1. Â Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan primer manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Pada umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Hal ini menjadikan beras sebagai sumber pangan utama dan komoditas pertanian yang sangat penting, tidak hanya dilihat dari sisi produsen tetapi juga dari sisi konsumen (Sartika dan Ramdhani, 2018).
Salah satu sentra penghasil beras di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan data Kementrian Pertanian (2016), luas panen padi Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2016 menempati peringkat lima terbesar di Indonesia dengan luas panen sebesar 1.028.776 ha. Produktivitas rata-rata tanaman padi di Provinsi Sumatera Selatan dalam kurun waktu antara tahun 2012 sampai 2016 sebesar 4,568 ton/ha dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 4,18%.
Tipologi lahan pertanian padi di Provinsi Sumatera Selatan sangat beragam, mulai dari dataran tinggi, lahan sawah irigasi, daerah pasang surut dan lahan rawa lebak. Lahan rawa lebak dan pasang surut dominan ditemui di provinsi ini. Menurut Suryani et al. (2011), lahan rawa lebak yang sudah dimanfaatkan untuk budidaya padi di Sumatera Selatan seluas 368.690 ha, 70.908 ha diantaranya merupakan lebak dangkal dan 129.103 ha lebak tengahan. Produktivitas padi di lahan rawa lebak dan pasang surut Sumatera Selatan berturut-turut 5,63 ton/ha dan 4,98 ton/ha.
Permasalah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonproduktif, menjadikan pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa mendatang merupakan pilihan yang sulit untuk dihindari. Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain baik karena beralih ke tanaman lain yang dinilai lebih ekonomis maupun kepenggunaan di luar sektor pertanian seperti menjadi areal pemukiman, area industri dan fasilitas umum seperti jalan, sekolah, rumah sakit dan lain sebagainya. Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal ini adalah untuk mengganti atau mengkonvensasi penyusutan lahan yang dimaksud yang bila tidak ditangani akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
Lahan suboptimal yang terdiri dari lahan rawa lebak, lahan kering dan lahan pasang surut diartikan sebagai lahan yang secara alamiah mempunyai produktivitas rendah, dapat disebabkan oleh faktor internal seperti bahan induk, sifat fisik, kimia dan biologi tanah atau karena faktor eksternal seperti curah hujan dan suhu ekstrim, dan untuk berproduksi secara optimal memerlukan input yang tinggi. Teknologi Untuk mendukung pengembangan lahan lebak sebagai kawasan usaha pertanian sangat diperlukan. Teknologi-teknologi tersebut meliputi teknik pengelolaan air, penataan lahan, teknik budidaya dan pola tanam serta penanganan pasca panen (Minsyah et al., 2014) Tersedianya paket teknologi usahatani untuk pengembangannya tidak cukup, pengembangan lahan rawa lebak sebagai kawasan usaha pertanian memerlukan seperangkat pendukung mulai dari penyediaan dan pembangunan infrastruktur, perubahan sosial dan kelembagaan sampai pada kebijakan insentif.
2. Â Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui inovasi teknologi usaha tani guna membantu meningkatkan produktivitas pertanian di lahan rawa lebak.
3. Â Pembahasan
Lahan rawa lebak termasuk dalam lahan potensial dan prospektif untuk pengembangannya di masa depan. Agroekosistem rawa lebak memiliki karakteristik, ciri dan watak yang khas dan unik dibanding dengan agroekosistem yang lain. Karakteristik khas tersebut adalah sifat genangan dan tanahnya yang spesifik. Bentang lahan rawa lebak meliputi daerah tanggul sungai, dataran banjir, termasuk sebagian wilayah rawa belakang (Waluyo dan Suparwoto, 2014).
Lahan rawa lebak menurut Pujiharti (2017) dapat digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan ketinggian air dan lama genangannya, yaitu lebak dangkal dengan tinggi genangan dibawah 50 cm selama kurang dari 3 bulan, lebak tengahan dengan tinggi genangan 50-100 cm selama kurang dari 6 bulan dan lebak dalam dengan tinggi genangan diatas 100 cm selama lebih dari 6 bulan.
Untuk mendukung pengembangannnya sebagai kawasan usaha pertanian, paket teknologi usahatani untuk lahan rawa lebak yang dapat dikembangkan diantaranya: (1) teknik penataan lahan dan pengelolaan air: (2) teknik budidaya (pola dan pegiliran tanaman dan pola usahatani) tanaman teknik budidaya ikan.
3.1. Â Penataan Lahan
Penataan lahan dan pola tanam yang dianjurkan sebagai usaha untuk memanfaatkan lahan rawa lebak secara maksimal. Lahan lebak dangkal dan tengahan pola penataan lahannya lebih beragam sesuai dengan bentuk topografi. Lahan lebak dangkal yang kedalaman genangan airnya kurang dari 50 cm, dan lebak tengahan antara 50 -- 100 cm sangat memungkinkan untuk ditata sebagai surjan. Pada bagian tabukan (bawah) dapat ditanam padi dan bergam jenis tanaman lainnya tergantung kondisi air yang, sedangkan pada bagian guludan dapat ditanam berbagai jenis tanaman palawija dan sayuran. Penataan lahan sebagai surjan diversifikasi usahatani dapat diterapkan. Selain itu penataan lahan sebagai surjan memiliki keuntungan, yaitu: (1)untuk diversifikasi tanaman (2) menjaga agar tanah tidak menjadi asam (3) mengurangi bahaya kekeringan (4) mengurangi keracunan akibat genangan (5) resiko kegagalan dapat diperkecil (6) distribusi tenaga kerja lebih merata dan tenaga kerja keluarga dapat lebih banyak dimanfaatkan (7) pendapatan petani dapat ditingkatkan dan (8) cropping intensity bertambah.
Karena pembuatan surjan memerlukan tenaga kerja yang banyak (500 HOKP), maka pembentukannya diarahkan secara bertahap. Sebaiknya surjan dibuat memanjang timur-barat agar tanaman pada bagian tabukan mendapat penyinaran matahari yang cukup dan untuk mempertahankan bentuk dan produktivitasnya, surjan setiap musim atau setiap tahun disiram lumpur yang diambil dari sekitarnya.
3.2. Â Pola Tanam
Pola tanam yang dapat diterapkan tergantung dari tipologi lahan (lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam) dan penataan lahan dan kondisi sosial ekonomi setempat serta orientasi (keinginan/kehendak/motivasi) petani yang memiliki keeratan hubungan satu sama lain. Pada lahan lebak dangkal yang ditata sebagai sawah atau tegalan pola tanam yang dapat diterapkan padi gogo rancah - ranca gogo, padi gogo rancah - padi rancah -- gogo - palawija/hortikultura, yang ditata sebagai surjan pada bagian tabukan (bawah) pola tanam yang diterapkan sawa dengan yang ditata sebagai sawah dan tegalan, hanya pada bagian guludan pola tanamnya adalah palawija - palawija, palawija - hortikultura, hortikultura - hortikultura.
Pada lahan lebak tengahan yang ditata sebagai sawah dan tegalan alternatif pola tanamnya adalah: padi gogo rancah - bera - padi rancah gogo, padi rancah gogo - palawija/.hortikultura, yang ditata sebagai surjan pada bagian tabukan (bawah) pola tanam yang diterapkan sawa dengan yang ditata sebagai sawah dan tegalan, pada bagian guludan (atas) alternative pola tanamnya adalah: padi - palawija/hortikultura; palawija - palawija/hortikultura.
Pada lahan lebak dalam dengan periode tidak tergenang 2-3 bulan, alternatif pola tanam: Padi -- bera; Palawija-bera; hortikultura bera, sedangkan pada lahaan lebak dalam dengan periode tidak tergenang lebih dari 3 bulan altwernatif pola tanamnya: padi - palawija/hortikulra umur kurang dari dua bulan; tumpang sisip jagung+kacang hijau; jagung+syuran berumur pendek; hortikultura di tanam lebar+sayuran umur pendek.
 3.3.  Teknologi Rakit Bumbung (Pertanian Terapung)
Teknik budidaya menggunakan rakit bumbung atau rakit apung merupakan inovasi teknik budidaya tanaman pangan dengan sistem tanam yang dilakukan diatas rakit. Sistem ini sangat cocok untuk diterapkan dan dikembangkan di lahan rawa lebak dalam untuk mengatasi permasalah air yang selalu tergenang.
3.4. Â Budidaya Ikan
Potensi lain yang dapat dimanfaatkan dari lahan rawa lebak adalah usaha budidaya ikan air tawar baik untuk tujuan pembibitan maupun untuk konsumsi. Beberapa jenis ikan air tawar baik jenis yang banyak terdapat di lahan rawa lebak maupun yang diintroduksi dari ekosistem lain yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Beberapa jenis ikan air tawar baik yang berasal dari lahan rawa setempat maupun ikan air tawar yang diintroduksi dari ekosistem lain yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Jenis ikan lokal dan yang diintroduksi diantaranya adalah: sepat siam, patin sungai, nila gip, bandeng, tawes, dan gurami.
Ada tiga sistem usaha budidaya ikan air tawar yang dapat dikembangkan di lahan rawa lebak, yaitu: (1) sistem mina padi; (2) kolam, dan; (3) keramba apung. Sistem usaha budidaya ikan air tawar dengan sistem mina padi dan kolam dilakukan di lahan rawa lebak yang bertipe lebak dangkal, tengahan, dan dalam, sedangkan sistem keramba apung dilakukan pada sungai lahan rawa lebak dan rawa lebak yang sangat dalam.
ReferensiÂ
Kementrian Pertanian., 2016. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Padi. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian.
Minsyah, N.I., Busyra, dan Meylin, A., 2014. Ketersediaan Teknologi Usahatani Lahan Rawa Lebak Dan Kendala Pengembangannya Di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014. Palembang.
Pujiharti, Y., 2017. Peluang Peningkatan Produksi Padi di Lahan Rawa Lebak Lampung. Jurnal Litbang Pertanian. 36(1), 13-20.
Sartika, N. D., dan Ramdhani, Z., 2018. Kajian Penggunaan Mesin Penggiling Mobile terhadap Mutu Beras Untuk Beberapa Varietas Padi di Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem. 6(1), 53-59.
Suryani, S., Rambe, M., dan Honorita, B., 2011. Perilaku Petani dalam Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian. Bengkulu: BPTP Bengkulu.
Waluyo dan Suparwoto., 2014. Peluang dan Kendala Pengembangan Pertanian Pada Agroekosistem Rawa Lebak : Kasus Desa Kota Daro II di Kecamatan Rantau Panjang Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014. Palembang: BPTP Sumatera Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H