Rey, hari ini aku gak bisa nemenin kamu gelantungan di busway, ada tugas mendadak dari kantor, aku harus menemui relasi di Hotel Ritz Cartlon pagi-pagi, sampai ketemu nanti sore ya, tunggu aku di tempat biasa".

Tidak ada firasat buruk dalam bayangan Rey, karena ia terlalu sibuk membayangkan kejutan macam apa yang akan di berikan Aldi sore ini. Bahkan ia belum juga tersadar, saat makan siang,  teman-temanya di kantor gaduh ramai memperbincangkan ada kejadian yang mengerikan pagi ini di kawasan Mega Kuningan.

*****

Senja telah menjelang, sudah hampir satu jam Rey menunggu Aldi di Halte  Busway Setiabudi. Namun yang di tunggu belum datang juga. Ia coba menghubunginya melalui telpon, tetapi handponenya tidak aktif. Rey mulai jenuh menunggu, Ia pun memutuskan untuk pulang sendiri.

Gemetar tubuh Rey sesampainya di rumah kost, seharian ia tidak peduli dengan kehebohan teman-temannya di kantor, karena fikirannya terlalu asik memikirkan apa yang akan terjadi bersama Aldi. Rey  mendengar dan melihat dengan jelas, melaui tayangan headline news di televisi, sebuah peristiwa mengerikan terjadi di kawasan Mega Kuningan. Bom bunuh diri telah melantakkan Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, yang terakhir, adalah tempat yang pagi tadi disebut-sebut oleh Aldi.  "Maka disinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan do'a yang penuh harapan untuk esok." Rey bergumam dalam sepi,  tiba-tiba seluruh tubuhnya menjadi lemas, pandanganya menjadi kabur dan  Ia pun terjatuh pingsan.

*****

Malang, 10 September 2009

Kabut  masih menyelimuti pagi di pinggiran Kota Malang. Kicauan burung gereja terdengar di luar jendela kamar, menandakan hari akan beranjak siang. Hawa dingin membuat Rey enggan bangun dari tempat tidur. Ia ingin berisitirahat, karenanya seminggu ini ia mengambil cuti, menghilang sejenak dari hiruk pikuk kota Jakarta.

Kemarin adalah momen indah dalam hidupnya. Akhirnya Ia dilamar oleh pemuda yang ia cintai, rasanya baru seminggu yang lalu ia diolok-olok oleh teman-temannya di kantor, karena belum memilih pasangan juga. Belum lagi pertanyaan dari orang tua yang ingin segera menimang cucu darinya.

Rey memang sudah bukan remaja lagi, usianya sudah cukup matang untuk menuju kehidupan berumah tangga. Karenya ketika Aldi mengajaknya untuk serius menjalin hubungan, Rey pun menanggapi dengan tangan terbuka. Dan Aldi telah membuktikan kepada Rey, bahwa Ia tidak main-main, jauh-jauh Aldi datang dari Jakarta hanya untuk menemui orang tua Rey sekaligus melamarnya.

Rey sempat menganggap cintanya akan kandas sebelum bersemi. Nyatanya Yang Maha Kuasa mendengar do'a-nya dan memberi takdir yang lain. Terbayang kejadian yang membuat Rey sedih bercampur haru sepulang Ia dari kantor, setelah menunggu lama di Halte Busway Setiabudi.

Ia tak ingat apa-apa lagi, setelah ia sadar, yang pertama kali terihat adalah ruangan serba putih, hingga saat sekonyong-konyong wajah Aldi muncul di sampingnya, Rey langsung memeluknya, Ia tak perduli dengan tatapan kikuk  perawat yang juga ada di dalam ruang perawatan itu, Rey hanya ingin melepaskan segala cemas yang menghantuinya.

"Kamu pasti menyangka kita tak akan bisa bertemu lagi Rey?"

"Lebih buruk dari itu Al",

"Nyatanya aku baik-baik saja,"

"Tetapi kenapa kamu tidak bisa dihubungi?"

"Handpahone ku hilang, musibah yang membuatku beruntung".

"Maksudmu?"

"Seperti yang kukatakan padamu pagi tadi, aku sudah dalam perjalanan menuju Ritz Carlton, namun di tengah jalan aku baru sadar kalau handphone ku tidak ada. Lalu aku memutuskan untuk kembali ke kantor, karena kupikir tertinggal disana, nyatanya tidak kutemukan juga, namun aku terhindar dari musibah yang terjadi di Ritz Carlton."

Selanjutnya Aldi mengatakan bahwa ia akhirnya mencarinya di tempat kost, setelah Ia tidak menemukan Rey di Halte Setiabudi. Bersama pemilik kost, Aldi mendapati Rey pingsan di dalam kamarnya, Ia pun memutuskan membawanya ke Rumah Sakit terdekat.

Disanalah, Aldi menyatakan bahwa Ia serius ingin menjalin hubungan dengan Rey,  bahkan berniat segera melamarnya.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Rey, seorang perempuan paruh baya masuk ke dalam kamarnya.

"Sudah bangun Rey?"

"Iya Ma".

"Ditunggu papamu sarapan pagi".

"Duluan aja ma, Rey belum mandi"

"Ingat Rey, kamu sebentar lagi sudah akan menikah, jangan malas-malasan lagi"

Sang ibu mulai menasehati anak semata wayangnya itu. Rey tak berniat untuk membantah,  bergegas Ia menuju kamar mandi.

Ibunya memang masih sering menganggap Rey anak manja, meskipun Rey sudah membuktikan bahwa Ia mampu hidup mandiri dengan memilih bekerja di kota metropolitan seperti Jakarta.  Bahkan Rey menolak dengan halus, saat papanya berniat membelikannya kendaraan. Rey lebih senang menikmati hasil jerih payahnya sendiri, memilih tetap menggunakan kendaraan umum, dibandingkan menerima tawaran orangtuanya. Nyatanya di busway itulah Rey menemukan jodohnya. Seorang pemuda yang baik dan sederhana, meskipun Ia anak seorang pengusaha ternama.

-Tamat-

gambar: http://gerrilya.wordpress.com

==============================================================================

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju ke sini atau klik tag “ramen

13262604641505164186
13262604641505164186

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun