Tetapi perlu juga  dikaji lebih lanjut, mengapa jabatan menjadi menggiurkan untuk banyak orang. Apakah karena jumlah finansial yang menjanjikan? Apakah karena status sosial yang "terangkat"? Apakah karena dapat dengan leluasa membuat kebijakan-kebijakan? Apakah karena gengsi? Apakah karena dengan memiliki jabatan jadi lebih bisa melayani orang lain? Bagi saya, justru motivasinya itu yang penting bukan jabatannya.
Sebagai orang yang memilih untuk tidak mengidam-idamkan jabatan bukan berarti  saya tidak terus menerus memoles dan mengaktualisasi kemampuan diri. Hal itu mutlak perlu dilakukan.Â
Keinginan untuk studi lanjut, memiliki hasrat untuk mendapat sertifikasi keahlian tertentu. Adalah lebih  sebuah dorongan untuk  mengaktualisasi atau meng-upgrade diri. Tidak melulu  diperuntukkan untuk semata mengejar pangkat atau jabatan.  Meski memperoleh jabatan adalah salah satu bentuk aktualisasi diri. Hanya bagi saya jabatan adalah  efek samping, bukan tujuan.Â
Meng- upgrade kemampuan terlebih juga diperuntukkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan  bagi orang-orang yang kita layani. Juga sebuah kepuasan dan kebutuhan untuk mencapai "kepenuhan diri".
Kalau kita sudah mencapai "kepenuhan diri" atau dalam hirarki kebutuhan Abraham Maslow berada dalam puncak yang disebut aktualisasi diri, mestinya secara alami kepenuhan itu harus menjadi manfaat yang dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita.Â
Kalau orang yang sudah merasa "penuh" tetapi enggan berbagi, itu melawan hukum alam. Perilaku itu akan berbalik merugikan dirinya sendiri. Menjadi egosentris yang tentunya tidak sehat secara psikologis.Â
Kalau kepenuhan ya "luber". "Luber" itu ya berbagi. Coba saja kalau luber itu kita telan sendiri. Â Akhirnya kita muntah karena kekenyangan atau paling parah lagi ya obesitas.Â
Jabatan bukan untuk diri sendiri
Memiliki jabatan atau mungkin menjadi pejabat sepertinya menjadi harapan sebagian besar orang . Meski belum melakukan survei sih...seberapa banyak orang di dunia yang bahagia dengan memiliki jabatan dibandingkan dengan yang tidak.Â
Tetapi secara kuantitatif kita dapat menghitung.  Berapa dari keseluruhan orang yang berada dalam lembaga atau masyarakat  kita yang menduduki jabatan-jabatan tertentu? Hanya sekian persen dari banyak tentunya.
Kemudian apakah kita yang menjadi kaum "kebanyakan" itu  bukanlah kelompok yang patut diperhitungkan ? Tentu mestinya  tidak. Sehingga harus tetap memperbaiki kualitas pekerjaan, harus dapat meng-upgrade kemampuan atau keahlian.