Mohon tunggu...
Risma Indah L
Risma Indah L Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan penikmat hobi

Menulis mencoba menginspirasi Mendidik mencoba memberdayakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Milikilah Visi dalam Mematuhi Aturan

13 Februari 2020   18:19 Diperbarui: 13 Februari 2020   18:30 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://brainly.co.id/tugas/2089130

Sempat viral peristiwa beberapa waktu yang lalu di berbagai media, salah satunya diberitakan kompas tv tentang seorang pria yang mengamuk karena hendak ditilang oleh petugas kepolisian.

 Diberitakan bahwa pria tersebut menolak himbauan polisi lalu lintas untuk menjalankan mobilnya yang saat itu sengaja berhenti karena diduga menghindari aturan ganjil genap. 

Kejadian ini terjadi di dekat Gardu Tol Angke, Jakarta Barat pada hari Jumat pagi, 7 Februari lalu. Pria ini sempat mencekik sang polisi lalu lintas yang hendak menilangnya.

Bukan hal baru bahwa para polisi lalu lintas kerap menjadi sasaran amukan para pengendara  yang menolak dianggap melanggar aturan, padahal jelas-jelas memang melanggar.

Mereka pun menunjukkan reaksi tidak mau disalahkan bahkan mengamuk.

Mengapa sangat sulit bagi sebagian orang untuk mengikuti aturan-aturan?  Padahal di setiap tempat dimanapun kita berada pastinya ada peraturan.

Saya ingin kembali kepada komunitas kami di sekolah. Ada siswa bahkan Guru yang juga sulit untuk mematuhi aturan. Mulai dari aturan datang tepat waktu, larangan untuk merokok, aturan berpakaian, dan berbagai aturan lainnya yang ada di sekolah. 

Repotnya sebagian baru menjadi "sadar" untuk mematuhi aturan ketika diberikan sanksi. Semakin berat sanksi, mereka merasa semakin ketakutan untuk melanggar.  

Jadilah di dalam sebuah instansi diterapkan segala macam aturan dan beraneka ragam sanksi. Hal itu dilakukan untuk mentertibkan mereka yang sulit untuk "diatur"

Sejujurnya  kadang saya merasa risih dengan berbagai sanksi yang terkesan ingin "sok menakutkan" itu. Bagi banyak  orang yang terbiasa mentaati aturan rasanya tidak perlu segala macam sanksi untuk dapat patuh dan tertib.

Tetapi sayangnya memang terbukti. Ketika sanksi semakin berat, yang melanggar pun semakin sedikit. Apa sebenarnya yang terjadi?

Salah satu konsep dalam  teori belajar adalah reward dan punishment. Konsep ini.menjelaskan bahwa perilaku seseorang dapat dimodifikasi dengan memberi efek berupa hadiah atau hukuman. 

Orang akan berhenti melakukan sebuah perilaku jika ia menerima rasa tidak nyaman atau hukuman. Sebaliknya akan mempertahankan perilaku tertentu jika ia merasa mendapat keuntungan atau hadiah.

Pemberlakuan sanksi salah satu nya adalah penerapan dari konsep reward dan punishment. 

Pertanyaannya apakah seseorang akan terus menerus berperilaku baik karena takut akan hukuman dan ingin mendapatkan hadiah? Seharusnya  tidak selalu demikian. 

Semakin bertambah usia  manusia memiliki kemampuan berpikir yang semakin berkembang.

Seperti yang dikatakan Jean Piaget, bahwa sejak usia pubertas, seseorang  tidak lagi hanya  berpikir  mengenai obyek (benda) nyata. Melainkan mulai mengembangkan kemampuan berpikir tentang sesuatu yang abstrak seperti pemahaman  akan  nilai-nilai (values) dan juga makna kehidupan yang lebih mendalam. Disertai juga kemampuan berpikir logis. 

Kesimpulan saya,  ketika seseorang mematuhi suatu peraturan hanya karena semata-mata takut akan sanksi, berarti tahap proses berpikirnya boleh dikatakan mengalami hambatan dalam perkembangan yang lebih maju. 

Dalam hal peraturan dan mematuhi aturan saya membuat beberapa poin penting yakni, 

Jangan mengikuti aturan semata karena rasa takut akan sanksi. 

Orang-orang yang patuh karena takut sekilas kelihatan baik. Mereka tertib, selalu ikut aturan. Tetapi sayangnya mereka orang-orang yang tidak punya visi. Seperti pengendara sepeda motor yang memakai helm semata karena takut ditilang, bukan karena alasan keselamatan. 

Bagi saya kita harus punya alasan dan cara pandang ke depan mengapa kita mematuhi aturan. Visi akan keadaan yang lebih baik dan bermanfaat itu yang membuat kita patuh. Bukan karena rasa takut akan sanksi. 

Membuang sampah pada tempatnya dilakukan agar lingkungan kelihatan bersih dan nyaman dan meminimalkan kemungkinan banjir.

Datang tepat waktu alias tidak terlambat bukan karena takut akan disuruh push up (bagi siswa) atau diberi sanksi pemotongan tunjangan (untuk guru misalnya), melainkan karena ingin memanajemen diri dengan lebih baik, berangkat lebih santai di jalan, dan memiliki waktu lebih longgar untuk menyiapkan diri sebelum bekerja atau belajar. 

Saya pikir perilaku tertib akan bertahan lebih lama karena motivasi  datang dari diri sendiri, bukan karena paksaan dari luar.

Hargailah peraturan yang dibuat untuk menjaga budaya komunitas

Ada siswa saya yang mempertanyakan mengapa rambut siswa laki-laki tidak boleh gondrong? Mengapa tidak boleh memaka celana jeans di sekolah? Memangnya rambut dan celana ikut belajar?

Pada awalnya saya berpikiran sama. Bahkan di sekolah kami ada aturan tidak tertulis bahwa Guru putri harus menggunakan rok, dan tidak boleh menggunakan celana panjang (apalagi celana pendek, hehehe). Tentu saja awalnya hal ini bertentangan dengan diri saya. Apalah hal yang terlalu prinsip soal bawahan yang dikenakan ? Apakah akan menentukan kualitas kerja kita?

Tetapi kemudian saya berpikir, bahwa hal itu adalah aturan di komunitas kami. Tujuan pastinya menjaga  budaya sekolah. Karena setiap sekolah memiliki budaya dan ciri khas masing-masing. 

Sebagai warga sekolah tentunya harus mendukung. Apalagi bagi siswa. Peraturan itu sudah diketahui sejak awal ketika mereka masuk di tahun pertama. Sehingga mereka sadar dan tahu keberadaan aturan ini. 

Memang ada sekolah yang memiliki ciri khas yang berbeda, memperbolehkan siswa laki-laki berambut gondrong, dan membolehkan siswanya bercelana jeans. Tetapi kalau ingin seperti itu tentunya mereka harus pindah sekolah kan?

Mengikuti aturan sebagai upaya belajar menyesuaikan diri dan mengalahkan egoisme.

Masih menyambung hal di atas.  Bagi saya memakai celana panjang adalah soal alasan kepraktisan saja. Apalagi sehari-hari transportasi saya adalah sepeda motor. Tetapi tentunya ketika berada di lingkungan sekolah saya juga tidak keberatan untuk memakai rok. Toh itu tidak mengubah jati diri saya. 

Begitupun dengan siswa. Di luar sekolah mereka boleh-boleh saja memakai celana jeans. Bahkan ketika Praktek Kerja Lapangan, ada yang membiarkan rambutnya gondrong (tentu saja menyesuaikan aturan perusahan tempat praktek). Tetapi ketika kembali dalam lingkungan sekolah, semua dapat disesuaikan. 

Terkadang sebagai manusia, saya sendiri ingin dapat bertindak sesuai kemauan saya dimanapun saya berada. Egoisme diri terkadang membuat pendapat dan keinginan saya selalu benar dan ingin diutamakan.

Tetapi peraturan dalam kelompok atau komunitas membuat diri kita belajar menyesuaikan diri dan mengalahkan egoisme dalam hidup kebersamaan.

Peraturan dibuat untuk mensejahterakan masyarakat atau anggota kelompok.

Terkadang ada aturan yang dibuat sebagai bentuk dari arogansi kekuasaan dan kepentingan kelompok tertentu. Sehingga manfaat yang didapatkan tidak dirasakan dalam kehidupan bersama. Melainkan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu. 

Bagi saya aturan demikian  perlu diprotes bahkan didobrak!

Teringat ucapan budayawan Sujiwo Tedjo mengenai istilah urakan dan kurang ajar.

Perlu urakan, yang maknamya menurut beliau adalah melanggar aturan karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan. 

Tetapi tidak bermaksud kurang ajar. Yakni melangggar aturan semata mata untuk gaya-gayaan

Peraturan perlu dikritisi dan dikaji ulang.

Peraturan perlu dikritisi apakah masih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman? 

Ibarat sebuah pakaian yang tidak lagi cukup. Yang dilakukan bukanlah memotong tubuh sang pemakai, melainkan membuat pakaian baru yang lebih sesuai dan nyaman untuk dikenakan.

Peraturan diharapkan dapat menghasilkan situasi tertib dan nyaman dalam kehidupan bersama, sehingga hak- hak setiap anggota masyarakat dihargai dengan baik. 

Oleh karenanya visi dan sikap bijak perlu dimiliki baik oleh para pembuat aturan maupun mereka yang dikenai aturan

Salam 

Bacaan : satu, dua, tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun