"Asyik! Adel dibayar lebih, terimakasih banyak yah mas Ferdi. Jangan kapok sama Adel yah!" Adel tampak senang sekali. Ia lalu memelukku dan mendaratkan kecupan pada pipiku. Aku hanya tersenyum tipis.
"Oh iya mas Ferdi, boleh minta nomor teleponnya? Kalau Adel kangen, kan nanti bisa telepon mas Ferdi," pinta Adel sambil mengeluarkan gawai dari tasnya. Kusebutkan deretan nomor. Tentu saja bukan nomor pribadiku.
"Adel kirim chat barusan, save nomor Adel yah, biar kita bisa saling intip status." Adel lalu membuka tasnya dan mengeluarkan peralatan make up-nya. Ia mematutkan wajahnya pada cermin kecil lalu memoles bedak dan lipmatte.
Tiba-tiba telepon kotak ajaib berdering, tanda peringatan bahwa waktu telah habis. Adel lalu mengangkatnya. Sejenak ia berbicara dengan seseorang di ujung telepon sambil bercanda.
"Yuk mas Ferdi, Adel antar ke kasir," ujar Adel sambil menggamit lenganku. Â Â Â Â Â
Dengan langkah gontai aku membuka pintu keluar. Selesai sudah. Yang tersisa kini hanya rasa sesal. Dan begitu siklus ini berulang, entah sampai kapan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H