Mohon tunggu...
Rismawati
Rismawati Mohon Tunggu... Guru - Universitas Negeri Malang

Sekali-kali jangan pernah mengaku paling suka membaca, jika menulis satu kalimat saja kamu tau bisa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sapuih Ijuak

27 Januari 2024   21:59 Diperbarui: 28 Januari 2024   18:23 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ternyata benar kata amak, jika menjalin hubungan baik dengan orang-orang, maka takdir baik akan segera datang menghampiri kita. Enam bulan lamanya aku bekerja sebagai pemeran pendukung sinetron, ternyata penampilanku dilirik oleh seorang produser. Kini aku mendapatkan pekerjaan dengan tingkatan yang lebih tinggi daripada pemeran pendukung. Panggilan Ucup tak pernah terdengar lagi di telingaku. Nama yang sangat udik tertinggal jauh di pelosok sana.

Aku kini menjelma menjadi artis pendatang baru di ibukota. Ketampananku tiada tiganya dari artis-artis kelas atas. Aktingku pun mulai membaik dari hari ke hari. Honor dari syuting sana sini membuat dompetku menebal. Sebentar lagi akan kubangun istana megah di kampung, di lembah bukit barisan. Atau begini saja, keluarga semuanya kuboyong ke Jakarta tinggal di apartemen mewahku. Pastilah amak dan bapak akan sumringah, batinku senang.

Jadwal yang padat mulai aku dapatkan. Asisten pribadiku terlihat sibuk mengatur jadwal. Tak pernah kusangka akan menjadi sesukses ini dalam waktu singkat. Jadwal syuting yang padat di sana-sini kerap membuatku mulai terbiasa menunda salat. Suara azan tidak diindahkan lagi. Langkah mulai menjauh dari masjid. Padahal ketika menginjakkan kaki di Jakarta, langkah utamaku adalah masjid. Kemana Yusuf yang dulu? Ah sudahlah, sekarang aku sedang sukses, aku bisa bersedekah lebih banyak untuk mengganti ketertinggalan ibadahku, rutukku ketika amak menelpon di seberang sana mengingatkan untuk sembahyang. 

“Sayang, bisa transfer uang 10 juta sekarang?” ucap seorang wanita cantik yang telah kudekati sebulan ini.

“Sudah masuk, kan Sayang?” balasku dengan tampang tiada masalah. Aku tak bertanya untuk apa uang itu dia gunakan. Yang jelas aku harus membuat dia bahagia dan semakin betah denganku. Dia adalah pacar pertamaku, perempuan yang aku temukan ketika sedang pergi ke klub malam bersama artis-artis muda lainnya. Seminggu berkenalan, aku dan dia resmi berpacaran. Seorang Yusuf berpacaran bukanlah sesuatu yang baru. Ini di Jakarta, segala sesuatu bisa terjadi dan harus terjadi. Amak yang mendengar aku berpacaran dan pergi ke klub malam sangat kecewa. Dia menangis dan hampir pingsan ketika aku pulang ke apartemen dalam kondisi mabuk berat.

“Anak bujang ambo alah hilang” (anak bujangku sudah hilang) rintih amak sendu.

Selasa sore aku disibukkan dengan jadwal syuting. Tiba-tiba Deno asisten pribadiku datang tergesa-gesa ke arahku “Mas, ada polisi.”

“Polisi? Ada apa?” tanyaku penasaran. Aku tidak pernah berurusan dengan polisi sejauh ini.

“Kayaknya minuman yang Mas minum di klub tiga hari yang lalu mengandung obat terlarang. Yang lain udah di kantor polisi saat ini,” jelas Deno dengan ekspresi khawatir pucat pasi.

Menghindari keributan di lokasi syuting membawa aku dan Deno menemui polisi-polisi tersebut secara diam-diam. Tiada angin tiada hujan, kenapa badai kencang disertai tornado menerbangkan aku. Polisi meringkusku menuju ke kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Apakah karirku segera berakhir? Istana megah belum selesai kudirikan. Meskipun sepeda ontel karatan sudah aku ganti dengan motor matic, namun itu tidak akan ada artinya jika bapak menyaksikan keadaanku saat ini. 

Polisi melakukan tes urine kepada aku dan teman-teman yang berada di klub malam itu. Positif, hasil tesnya positif semua. Bahkan dari mereka semua dinyatakan telah lama menggunakan benda haram itu. Aku tertunduk lesu, aku tidak pernah menyangka akan berakhir seperti ini. Aku tidak pernah menggunakan obat terlarang, tapi mengapa hasil tes urine mengatakan aku positif sebagai pemakai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun