Di alam demokrasi, sebagaimana yang dikatakan Moeldoko, orang mengutamakan kebebasan. Termasuk didalamnya, bebas berpikir, berpendapat, mempercayai apapun, sehingga kemungkinan jatuh kedalam hoaks lebih besar.
Terutama kepada hoaks yang memang sengaja dibuat secara detail dan terencana matang untuk satu tujuan. Hoaks seperti ini dirancang untuk menggerakkan emosi manusia, memancing perhatian mereka, mengejutkan mereka sehingga mereka bereaksi lalu kemudian menyebarkannya kepada orang lain.
Dan semakin luas hoaks ini tersebar, semakin banyak pula orang yang akan mempercayainya dengan tingkat kepercayaan yang semakin tinggi.
Orang pandai juga bisa terpengaruh hoaks
Selama ini kita percaya, jika orang berpendidikan tinggi, banyak membaca, atau istilahnya literate, tentulah mereka lebih mudah menghindari hoaks ketimbang mereka yang berpendidikan lemah dan tidak mempunyai akses kepada informasi.
Pada kenyataannya ini sering terbukti salah, justru orang-orang cerdas bisa jatuh kedalam perangkap hoaks ke level yang jauh lebih dalam dengan intensitas yang jauh lebih kuat ketimbang mereka yang biasa-biasa saja.
Misalnya dalam kasus orang-orang pandai yang bergabung kepada organisasi teroris atau menjadi bagian dari kultus fanatik.
Dalam kasus Tokyo Subway Sarin attack, yang dilakukan oleh organisasi teroris Aum Shrinrikyo. Kebanyakan pelakunya adalah mereka yang merupakan lulusan sekolah top di Jepang yang merupakan Dokter, Pengacara, dan Insinyur yang terperdaya oleh hoaks yang dibuat oleh pimpinan Aum, Asahara.
Dia menyebarkan hoaks kepada anggotanya bahwa dunia akan kiamat dan satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan mengikuti perintahnya. Hoaks ini menyentuh emosi terdalam dari orang-orang pandai ini, sehingga mereka bukan saja percaya, bahkan sanggup memberikan nyawa mereka.
Orang-orang terpandai pun bisa jatuh kedalam hoaks. Ini karena, hoaks dirancang untuk menggugah emosi orang sedemikian rupa sampai bahkan faktanya bisa selip. Dan dalam kasus orang-orang pandai, dia akan sanggup membentuk sebuat teori yang lebih kuat dan lebih rasional untuk mendukung hoaks yang sudah terlanjur dipercayainya.
Hoaks sebagai bagian kecurangan dalam demokrasi
Produksi hoaks secara profesional melesat sangat tinggi seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial. Banyak politikus terutama dari generasi tua kalang kabut dalam menghadapi kuatnya pengaruh media sosial ini sampai mereka kehilangan kendali dan kebijaksanaan mereka dalam menghadapi berbagai isue.
Lihatlah hoaks yang merajalela pada pemilu kemarin. Mulai dari yang jelas-jelas bloon seperti Jokowi adalah PKI, Prabowo adalah pendukung Khilafah, Jokowi/Prabowo adalah orang Tionghoa, Jokowi/Prabowo adalah orang Kristen, Prabowo pendukung Komunis Tiongkok dan sebagainya.