Mohon tunggu...
Risma Indah L
Risma Indah L Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan penikmat hobi

Menulis mencoba menginspirasi Mendidik mencoba memberdayakan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jabatan Bukanlah Tujuan

19 Januari 2020   03:44 Diperbarui: 19 Januari 2020   11:52 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi perlu juga  dikaji lebih lanjut, mengapa jabatan menjadi menggiurkan untuk banyak orang. Apakah karena jumlah finansial yang menjanjikan? Apakah karena status sosial yang "terangkat"? Apakah karena dapat dengan leluasa membuat kebijakan-kebijakan? Apakah karena gengsi? Apakah karena dengan memiliki jabatan jadi lebih bisa melayani orang lain? Bagi saya, justru motivasinya itu yang penting bukan jabatannya.

Sebagai orang yang memilih untuk tidak mengidam-idamkan jabatan bukan berarti  saya tidak terus menerus memoles dan mengaktualisasi kemampuan diri. Hal itu mutlak perlu dilakukan. 

Keinginan untuk studi lanjut, memiliki hasrat untuk mendapat sertifikasi keahlian tertentu. Adalah lebih  sebuah dorongan untuk  mengaktualisasi atau meng-upgrade diri. Tidak melulu  diperuntukkan untuk semata mengejar pangkat atau jabatan.  Meski memperoleh jabatan adalah salah satu bentuk aktualisasi diri. Hanya bagi saya jabatan adalah  efek samping, bukan tujuan. 

Meng- upgrade kemampuan terlebih juga diperuntukkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan  bagi orang-orang yang kita layani. Juga sebuah kepuasan dan kebutuhan untuk mencapai "kepenuhan diri".

Kalau kita sudah mencapai "kepenuhan diri" atau dalam hirarki kebutuhan Abraham Maslow berada dalam puncak yang disebut aktualisasi diri, mestinya secara alami kepenuhan itu harus menjadi manfaat yang dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitar  kita. 

Kalau orang yang sudah merasa "penuh" tetapi enggan berbagi, itu melawan hukum alam. Perilaku itu akan berbalik merugikan dirinya sendiri. Menjadi egosentris yang tentunya tidak sehat secara psikologis. 

Kalau kepenuhan ya "luber". "Luber" itu ya berbagi. Coba saja kalau luber itu kita telan sendiri.  Akhirnya kita muntah karena kekenyangan atau paling parah lagi ya obesitas. 

Jabatan bukan untuk diri sendiri

Memiliki jabatan atau mungkin menjadi pejabat sepertinya menjadi harapan sebagian besar orang . Meski belum melakukan survei sih...seberapa banyak orang di dunia yang bahagia dengan memiliki jabatan dibandingkan dengan yang tidak. 

Tetapi secara kuantitatif kita dapat menghitung.  Berapa dari keseluruhan orang yang berada dalam lembaga atau masyarakat  kita yang menduduki jabatan-jabatan tertentu? Hanya sekian persen dari banyak tentunya.

Kemudian apakah kita yang menjadi kaum "kebanyakan" itu  bukanlah kelompok yang patut diperhitungkan ? Tentu mestinya  tidak. Sehingga harus tetap memperbaiki kualitas pekerjaan, harus dapat meng-upgrade kemampuan atau keahlian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun