Mohon tunggu...
Rismawati
Rismawati Mohon Tunggu... Guru - Universitas Negeri Malang

Sekali-kali jangan pernah mengaku paling suka membaca, jika menulis satu kalimat saja kamu tau bisa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sapuih Ijuak

27 Januari 2024   21:59 Diperbarui: 28 Januari 2024   18:23 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Deno bersama Pak Etek Burhan berusaha untuk menyelesaikan permasalahanku sebelum tersebar ke media. Amak mendengar aku yang ditangkap polisi akibat memakai obat terlarang langsung pingsan dan dilarikan ke rumah sakit, sedangkan bapak terduduk lemas tanpa sapatah kata apapun, jelas Deno kepadaku. Mengutuki diri adalah kepandaianku saat ini. Tidak seharusnya aku melakukan larangan amak. Nasihat tentang sapuih ijuak yang dikatakan kepadaku ternyata aku gunakan untuk hal yang tidak berguna. Bukan sapuih ijuak yang berada di lingkungan buruk yang diimpikan amakku, tapi aku berada di lingkungan itu.

Mendekam di balik jeruji menunggu keputusan hukum kulalui dengan wajah datar. Tidak ada lagi aura kejayaan yang kupancarkan. Angel, pacar yang aku temukan di klub juga tidak nampak batang hidungnya. Tidakkah dia kasihan melihat kekasihnya terdiam di balik jeruji hitam ini. Media mulai mencium tingkah burukku terlihat dari polisi mulai menambah keamanan di jeruji tempat menginapku. Berbagai dugaan telah kupikirkan selama dua hari ini. Kepalaku mulai sesak memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Bukan jeruji ini yang membuatku sesak, namun hati yang kosong tidak tahu harus berbuat apa itulah yang membuat stres menghampiriku.

“Alah sumbayang, Nak?” (sudah salat, Nak?) tanya bapak yang datang menjengukku.

Terdiam. Aku malu untuk menjawab pertanyaan bapak. Sudah seminggu ini salatku sudah bolong-bolong. Bahkan selama di balik jeruji aku sudah lupa apa itu salat.

“Sumbayang lah dulu Nak, bia hati waang tanang,” (salatlah biar hatimu tenang) ucap bapak lebih halus.

Penjaga jeruji besi mengizinkan aku untuk berwudu. Aku melaksanakan salat zuhur di dalam jeruji. Nanar mata bapakku setelah melihat aku menyelesaikan kewajiban utama sebagai umat Islam ini. Bapak tetap setia menemaniku hingga jam kunjungan semakin berakhir. Namun Deno dan Pak Etek Burhan datang bersama polisi ke jeruji yang membekukanku.

“Atas nama saudara Yusuf, Anda sudah diperbolehkan untuk keluar sekarang.”

Tentu saja aku heran. Angin apa yang membuat polisi menyuruhku untuk bebas. Keraguanku dijelaskan oleh Pak Etek Burhan dengan raut yang tak kalah sedih dari bapak. Beliau memeluk erat bapak yang juga meminta penjelasan tentang kebebasanku.

“Alhamdulillah Da, Ucup alah bebas,” (Alhamdulillah Uda, Yusuf sudah bebas) rangkul pak etek sambil menepuk-nepuk pelan punggung bapak.

“Mas Yusuf dinyatakan tidak bersalah berdasarkan rekaman CCTV di klub malam tersebut. Teman-temannya yang pengkonsumsi obat terlarang mencoba menjerumuskan Mas Yusuf dengan cara mencampurkan obat terlarang ke minuman dengan bantuan Angel,” jelas Deno mengusir rasa penasaran aku dan bapak.

“Tunggu, kenapa Angel bisa ikut campur dengan kasus ini?” tanyaku lebih penasaran. Mana mungkin Angel berniat buruk terhadapku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun