Mohon tunggu...
Risma Indah L
Risma Indah L Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan penikmat hobi

Menulis mencoba menginspirasi Mendidik mencoba memberdayakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Rengkuh Pikirnya, Sentuh Hatinya, dan Hentikan Kekerasan

16 Februari 2020   15:31 Diperbarui: 18 Februari 2020   03:41 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebiasaan para Guru yang "ringan tangan" tidak pantas untuk diterus-teruskan. Percuma mempelajari Pemahaman individu atau Perkembangan Peserta Didik, kalau sedikit-sedikit "main tangan". Mendingan dahulu belajar bertinju saja. Bukankah bekal ilmu yang didapat di bangku kuliah harusnya menjadi referensi dalam menangani siswa?

Hukuman fisik tidaklah tabu, tetapi carilah yang bermanfaat.

Tidak melakukan kekerasan bukan berarti tabu terhadap hukuman fisik. Tentu saja hukuman fisik dengan bentuk yang tepat dan bermanfaat. Jangan melibatkan benturan fisik guru dengan siswanya. Contoh push up, atau lari keliling lapangan.

Pastikan siswa sehat saat melakukannya dan pastikan frekuensi jumlahnya wajar, sehingga dapat dihitung sekaligus sebagai aktifitas olahraga.

Hukuman fisik dapat juga berbentuk kerja bakti atau bersih-bersih. Di sekolah kami siswa yang sedang dalam proses pembinaan selalu mendapat hukuman seperti ini. 

Mulai dari bersih-bersih dan mengepel masjid sekolah. Membersihkan bengkel praktek, membabat semak rumput di lapangan voli atau sepak bola, atau bersih-bersih kamar mandi juga boleh. Bermanfaat 'kan bagi sekolah? Bagi siswa juga berarti belajar kerja keras, kebersihan, dan memelihara fasilitas sekolah.

Kalau kita pukul dan tampar apa manfaatnya ? Apa juga manfaatnya buat lingkungan? Selain hanya puas melampiaskan emosi yang ujung-ujungnya membuat siswa sakit hati.

Anak-anak kita juga sarat dengan tantangan hidup.

Beberapa komentar di media sosial memberi cap bagi siswa yang melaporkan kekerasan yang dilakukan Guru terhadapnya. Siswa tersebut dikatakan cengeng, lemah, cemen dan lain-lain yang sejenis. 

Saya ingin berbagi realita kehidupan sebagian anak remaja kita. Sekian banyak siswa saya berada dalam taraf ekonomi keluarga menengah kebawah dan boleh dikatakan miskin.

Ada yang hanya mampu tinggal dalam satu kamar kos yang sumpek bersama ayah serta ibunya. Sebagian lagi adalah korban perceraian yang harus menderita karena konflik keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun