Tetapi ya... sebagai seorang yang berbeda agama dengan Mo Salah, saya tidak berani berkomentar soal ajaran agama beliau. Itu sudah di luar batasan saya. Hanya saja saya berpendapat terlalu banyak komentar sinis, berlebihan, dan bahkan menghakimi yang tidak sepantasnya.
Sedikit saya ulas soal pohon Natal.  Pohon cemara yang dihias dengan lampu warna warni sangatlah nggak nyambung dengan pengakuan kisah kelahiran Yesus. Karena waktu itu pun di Betlehem saat Yesus lahir tidak ada pohon Natal seperti sekarang ini. Itu hanya berawal dari suatu budaya di suatu negara sebagai  ungkapan ekspresi kebahagiaan menyambut sebuah momen spesial.Â
Bergerak dari postingan Mo Salah. Sebenarnya banyak masalah serupa berkaitan dengan lika -liku bermedia sosial. Juga  timbul tanda tanya yang lebih banyak dalam diri saya. Sebenarnya sudah siapkah kita bermedia sosial?
Seperti mungkin masyarakat "jaman now", saya juga memiliki akun media sosial. Yah... yang standar sajalah, contohnya facebook, instagram, twitter.Â
Saya juga termasuk kurang menggunakannya. Lama kelamaan,  bermedsos juga  dihinggapi rasa bosan. Tetapi paling tidak, melalui akun media sosial yang saya miliki, saya memperoleh informasi tentang keadaan keluarga atau kerabat, siswa-siswi saya, bahkan teman-teman lama yang hampir dalam setahun pun belum tentu bertemu.Â
Ada bermacam-macam tipe teman di Media sosial saya. Ada yang suka selfie bahkan dimodifikasi dengan aplikasi face app, ada yang suka posting bersama pasangan, ada yang suka posting acara keluarga dan dengan banyak teman-temannya, ada yang gemar posting kelucuan dan kepintaran anak-anaknya. Ada yang posting liburan. Ada yang suka politik dan gemar posting  calon yang dijagokannya dalam pemilu.Â
Pertanyaannya, perlukah saya merasa tersakiti dengan postingan berkali-kali dari seorang teman yang  menampilkan kecerdasan dan kelucuan anak-anaknya mentang-mentang saya belum punya anak? Atau apakah saya perlu sakit hati dengan postingan liburan seorang teman ke luar negeri, karena selama liburan saya hanya mampu menghabiskan waktu di rumah saja?Â
Saya menjadi "geli" sendiri karena pernah mendengar komentar seorang teman. Menurut dia (intinya), jika Anda memposting even bersama pasangan, apakah tidak bertenggang rasa dengan mereka yang belum juga menikah? Selanjutnya, untuk apa posting kemesraan padahal sesungguhnya itu adalah cara  menutupi hubungan yang sebenarnya tidak harmonis. Walah...kok sampai kesitu ya orang ini berpikir?Â
Kalau saya melihat postingan teman yang bahagia, saya nggak sampai deh mau tahu apakah itu kebahagiaan palsu atau bukan. Kalaupun iya, itu bukan urusan saya.
 Atau ketika saya melihat postingan teman yang liburan, saya tidak pernah sampai berpikir memang berapa sih gaji dia sehingga sampai mampu liburan ke tempat itu. Terlalu jauh bagi saya untuk mengurusi urusan orang lain sampai sebegitunya, padahal mengurus diri saya sendiri pun belum becus.
Sebagai seorang yang memiliki akun media sosial saya lebih suka melhat segi kebemanfaatannya terutama dalam hal menjalin relasi dengan orang lain dan menambah informasi tentang situasi dunia. Apalagi sebagai penikmat pertandingan sepakbola dunia saya mendapat info-info menarik tentang pertandingan yang ter-update, juga mengenal sedikit profil kehidupan pribadi para pemain sepakbola dari berbagai negara. Â