Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demo Sejuta Umat Hong Kong

13 Juni 2019   10:52 Diperbarui: 16 Juni 2019   19:20 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugo Go Cheng Photography/ BBC News Chinese

Jika ada yang mempertanyakan klaim jutaan massa pada beberapa demo yang di motori oleh Gerakan 212, saat ini tinggal membandingkannya dengan massa yang berdemo di Hong kong. 

Dari perbandingan gambar satelit atau bahkan dari perbandingan foto-foto dapat terlihat apakah lebih banyak atau lebih sedikit dari satu juta orang yang berdemo di Hong kong? Tentu saja dengan mempertimbangkan kemungkinan klaim palsu juga dari pihak Hongkong.

Tuntutan dari rakyat Hong Kong sebetulnya sederhana saja : Batalkan RUU Ekstradisi Kriminal ke Tiongkok. 

Saat ini antara Hong Kong dengan Tiongkok tidak terdapat perjanjian ekstradisi, sehingga jika ada kriminal yang melarikan diri ke Hong Kong, tidak akan bisa ditangkap dan dikembalikan kepada pemerintah Tiongkok. 

Dilihat sekilas, tuntutan Tiongkok ini wajar saja. Jika buronan koruptor seperti Nazarudin kemarin melarikan diri ke negara tanpa perjanjian ekstradisi, maka pemerintah Indonesia tidak akan bisa menangkapnya dan semua orang tentu akan marah-marah melihat koruptor berlenggang kangkung hidup bebas.

Lalu kenapa Hong kong yang sejak 1997 merupakan bagian dari Tiongkok justru tidak mendukung niat 'mulia' pemerintah Tiongkok? Padahal jenis kejahatan yang ingin diekstradisi sebagian memang masuk akal. 

Seperti pelaku pembunuhan, penculikan, korupsi, pencucian uang dan seterusnya. Malah demo sampai 1 juta orang, padahal penduduk Hong Kong hanya 7 juta orang loh!

Ini karena rakyat Hong Kong tidak mempercayai pelaksanaan hukum di Tiongkok. Rakyat Hongkong merasa bahwa pemerintah Tiongkok menggunakan hukum hanya untuk memperkuat kedudukannya, tidak memperhatikan unsur kemanusiaan dan sewenang-wenang dalam menggunakan hukum untuk menyingkirkan orang-orang yang menentang CCP (Chinese Communist Party).

Saat ini Hong Kong-Tiongkok menganut sistem One country two system dimana pemerintah Hong Kong memiliki sistem administrasi dan ekonomi sendiri yang berbeda dari Tiongkok. 

Hong Kong mewarisi sistem liberal dari pemerintahan Inggris yang berkuasa di Hong Kong selama 156 tahun, yang disebut sebagai Basic Law, sementara Tiongkok dengan sistem Komunis Sosialis nya.

Basic Law ini diberlakukan selama 50 tahun sejak pengembalian Hong Kong, yang berarti akan berakhir pada tahun 2047. Setelah itu sistem Komunis yang akan diberlakukan. 

Sementara itu Tiongkok hanya memegang kendali atas sistem Pertahanan Regional dan hubungan Internasional secara umum  (meski secara terbatas Hong Kong dapat mewakili dirinya sendiri dalam beberapa forum Internasional)

Rasa tidak percaya rakyat Hong Kong kepada pemerintah Tiongkok tidak begitu saja muncul tiba-tiba, melainkan merupakan timbunan kekesalan dan ketakutan yang sudah ada bertahun-tahun ditambah oleh 'kompor' dari Amerika dan dunia Barat yang saat ini berkepentingan dalam perang dagang.

Ketidakadilan ini terlihat dari berbagai bentuk. Mulai dari pemilihan pemerintahan yang saat peralihan dikatakan akan bebas. Ternyata bebas dalam arti bebas memilih siapa saja yang sudah dicalonkan oleh Beijing. 

Jadi misalnya CCP mencalonkan 5 orang, maka rakyat Hong Kong 'bebas' memilih dari 5 orang itu. Lalu akibat protes keras bertahun-tahun dari rakyat Hong Kong, tahun 2017 dijanjikan lagi untuk pemilu bebas yang sebenarnya. Tapi lagi-lagi dilanggar oleh pemerintah Tiongkok. Bahkan pemimpin-pemimpin protes ini dijebloskan kedalam penjara.

Lalu berbagai tuduhan kepada mereka yang dianggap merugikan CCP, sehingga mereka kemudian harus melarikan diri ke Hong Kong. Misalnya tuduhan korupsi kepada lawan politik, tuduhan sebagai mata-mata kepada para demonstran, pengkhianat negara kepada penjual buku illegal, dan seterusnya. 

Sebagai gambaran betapa kerasnya CCP, kita bisa melihat kasus Feminist Five yang terjadi tahun 2015. Mereka memprotes pelecehan seksual dengan membagi-bagikan stiker. 

Lalu mereka ditangkap, dituduh sebagai mata-mata (meski tidak terbukti) dan diancam hukuman penjara 5-8 tahun walau akhirnya batal karena tekanan dunia Internasional. Demikian kerasnya untuk hal kecil, apalagi untuk protes yang lebih serius!

Belum lagi pengaruh Amerika melalui internet. Saat ini berbeda dengan Tiongkok, Hong Kong bebas mengakses Twitter, Facebook, Instagram dll, yang berarti mereka mendapatkan pengaruh dari dunia Internasional (baca : Amerika) dimana mereka bisa melihat seperti apa kehidupan bebas itu, hal yang tidak terlalu dipahami rakyat Tiongkok daratan.

Amerika dalam suasana perang dagang dengan Tiongkok tentu saja akan mendapat keuntungan terhadap instabilitas di Tiongkok. Semua media Barat terutama Amerika yang berbahasa Mandarin, riuh memberitakan hal ini. Sebelumnya mereka mencoba dengan Peringatan Tian An Men, tetapi rakyat Tiongkok tidak bereaksi sama sekali. Tapi kali ini peluang mereka lebih besar.

Semua ini membuat rakyat Hong Kong semakin ketakutan dengan semakin mendekatnya 2047 dan hukum ekstradiksi ini bagaikan picu terakhir yang membuat mereka berpikir bahwa tangan-tangan CCP semakin mendekat dan mulai mengambil alih kebebasan mereka. 

Karena dengan RUU ekstradisi ini pemerintah Tiongkok -yang selama ini ditengarai menculik buronan-buronan mereka untuk dibawa pulang ke Beijing- setelah ini akan bisa dengan resmi mencomot siapa saja dari Hong Kong. Bahkan pelarian yang sudah menjadi warga negara lain bisa ditangkap saat mereka berkunjung ke Hong Kong.

Saat ini sulit membaca apa yang dipikirkan oleh CCP, karena media-media resmi Tiongkok sama sekali tidak menggubris kejadian ini. Mereka hanya mengatakan bahwa ini tidak lebih dari kerusuhan biasa yang tidak masuk akal.

Tapi saya perkirakan ini cukup membuat gelisah CCP, karena satu demonstrasi yang berhasil bisa menyulut demonstrasi lain yang lebih besar. Karena meski berita ini disensor, tetapi melalui VPN (yang illegal) toh akan rembes juga. 

Menuruti kemauan demonstran, akan menyebabkan orang berpikir bahwa mereka bisa menuntut apa saja asalkan bisa mengadakan demonstrasi yang cukup besar. Dan Tiongkok adalah negara yang penuh dengan area-area dan masalah-masalah yang potensial untuk berdemo. 

Waktu dan tenaga pemerintah bisa bisa tersita hanya untuk menghadapi urusan demo yang tidak ada habis-habisnya, padahal saat ini mereka sedang berada ditengah-tengah perang dagang yang cukup sengit.

Sebetulnya demonstrasi tidak seberbahaya itu, selama pemerintah mampu berdialog dengan rakyat dan tidak bersikap otoriter. Ada timbal balik yang rasional. Kita bisa melihat demonstrasi besar-besaran anti Trump, Women's March dan sebagainya. Tidak berakhir dengan terlalu buruk. 

Karena protes dan demo adalah hal yang normal dan biasa, yang kemudian keluhannya disalurkan melalui representasi-representasi mereka di pemerintahan dan senat. Bukan merupakan ledakan kekesalan karena terus-terusan tidak dihiraukan oleh pemerintah.

Bahkan demonstrasi tidak perlu terjadi jika pemerintah Tiongkok bersikap adil, memenuhi janjinya dan bijaksana, bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang semakin terbuka. Bukannya semakin tertutup dan ketat. Bagaikan sungai yang mengalir ketimbang bendungan rapuh disaat hujan.

Hari ini kita melihat demo di Hong Kong yang awalnya damai mulai menjadi ricuh. Jika pemerintahan Tiongkok berharap bisa menghentikan demo melalui kekerasan seperti di Tian An Men, mereka harus berpikir seribu kali, karena dunia mengawasi. 

Dan PBB (baca : Amerika) sudah siap dengan embargo ekonominya. Dan demo ini adalah akumulasi banyak demo kecil bertahun-tahun, bukan dadakan sehingga tidak semudah itu dipadamkan. Kalau saja dulu diatasi dengan baik saat masih kecil...

Kita harapkan agar tercapai kesepakatan damai diantara keduanya dan bukannya malah timbul masalah yang lebih besar lagi.

Update 16 Juni 2019 : Pemerintah Tiongkok menunda RUU Hukum Ekstradisi sampai waktu yang tidak terbatas. Tapi Rakyat Hongkong masih berdemo agar betul-betul dibatalkan serta untuk membebaskan pendemonyang sudah ditangkap sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun