Soal gaji tadi  itu hanyalah gojekan. Jujur kami tidak mengeluh. Masih banyak teman guru honorer yang gajinya pas-pasan. Kami bersyukur sudah dapat menikmati sertifikasi.
Meskipun ada saja nyiyiran di sana sini. Mungkin dipikirnya karena sertifikasi kami dapat berfoya-foya. . Yah Kadang orang jarang mau melihat prosesnya, senangnya  hanya menilai apa yang tampak di luar saja. Kalau saya, cukup doakan saja mereka yang nyiyir itu atau jadikan bahan gojek kere kita hahaha. Â
Hmmm....atau mulai bicara soal pak Anu. Itu lho... si guru yang punya bisnis pesat  di luar sana. Tak ada istilah tanggal tua untuk dirinya. Tapi sayangnya justru bisnis itulah kerja utamanya, sementara jadi guru  malah jadi kerja sambilannya. Hush...! kalau sudah begini stop!  Karena gojek kere itu pantang menggosip.
Kalau sudah bergaya bak ibu -ibu komplek, dengan mata yang melirik sang ibu muda tetangga baru, kemudian mulai berbisik was wis wus...berarti gojek kere sudah tak sehat lagi.Â
Biarpun "kere" saya ingin mengatakan  kalau gojek kere itu  kualitas humornya juga bisa diandalkan. Macam stand up comedy, lucu tetapi bikin berpikir. Meskipun terkadang humornya sungguh konyol, tetapi membuat relasi kita  jadi semakin kompak. Gojek kere itu menjadi asyik karena utamanya harus dapat tertawa bersama-sama, bukan satu tertawa yang lain sakit hati.Â
Humor  membuat hidup jadi rileks, relasi yang tegang jadi cair, permasalahan tidak harus dihadapi dengan  tegangan tinggi. Syukur-syukur membuat awet muda. Hidup perlu  seni mentertawakan diri sendiri, melatih menjadi semakin  rendah hati, dan belajar melihat kesulitan menjadi sesuatu yang bisa ditertawakan sambil berpikir
Salam akhir pekan dari para "kere"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H