Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jabat Tangan yang Berkesan

15 Oktober 2018   07:11 Diperbarui: 15 Oktober 2018   09:41 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut yang saya dengar, pada jaman pemerintahan SBY pernah ada pemikiran untuk mengangkat Sarwo Edhie menjadi pahlawan nasional, tapi banyak pula yang menentangnya, karena dianggap nepotis. Selain meninggalkan nama harum pada masanya, Sarwo Edhie juga dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian jutaan orang-orang komunis pada waktu itu. Terlepas dari kontroversinya, Sarwo Edhie meninggalkan keturunan yang kemudian menjadi Ibu Negara Presiden RI ke 6 (Kristiani) dan Komandan Kopassus (Pramono), yang dulu pernah disandangnya. Jabat tangan itu memberi kesan tersendiri pada saya.

Soeharto

Pada jaman Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, pembangunan menjadi agenda utama pemerintah. Sebagai PNS Penulis merasakan betul denyut nadi pemerintahan yang memberikan porsi yang sangat besar terhadap pembangunan, terutama pembangunan fisik di seluruh pelosok tanah air. 

Pemerintahan Orde Baru akhirnya tumbang pada tahun 1998, lagi-lagi oleh gerakan mahasiswa, karena pemerintah yang otoritarian serta penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang merebak dan merajalela.

Tahun 1996, dua tahun sebelum Orde Baru tumbang, Penulis mendapatkan piagam Satyalencana Karya Satya 10 tahun dari Pemerintah, dan pada kesempatan itu saya berkesempatan bertemu dan berjabatan tangan dengan Pak Harto. Meskipun hanya sesaat, saya sempat merasakan hangatnya jabatan tangan Soeharto dengan senyumnya yang khas. 

Senyum inilah yang barangkali menginspirasi Cindy Adam membuat judul bukunya tentang Soeharto "The Smiling General". Setelah itu, saya hanya bertahan sembilan tahun menjadi PNS sebelum mengambil pensiun dini.

Meskipun hanya sesaat, pengalaman berjabatan tangan dengan Presiden RI ke 2 memberikan kesan tersendiri, karena waktu itu Soeharto sudah hampir seperti legenda, sulit ditemui kecuali orang-orang terdekatnya. Selain itu, tekanan mahasiswa dan masyarakat yang menginginkan Soeharto turun dari jabatannya semakin hari semakin meningkat.   

Emil Salim

Tidak ada pendekar lingkungan yang paling konsisten selain Emil Salim. Saya pernah bertemu dan berjabat tangan dengan beliau, tapi di tempat yang kurang semestinya, yaitu (maaf) di kamar kecil, dan itu terjadi tidak hanya sekali, tapi dua kali. Itu terjadi setelah Pak Emil memberikan ceramah di kantor tempatku bekerja. 

Emil Salim dikenal sebagai pribadi yang ramah. Pada waktu kebetulan bertemu di kamar kecil beliau menyapa dan menjabat tangan saya sambil tersenyum, padahal beliau pasti tidak tahu siapa saya kecuali salah seorang peserta seminar. Sampai sekarang Emil Salim masih aktif dan pakar yang disegani, dan selalu diundang dalam berbagai pertemuan dan seminar.

Fauzi Bowo (Bang Foke)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun