Kesehatan mental adalah area kedua di mana kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak memiliki efek. Ini adalah efek lain yang dapat bertahan hingga anak mencapai usia dewasa, yang berisiko mengganggu perkembangan mereka. Gangguan mental seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), stres pascatrauma (PTSD), cemas, depresi, serta ganggaun-gangguan suasana hati lainnya dapat disebabkan oleh KDRT pada anak-anak.
- Memiliki trauma masa kecil
Trauma yang disebabkan oleh KDRT pada anak bisa berakibat gangguan perilaku, komunikasi, dan relasi serta tantangan kepercayaan. Anak tersebut dapat berkembang menjadi orang dewasa yang agresif, kasar, dan menyalahgunakan narkoba. Lebih buruk lagi, anak muda tersebut dapat mempertimbangkan untuk bunuh diri. Bahkan ada lebih banyak efek lainnya, seperti anak merasa sulit untuk belajar atau menyelesaikan tugas. Mereka mungkin juga merasa takut dan cemas sepanjang waktu.
- Gangguan perkembangan otak
Perkembangan otak anak juga dapat terhambat oleh efek KDRT. Â Korban yang berupa anak anak biasa mendapati gangguan pada perkembangan otak serta kemampuan kognitifnya terkadang mengalami kesulitan dalam berbicara. Selain itu, mereka juga dapat mengalami kesulitan dengan keterampilan dasar dan kemajuan.
- Kesulitan bersosialisasi
Anak yang menyaksikan KDRT biasanya berjuang menggunakan kepercayaan dan kecemasan. Akibatnya, mereka mungkin mengalami kesulitan untuk mempertahankan hubungan dan berkomunikasi. Mereka mungkin mengalami kecemasan, agresi, penarikan diri, dan rasa tidak aman.
- Masalah perilaku
Penyalahgunaan oleh orang tua dapat juga mengakibatkan masalah terhadap perilaku pada anak anak yang berlanjut sampai dewasa. Selanjutnya dapat menunjukkan kelainan perilaku, perubahan suasana hati, ledakan emosi, kesedihan yang terus-menerus, hiperaktif, dan bahkan harga diri yang rendah. Kebiasaan tertentu berpotensi menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, bahkan ketika mereka menjadi lebih dewasa.
KESIMPULAN
KDRT adalah jenis kekerasan yang menyerang perorangan, dapat terjadi dalam hubungan romantis, atau mempengaruhi ibu rumah tangga yang sama. Selama 16 tahun, UU No. 23/2004 telah berlaku untuk menangani masalah ini, dengan penekanan khusus pada perlindungan perempuan yang menjadi korban. Baik pengangguran maupun perselingkuhan suami berpotensi meningkatkan risiko kekerasan terhadap pasangannya. Patriarki, yang memberikan otoritas kepada ayah dalam keluarga, berkontribusi pada kemungkinan lebih tinggi terjadinya kekerasan terhadap perempuan, terutama bagi perempuan berpenghasilan rendah.
Campur tangan anggota keluarga yang berlebihan dapat memperburuk masalah dan menyebabkan kekerasan psikologis dan fisik. Penggunaan narkoba atau alkohol oleh suami juga dapat menjadi katalisator kekerasan. Filosofi moral yang berbeda menyebabkan pertikaian dan KDRT. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 telah secara pasti memberi perlindungan bagi para korban KDRT. Anak-anak juga sangat terpengaruh oleh KDRT, baik secara mental dan/atau fisik. Cedera fisik ringan, masalah kesehatan mental, dan trauma yang berdampak pada perilaku, komunikasi, hubungan, dan pertumbuhan kepercayaan diri, semuanya dapat terjadi pada mereka. Bahkan hingga dewasa, efeknya dapat bertahan lama, mungkin menyebabkan masalah perilaku yang menetap dan bahkan mengganggu perkembangan otak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H