Mohon tunggu...
Risma Achmad
Risma Achmad Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis lepas

tetaplah membaca dan menulis hingga kau lupa caranya mencampuri urusan orang lain! musikalisasi puisi https://www.youtube.com/channel/UChjHjcKNXfito3Di7xQvAAA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi yang Tersisih

14 April 2020   13:29 Diperbarui: 14 April 2020   13:41 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian orang berpendapat bahwa hal yang paling menyakitkan dalam hidup ini adalah kehilangan. Dahulu saat mendengar cerita seseorang  yang mengalami kehilangan, aku berpikir bisa memahami semua yang orang lain rasakan, namun ternyata semuanya menjadi lebih sulit setelah aku merasakannya langsung. 

Kekecewaan yang lahir dari rasa kehilangan bisa membuat otak lupa caranya berpikir. Ada hal yang membelenggu dalam dada, seribu bahkan sejuta kecewa. 

Perlahan-lahan, akupun mulai setuju dengan pendapat kebanyakan orang bahwa kehilangan itu menyakitkan, tak peduli seberapa banyak amunisi yang kamu siapkan untuk menghadapinya, kehilangan bisa membuat duniamu runtuh dan kamu hanya menjadi debu dalam kenangan kebahagiaan.

Seseorang akan merasa kehilangan ketika hal yang pergi itu adalah sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya, atau sesuatu yang untuk memperolehnya butuh perjuangan dan pengorbanan. 

Sesuatu yang hilang memang tak mungkin kembali lagi. Ia hanya bisa diingat dalam kenangan. Kehilangan bisa membuat orang frustasi, sehingga beberapa  orang memilih melupakannya agar bisa kembali merangkai hidup. 

Namun sulit bagiku untuk melupakan hal itu, sebab aku telah melibatkan perjuangan untuk berada di posisi itu. 

Inilah puing-puing kenangan yang ingin kuceritakan padamu. Tentang langkah yang terantuk jatuh dan membuat kaki terkilir. Tentang mimpi yang tertahan dan angan yang terbuang.

Saat itu aku berkuliah di salah satu Universitas Negeri terbaik yang ada di Depok Jawa Barat. Untuk masuk kesana, kamu harus menyiapkan strategi yang banyak dan aku telah melaluinya dengan baik sehingga beruntung bisa menjadi bagian dari civitas akademiknya.

Bangga sudah pasti yang lebih banyak kukenang adalah perjuangan untuk mendapatkan nilai yang baik dan bertahan dengan IPK yang cukup. 

Kehidupan kampus yang menyenangkan, teman-teman yang hebat dan tentu saja dosen yang kompeten menjadi hal yang selalu kuingat. Ingin kembali kesana dan mengulang semuanya, namun aku tak punya kuasa untuk memutar waktu.  

Hari-hariku berjalan sangat menyenangkan di kampus ternama itu. Banyak hal yang sudah kupelajari dan semuanya sangat berharga untuk anak rantau dari wilayah terpencil seperti diriku ini. 

Pada suatu pagi di Bulan Juli 2011, aku mendapatkan kabar yang cukup buruk tentang kesehatanku. Dokter memberitahukan bahwa ada miom dalam rahim yang harus segera diobati. Aku terpukul dan tidak tau harus berbuat apa. Kujalani semua saran dokter dan rutin mengkonsumsi obat yang diberikan. 

Kondisiku perlahan membaik, namun ada kecemasan dalam diri yang sulit untuk dijelaskan. Kecemasan itu menyita banyak pikiran hingga konsentrasikupun terbagi. Aku tak fokus lagi pada perkuliahan dan memikirkan biaya pengobatan penyakitku. Harga obat yang harus kutebus cukup besar untuk seseorang yang finansialnya pas-pasan. 

Mengingat orang tua di kampung membuatku semakin bersedih, tak tega rasanya terus membebani mereka. Ingin mengeluh pada teman, namun aku termasuk orang yang selalu gak enak dan takut merepotkan orang lain. Aku memendamnya sendiri untuk beberapa waktu. Nilai-nilaiku turun drastis. 

Kecemasan itu pun semakin bertambah hingga menjadi tekanan dalam diri. Rasanya seperti terhimpit bebatuan yang besar. Hari-hariku mulai memburuk dan aku ambruk. Aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk berobat, mengikuti semua saran yang diberikan. 

Orang tuaku terkejut dan mengusahakan berbagai cara untuk membantuku sembuh dari penyakit yang membelenggu. Berbagai saran diikuti dan semua alternatif pengobatan dicoba. 

Banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan membuat aku harus mengambil cuti kuliah. Dokter menyarankan aku untuk beristirahat total dan orang tua membawaku pulang ke kampung halaman. Aku berpikir ini mudah untuk dijalani, sehingga aku menjalaninya dengan hati yang lapang, meski banyak rencana yang harus kuurungkan.

Hari demi hari berlalu, aku benar-benar bisa beristirahat dengan baik di kampung. Namun semuanya tak semudah yang dibayangkan. Saat kondisiku mulai membaik, ada kecemasan orang tua untuk mengizinkanku kembali ke Depok dan melanjutkan mimpi di Universitas terbaik itu. 

Aku kaget dan memberontak atas keberatan hati orang tua. Ingin tetap pergi kesana dan kembali menimba ilmu. Namun pendirian orang tuaku sangat kuat, kekhawatiran akan penyakitku memang manjadi alasan yang sangat logis, apalagi di perantauan tidak ada keluarga yang bisa mengurus jikalau aku sakit lagi.  

Aku terdiam, membatin dan tak tahu apa yang harus kulakukan. Tangisku pecah dan inilah jalan buntu yang kutemui dalam catatan kehidupanku.

Mengingat kampus adalah hal yang membuatku depresi. Kepingan perjuangan bersama teman-teman seangkatan menari-nari di kepala. Sulit untuk melepaskan dan sulit untuk mengikhlaskannya begitu saja. Inilah keputusan terberat dalam hidupku. Sulit bagiku untuk legowo dengan pilihan yang diberikan orang tua. Kekecewaan mewarnai hari-hariku. 

Aku lebih banyak diam dan kehilangan senyum. Tatapanku kosong bahkan otakku berhenti berpikir. Siapapun yang melihat pasti menganggapku telah hilang akal. 

Aku menerima semua ucapan dan anggapan orang lain padaku karena mereka tidak akan pernah mengerti apa yang sedang kualami dan seberapa besar perjuangan yang telah kulakukan untuk berada di posisi itu. 

Tiada teman dan kerabat yang mampu menghibur. Kepercayaan diriku hilang ditelan penilaian-penilaian orang lain yang menganggapku hilang akal. Aku semakin nelangsa.

Ingin mengutuk dan menyalahkan diri namun tak ingin semakin merugi. Hingga akhirnya hanya pada Tuhanlah kuluapkan segala keluh dan kesah. Lewat dzikir dan doa, kupasrahkan semuanya pada Allah, memohon petunjuk untuk dimudahkan segalanya dan benar adanya, Tuhan tak tutup mata, dikirimkan-Nya semangat baru dalam dadaku. 

Semangat untuk kembali melanjutkan perjalanan. Kisahku harus berlanjut, jika terus menyesali hal yang telah berlalu aku akan menyia-nyiakan waktu yang diberikan Tuhan saat ini. Perlahan tapi pasti, aku mulai sadar dengan kesabaran untuk menerima apa yang telah digariskan Tuhan, kita akan tahu caranya bersyukur. 

Kutata kembali hari-hariku. Berbagai buku penguatan aku baca, dan disanalah kutemukan angin segar yang dapat menyejukkan pikiranku. Rasa percaya diri yang hilang mulai tumbuh. Aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku di kampus yang ada di daerahku, meski fasilitasnya jauh dari kampusku yang dahulu. Aku bahagia ketika melihat kedua orang tuaku tersenyum bangga dengan predikat cum laude yang kuterima di wisuda kelulusanku.

Inilah kawan sepenggal cerita tentang impianku yang terbuang, hilang terbawa waktu dan tenggelam dalam tangis kecewa. Aku sangat kehilangan, sebab untuk mencapai mimpi itu aku telah berjuang. Namun tak perlulah menyesali sesuatu yang hilang secara berlebihan sebab jika kamu bersabar maka Allah akan menggantikannya dengan hal yang luar biasa. 

Jangan pernah menyia-nyiakan waktu untuk menangisi hal yang telah berlalu karena hidup terus berjalan maju dan tak ada kesempatan untuk kembali ke masa lalu. Jangan lupa bersyukur, agar kamu bisa lebih bijak memaknai semua masalah yang terjadi dan mengambil hal-hal positif didalamnya.

Cerpen ini pernah dipublikasikan dalam buku antologi cerpen NPH batch 4 Ini Kreatif dengan judul “Sepenggal Mimpi Yang Terbuang”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun