Bencana alam telah terjadi sejak zaman prasejarah, di banyak tempat, dan menyerang banyak negara. Bencana didefinisikan sebagai: "gangguan serius dari berfungsinya suatu komunitas atau masyarakat yang menyebabkan kerugian terhadap manusia, bangunan, ekonomi atau lingkungan yang luas yang melebihi kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasinya menggunakan sumber daya sendiri" (UNISDR, 2012). Dalam redaksi kalimat yang lain, pusat penelitian yang sudah cukup terkenal yaitu Center for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED) mendefinisikan bencana sebagai: "suatu situasi atau peristiwa yang melampaui kemampuan masyarakat lokal, sehingga memerlukan bantuan dari tingkat nasional atau internasional, atau diakui oleh lembaga multilateral atau diakui setidaknya oleh dua sumber, seperti kelompok bantuan nasional, regional atau internasional dan dari media" (CRED 2012 di sini).
Dari dua definisi ini kita dapat memahami bahwa ada dua perspektif dalam memandang bencana, perspektif pertama berfokus pada bahaya dan kerentanan, serta perspektif yang kedua berfokus pada kemampuan dan kapasitas untuk mengatasi bencana. Terkait dengan perspektif kedua ini, Hyogo Framework for Action (HFA) jelas menyebutkan bahwa masalah pemerintahan dan kelembagaan merupakan bidang prioritas nomor 1 yang menjadi kebutuhan dasar untuk mencapai 4 bidang prioritas lainnya. Namun sayangnya pada periode 2007 - 2009, pencapaian bidang prioritas nomor 1 ini menunjukkan peningkatan yang paling kecil dibandingkan dengan bidang prioritas lainnya.
Mengacu pada prioritas nomor 1 HFA, ASEAN sebagai organisasi regional telah membuat kesepakatan yaitu ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) yang bertujuan untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan yang mempengaruhi, ekonomi, sosial, fisik, dan lingkungan dari negara-negara anggota ASEAN yang disebabkan oleh bencana alam. Tujuannya kini telah diwujudkan melalui pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance (AHA Centre) yang telah diratifikasi oleh 10 negara anggota ASEAN sejak tahun 2011.
Sebagaimana diatur dalam pasal 22 AADMER, maka setiap negara yang menandatangani dokumen itu harus menunjuk pihak berwenang sebagai National Focal Point (NFP) yang mewakili negara dalam AHA Center. NFP adalah lembaga atau organisasi yang diakui sebagai badan penanggulangan bencana nasional yang secara resmi ditetapkan oleh pemimpin masing-masing negara. lembaga ini akan berwenang untuk mengirim dan menerima informasi situasi bencana, informasi bantuan, dan informasi yang mewakili pemimpin negara. Badan-badan ini adalah:
- Brunei Darussalam, National Disaster Management Centre.
- Kamboja, National Committee for Disaster Management.
- Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
- Laos, National Disaster Management Office Departement of Social Welfare.
- Malaysia, National Security Council.
- Myanmar, Relief and Resettlement Departement.
- Filipina, National Disaster Risk Reduction and Management Council and Administrator.
- Singapura, Singapore Civil Defense Force.
- Thailand, Departement of Disaster Prevention and Mitigation.
- Vietnam, Directorate of Departement of Dyke Management and Flood, Storm Control.
Kesepuluh badan nasional penanggulangan bencana ini memiliki banyak karakteristik yang menarik yang akan diuraikan pada bagian selanjutnya.
TIPOLOGI ANCAMAN BENCANA DI WILAYAH ASEAN
Sebelum membahas tentang karakteristik dan kapasitas badan penanggulangan bencana nasional di negara-negara ASEAN, akan lebih baik untuk memahami lebih dahulu jenis ancaman atau bahaya dan kerentanan sebagai dasar kebutuhan kapasitas penanggulangan bencana. Memang, Asia Tenggara merupakan wilayah yang rawan bencana sesuai dengan kondisi geografis, geologis dan sosio-demografisnya. Secara geografis, Asia Tenggara merupakan wilayah yang terdiri dari mayoritas lautan dan terletak di dekat garis khatulistiwa sehingga Asia Tenggara dipengaruhi oleh iklim laut tropis, terutama di Indonesia, yang persis di tengah-tengah khatulistiwa (Daldjoeni, 2003).
Kondisi iklim laut tropis menciptakan curah hujan di wilayah tersebut sehingga meningkatkan kerentanan terhadap banjir dan banjir pasang akibat curah hujan yang tinggi, dan tanah longsor karena hujan di dataran tinggi, khususnya di Indonesia, yang memiliki garis pantai terpanjang dan pengaturan topografi paling beragam (Lubis, 2009). Sementara itu, ketika musim kemarau saat curah hujan sangat rendah, potensi kebakaran hutan dan lahan gambut menjadi lebih tinggi karena kelalaian manusia mengolah lahan pertanian atau perkebunan. Di wilayah Timur Laut dari ASEAN, pembentukan geografis ini menciptakan kerentanan terjadinya badai, misalnya topan Haiyan yang melanda Filipina pada tahun 2013.
Secara geologis, wilayah Asia Tenggara terletak di antara 3 dan 2 lempeng vulkanik, yang meliputi sirkum Pasifik dan sirkum-Mediterania (Winchester, 2006). Akibatnya, sebagian besar wilayah Asia Tenggara rentan terhadap bencana akibat aktivitas geologi yang tinggi, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi bawah laut, bahkan termasuk bencana yang disebabkan oleh lumpur di daerah eksplorasi PT Lapindo Brantas. Bahkan bencana geologi yang disebabkan oleh kerentanan pernah menyita perhatian dunia ke Indonesia ketika terjadi gempa 8,4 skala Richter yang diikuti dengan tsunami, yang melanda Indonesia, Thailand dan Malaysia pada akhir tahun 2004 yang mengakibatkan korban meninggal dan hilang lebih dari 200.000 penduduk. (Kompas, 23 Januari 2005).
Kemudian dari faktor sosio-demografis, Asia Tenggara juga sangat rentan. Kerentanan ini terkait dengan populasi Asia Tenggara yang memiliki lebih dari 610 juta orang (UN-ESCAP, 2013), yang tidak hanya dipisahkan batas teritorial tetapi juga etnis, agama, ras dan berbagai kelompok kepentingan. Segregasi sosial memiliki potensi untuk memicu konflik horisontal, ketika kontrol sumber daya sangat tidak merata, sehingga masalah kepentingan ekonomi di tingkat masyarakat bisa memicu konflik besar seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 80-an di Monterado, tahun 90-an di Kecamatan Sanggau Sampit dan juga Ambon, Poso dan Ternate pada awal tahun 2000 (LEAD-UNDP, 2006). Dalam pola yang sama, konflik antar-etnis atau agama juga terjadi di Filipina, serta konflik antara militer dan sipil di Myanmar dan Thailand.
Selain itu, ada juga jenis lain dari ancaman yang umum di beberapa negara yang tidak terekspos secara signifikan seperti bencana alam, yaitu kegagalan teknologi dan wabah penyakit. Beberapa negara yang memiliki perkembangan industri teknologi tinggi di daerah yang terbatas—seperti di Singapura dan Malaysia—relatif berisiko tinggi terhadap bencana akibat kegagalan teknologi. Sementara itu, beberapa negara di mana frekuensi mobilitas keluar dan masuk cukup tinggi, seperti Singapura, Indonesia, Malaysia dan Thailand, menjadi sangat rentan terhadap penyebaran wabah penyakit, seperti flu burung (virus H5N1), SARS, flu babi, dan virus ebola. Faktor lain selain faktor mobilitas manusia adalah faktor kelemahan kebijakan dalam pengawasan kesehatan seperti di Myanmar, Laos dan Vietnam sehingga juga rentan terdampak wabah penyakit.
Berdasarkan data yang dirilis oleh UN-ESCAP tahun 2013, seperti yang disajikan pada tabel di bawah, pada tahun 2012 telah terjadi dampak yang signifikan akibat bencana yang terjadi di beberapa negara ASEAN. Filipina memiliki jumlah peristiwa bencana alam tertinggi, diikuti oleh Indonesia, Vietnam, Myanmar dan Kamboja. Sementara itu, pada tahun sebelumnya Thailand juga mengalami bencana banjir yang mengakibatkan kerugian hingga US$ 3.677 juta (UN-ESCAP, 2013)
Dampak Bencana Alam di Negara ASEAN, tahun 2012
Negara
Jumlah Kejadian Bencana Alam
Jumlah Kematian
Jumlah Orang yang Terdampak
Kerugian Ekonomi (dalam juta US$ per tahun)
Brunei Darussalam
Cambodia
1
14
72.000
709
Indonesia
15
107
48.000
534
Lao PDR
Malaysia
Myanmar
2
40
86.000
821
Philippines
22
2.415
12.493.000
1.089
Singapore
Thailand
1
236.000
287
Timor Leste
Vietnam
4
72
59.000
237
Total
45
2.648
12.994.000
3.677
     Sumber: UN-ESCAP, 2013
Terkait dengan data tersebut, harus diketahui juga bahwa karakteristik bencana di kawasan ASEAN sama dengan pola peristiwa bencana secara umum. Peristiwa bencana global didominasi oleh bencana yang disebabkan oleh faktor-faktor klimatologi dan geofisika, seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, kebakaran hutan dan badai. Namun, dampak dari kerugian dan orang-orang yang terkena dampak lebih banyak disebabkan oleh faktor geologi, seperti gunung berapi, gempa bumi dan tsunami.
KEUNIKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DI NEGARA ASEAN
Dari data variasi jenis dan dampak bencana di kawasan ASEAN di atas, kita dapat melihat bahwa model kelembagaan badan penanggulangan bencana juga akan berbeda. Mengacu kepada Collins (2009) model penanggulangan bencana memang harus terintegrasi dalam pola pembangunan secara umum.
Model ini membedakan cara pandang tata kelola bencana yang terkait dengan orientasi pencegahan atau respon pada bencana. Jika pengemban tugas negara yang dilembagakan melalui peraturan perundangan lebih berorientasi pada pembangunan sebagai sebuah mekanisme linear positif, maka model pencegahan akan lebih dominan. Sementara jika pengemban tugas negara lebih berorientasi pada penanganan kegawatdaruratan semata, maka model respon akan menjadi dominan. Sedangkan tahap-tahap penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini, mitigasi, pertolongan, pemulihan, rehabilitasi) Â berada dalam suatu siklus yang tidak terputus diantara kedua model orientasi tata kelola bencana tersebut.
Dari model ini, kita bisa mengkategorikan variasi respon kelembagaan di masing-masing negara. Kondisi awal saat pendirian kelembagaan penanggulangan bencana di masing-masing negara menjadi penting untuk dibahas terkait dengan model dari Collins ini. Beberapa negara membangun sebuah lembaga baru untuk penanggulangan bencana setelah mengalami peristiwa bencana yang sangat besar, seperti yang terjadi di Indonesia dan Filipina. Namun beberapa negara lainnya telah lama menganggap bahwa bencana sebagai bagian dari masalah keamanan nasional dan keselamatan publik, seperti di Singapura dan Malaysia.
Terkait dengan perubahan model pola lembaga penanggulangan bencana, dari yang lebih berorientasi keadaan darurat ke arah yang lebih berorientasi pada pembangunan, yang dilakukan oleh Indonesia dan Filipina adalah kondisi yang sangat menarik untuk diperhatikan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) didirikan pada tahun 2008 di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang 24 tahun 2007. Kondisi bencana gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004 yang telah mendorong ditetapkannya peraturan perundangan tersebut.Â
Sementara di Filipina, pembentukan National Disaster Risk Reduction and Management Council and Administrator didasari Undang-undang Republik 10,121 pada tahun 2009, didorong oleh peristiwa badai dan bencana banjir besar "Mega Ondoy" pada tahun 2009. Ini berarti Indonesia membutuhkan empat tahun sejak peristiwa bencana untuk membangun kelembagaan penanggulangan bencana tingkat nasional, sementara Filipina hanya membutuhkan waktu satu tahun. Memang, ada perbedaan dalam kapasitas respon dari lembaga penanggulangan bencana yang disebabkan oleh faktor politik dan faktor-faktor lainnya.Â
Keunikan karakteristik lembaga penanggulangan bencana nasional di negara-negara ASEAN dapat dilihat pada tabel di bawah.
Negara
Bencana Utama
Nama Lembaga
Tahun Berdiri
Lingkup Tugas
Brunei
Darussalam
Kabut asap, badai
National Disaster Management Centre (NDMC)
2006
Bencana alam dan non-alam; pra, respon, pasca
Cambodia
Banjir, kekeringan, badai
National Committee for Disaster Management (NCDM)
1995
Bencana alam; pra, respon, pasca
Indonesia
Gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, longsor, kekeringan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
2008
Bencana alam; pra, respon, pasca
Lao PDR
Banjir, kekeringan
National Disaster Management Office Department of SocialWelfare
2011
Bencana alam; pra, respon, pasca
Malaysia
Banjir, kabur asap, wabah epidemik
National Security Council
2007
Keamanan nasional, keselamatan publik, krisis & bencana; Â pra, respon, pasca
Myanmar
Kebakaran, banjir, badai, wabah epidemik diseases,
Relief and Resettlement Department
2012
Bencana alam; respon, pasca
Philippines
Badai, banjir, gunung berapi, tsunami, gempa bumi
National Disaster RISK Reduction and Management Council and Administrator
2010
Bencana alam; pra, respon, pasca
Singapore
Kabut asap, banjir, wabah epidemik
Singapore Civil Defense Force (SCDF)
1986
Keamanan nasional, keselamatan publik, krisis & bencana; Â pra, respon, pasca ;
Thailand
Banjir, longsor, wabah epidemik
Department of Disaster Prevention and Mitigation
2002
Bencana alam; pra, respon, pasca
Vietnam
Banjir, badai, wabah epidemik
Directorate of Department of Dyke Management and Flood, Storm Control
2010
Bencana alam; pra, respon, pasca
     Sumber: dimodifikasi dari AHA Center, 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat variasi waktu pendirian lembaga. Sebagian badan dikukuhkan sebagai lembaga penanggulangan bencana yang saat ini beroperasi, kurang dari 10 tahun yang lalu (tidak termasuk: Kamboja, Singapura, dan Thailand). Namun, beberapa dari lembaga-lembaga ini telah lama berfungsi sebagai lembaga penanggulangan bencana, tetapi kini lebih ditegaskan kembali dengan mekanisme kerja yang paling efektif berdasarkan kebutuhan masing-masing negara, seperti di Indonesia, Malaysia dan Laos yang telah beberapa kali berganti nama dan pola kerja.
Hampir semua badan nasional penanggulangan bencana di negara-negara ASEAN berfokus pada bencana alam, kecuali untuk tiga negara yang juga anggota Persemakmuran Inggris, yakni Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia. Negara-negara ini juga menggabungkan penanganan krisis yang disebabkan oleh bencana non alam dalam mandat institusional pada badan nasional penanggulangan bencana di negara mereka.
Dalam lingkup pekerjaan, semua negara telah melakukan tiga tahap penanggulangan bencana, yaitu pra-bencana, tanggap bencana dan pasca bencana. Namun ada satu negara, yaitu Myanmar yang hanya berfokus pada respon bencana dan pasca bencana saja. Hal ini dipengaruhi oleh model dari pemerintah militer yang lebih berhati-hati dalam mendefinisikan manajemen risiko.
AGENDA DAN TANTANGAN PENANGGULANGAN BENCANA DI ASEAN
Dari deskripsi karakteristik lembaga penanggulangan bencana nasional di negara-negara ASEAN, ada sejumlah agenda masa depan yang perlu ditargetkan:
- Penguatan lembaga pengelolaan bencana, melalui pendekatan kemitraan masyarakat-swasta, karena variasi kapasitas negara-negara ASEAN.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam masyarakat ASEAN untuk lebih terlibat dalam upaya penanggulangan bencana, sejalan dengan semangat ASEANCommunity 2015.
- Memperluas jaringan kerjasama antara negara-negara ASEAN dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik, terutama mengenai isu pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Namun, ada sejumlah tantangan yang harus diantisipasi, yaitu:
- Bagaimana membuat kesepakatan politik dalam penanggulangan bencana antara pemimpin menjadi gerakan sosiologis dan budaya di masyarakat sipil dan masyarakat akar rumput, dalam konteks Komunitas sosial budaya ASEAN
- Bagaimana memastikan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dapat bekerja lebih baik, melalui upaya penanggulangan bencana yang lebih terkoordinasi
- Bagaimana mengembangkan penggunaan teknologi di kawasan ASEAN untuk upaya penanggulangan bencana, khususnya untuk peramalan bencana dan sistem peringatan dini
- Bagaimana mendorong pengaturan kelembagaan ke tingkat yang paling teknis berdasarkan pada kerangka hukum formal linear.
- Bagaimana mengantisipasi kondisi pemanasan global dan degradasi lingkungan yang dapat menyebabkan bencana yang lebih besar.
KESIMPULAN
Karakteristik badan nasional penanggulangan bencana di negara-negara ASEAN, pada prinsipnya, telah dipengaruhi oleh variasi dan jenis bencana alam yang ada di masing-masing negara. Latar belakang pendirian lembaga ini juga sangat beragam. Ada beberapa lembaga yang didirikan sebagai respon dari peristiwa bencana alam besar. Sementara beberapa lainnya telah lama berdiri sebagai bagian dari manajemen krisis yang menaruh perhatian pada keamanan nasional dan keselamatan publik.
Perbedaan dan persamaan karakteristik badan nasional penanggulangan bencana di negara-negara ASEAN telah menjadi modal yang baik untuk mengembangkan agenda penanggulangan bencana di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Namun, jumlah tantangan yang menyertai karakteristik ini juga harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas penanggulangan bencana di ASEAN di masa depan.
REFERENSI
Collins, Andrew E. (2009). Disaster and Development. New York: Routledge.
Daljoeni. (2003). Geografi Kota dan Desa.Edisi ke-2. Bandung: PT. ALUMNI
Handmer, John & Stephen Dovers. (2007). The Handbook of Disaster and Emergency Policies and Institutions. London: Earthscan.
Lubis, Rissalwan Habdy. (2009). Pengembangan Pola Kemitraan Berbasis Modal Sosial Sebagai Strategi Pemulihan Masyarakat Pasca Bencana, Research report grantee on PHKI C2,1UI-Depok. Unpublish
Quarantelli, E.L. (1998). What is a Disaster?: Perspective on the Question. London & New York: Routledge
UN-ESCAP. (2013). Statistical Yearbook for Asia and the Pacific 2013. Thailand: United Nations.
UNISDR. (2012). How to Make Cities more Resilient: A Handbook for Local Government Leader. Geneve: United Nations.
UNISDR. (2013). GAR: Global Assessment Report on Disaster Risk Reduction 2013. Japan & France: United Nations.
Winchester, Simon. (2006). Krakatau: Ketika Dunia Meledak, 27 Agustus 1883. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
SUMBER INTERNET
http://www.un-spider.org/links-and-resources/institutions/vietnam-disaster-management-center-dmc
http://vinaware.pdc.org/proiects/vietnam/vnprofile.htm
http://cidbimena.desastres.hn/docum/crid/Agosto2004/pdf/eng/doc15151/doc15151-contenido.pdf
http://www.asemwater.org/AboutASEMWater/Goals/
http://www.asemwater.org/AboutASEMWater/Departments/
http://www.asemwater.org/Partnerships/Partners/2011-05-19/183.html
http://www.preventionweb.net/english/professional/contacts/v.php?id=2997
http://www.adrc.asia/nationinformation.php?NationCode=764&
https://www.aprsaf.org/data/aprsaf12 data/day2/sswg/5 Mr Supakit sswg.pdf
http://www.preventionweb.net/english/professional/contacts/v.php?id=1585
http://www.preventionweb.net/english/professional/contacts/http//www.disaster.go.th
http://61.19.54.141/inter/ddpm/index.html
http://www.coa.gov.ph/index.php/reports/disaster-risk-reduction-and-management-reports?download=20593:disaster-management-practices-in-the-philippines-an-assessment
http://www.adrc.asia/acdr/2008bali/documents/02-01-20.pdf
http://yp.com.kh/listings/kh7189-ncdm-national-committee-for-disaster-management
http://www.em-dat.net/documents/bangkok06/CambodiaDislnfoMgmtDb.pdf
http://drh.bosai.go.ip/Proiect/post/en/events/23 ASEAN DRH (IDRiM09)/4-1 ASEAN DRH Cambodia Saohorn.pdf
http://www.ncdm.gov.kh/category/main-menu/about-ncdm/profile
affairs.gov.bn/SitePages/Visi%20dan%20Misi%20Kementerian%20Hal%20Ehwal%20Dalam%20Negeri.aspx
http://www.rccdm.net/index.php?option=com content&view=article&id=90
http://www.scdf.gov.sg/content/scdf internet/en/general/information.html
http://bnpb.go.id/profil/seiarah-visi-misi
http://www.adrc.asia/management/MYS/Directives National Security Council.html?Fr
wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2013/03/27/000356161 20130327161624/Rendered/INDEX/478060BAHASA0S00Box374370B00PUBLIC0.txt
http://www.aipasecretariat.org/wp-content/uploads/2013/07/Brunei-Country-Report-Disaster-Management.pdf
http://en.wikipilipinas.org/index.php/Philippine Disaster Risk Reduction and Management Act of 2010
http://www.lga.gov.ph/sites/default/files/knowledgeExchange-pdf/pampanga/PRB-M1-RA%2010121.pdf
http://www.coe-dmha.org/shared/pdf/disaster-mgmt-ref-hbks/disaster-mgmt-ref-hdbk-2012-vietnam.pdf
http://www.preventionweb.net/english/hyogo/gar/2013/en/home/GAR 2013/GAR 2013 212.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H