Mohon tunggu...
RISMA PUJI LESTARI
RISMA PUJI LESTARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

UU Perlindungan Konsumen Belum Dapat Melindungi Hak Konsumen dalam Transaksi di E-Commerce

27 Juni 2022   12:58 Diperbarui: 27 Juni 2022   14:28 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BELUM DAPAT MELINDUNGI HAK KONSUMEN DALAM TRANSAKSI DI E-COMMERCE

(analisa yuridis perlindungi hak konsumen dalam pembelian di E-Commerce)

Oleh

Anggi Maulana ( 190710101112 )

Risma Puji Lestari (190710101124)

Emi Zulaika,S.H.,M.H

 

Abstrak

E-Commerce pada masa sekarang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan di kehidupan masyarakat.dimana dalam hal ini masyarakat sangat bergantung pada adanya E-Commerce. Hal ini karena dengan adanya E-Commerce masyarakat dapat dengan mudah untuk melakukan kegiatan transaksinya, hal in karena dengan adanya E-Commerce seseorang tidak perlu lagi untuk datang ke toko melainakn cukup membeli melewati media digital, dengan ini dapat membawa kepraktisan dalam melakukan transaksi. Akan tetapi disisi manfaat nya yang baik E-Commerce juga membawa masalah.Hal ini karena transaksi di E-Commerce sering sekali terjadi pelanggaran salah satunya barang yang dikirim tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembeli dan tidak sesuai dengan apa yang di pajang di E-Commerce tersebut. 

Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada dasarnya telah mengatur tentang hal ini akan tetapi Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum dapat menjangkau ke arah transaksi elektronik, maka diharapkan tulisan ini di tulis oleh penulis sebagai usaha untuk memberikan gambaran tentang perlindungan terhadap konsumen dalam ranah transaksi elektronik yang belum dapat dijangkau oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pada penulisan in imenggunakan metode penelitian normative karena berfokus pada kajian perpustakaan. Berkaitan dengan pembahasan dari tulisan ini ,penulis membagi menjadi berapa pembahasan yaitu :

a.hubungan hukum antara pembeli dan e-commerce, b. aspek perjanjian online yang dilakukan oleh pembeli dan e-commerce dan nilai keabsahanya, c. aspek perlindungan hukum konsumen pad jual beli di e-commerce.

Kata kunci: E-Commerce, transaksi elektronik,  perlindungan hukum

 PENDAHULUAN 

Pada era dewasa ini terjadi perubahan di berbagai aspek kehidupan manusia yang disebabkan oleh adanya perkembangan teknologi informasi. Teknologi informasi memiliki peran penting dalam kehidupan manusia pada era saat ini. Hadirnya teknologi informasi mengubah perilaku manusia karena adanya perkembangan teknologi informasi manusia dapat dengan mudah mengakses segala yang mereka butuhkan dalam kehidupanya. Selain dari adanya kemudahan yang ditawarkan dengan adanya perkembangan teknologi informasi ini membawa nilai praktis dalam menjalankan aktivitas dalam berbagai aspek kehidupan. Contoh aktivitas manusia yang sering memanfaatakan teknologi informasi adalah jual beli yang dilakukan secara online melalui aplikasi E-Commerce. Keberadaan toko online pada saat ini memilki peran vital dimasyarakat, hal ini karena keberadaan toko online pada era sekarang  menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.Dengan adanya E-Commerce  di masyarakat yang ingin membeli barang tidak lagi harus pergi ke toko. Selain itu di E-Commerce semua barang yang di inginkan oleh pembeli dapat dikatakan semua telah tersedia. Meski di toko online menyajikan banyak pilihan barang untuk di beli oleh pembeli, akan tetapi tidak semua barang dapat di perjual belikan di E-Commerce tetapi barang bergerak yang di perbolehkan oleh Undang-Undang saja yang boleh di perdagangkan di E-Commerce. Keberadaan E-Commerce pada masa sekarang memang memberikan manfaat yang besar dimana dengan adanya E-Commerce ini semua orang dapat bertransaksi kapan pun dimanapun dan dapat berbelanja dengan cepat dan mudah serta praktis. Jika melihat pada aspek praktisnya keberadaan E-Commerce memang sangat bermanfaat akan tetapi tidak dapat di pungkiri bahwa keberadaan E-Commerce juga membawa masalah baru. 

Seperti yang terdapat dalam kasus yang banyak terjadi di masyarakat dimana mereka membeli barang di E-Commerce tetapi produk yang datang ke mereka sering kali tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak sesuai dengan apa yang di sajikan di E-Commerce tersebut, hal ini sering sekali terjadi dan bahkan tidak sedikit E-Commerce yang melakukan kecurangan dengan mengirim barang yang tidak sesuai dengan pesanan. Dari adanya hal ini pada dasarnya dapat membawa masalah di masyarakat dimana hak-hak dari konsumen terganggu dengan adanya hal ini. Sebenarnya dari hal ini konsumen dapat menuntut pihak pelaku usaha dengan berdasarkan pada UU Perlindungan Konsumen akan tetapi dari hal ini menimbulkan pertanyaan dapatkah UU Perlindungan Konsumen menjamin perlindungan konsumen dalam transaksi eletronik. Maka dengan demikian penulis menulis tulisan ini dengan tujuan untuk memberikan gambaran apakah UU Perlindungan Konsumen sudah dapat melindungi hak-hak konsumen dalam ranah transaksi elektronil di E-Commerce. 

  METODE 

 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitan normatif yaitu suatu metode penelitian yang mana objek dari penelitian ini adalah kaidah-kaidah norma atau hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Penelitian hukum normatif menekankan pada pendekatan perundang- undangan yang mana dalam hal ini cara mendapatkan suatu data berfokus pada studi perpustakaan. Penelitian hukum normatif memiliki fungsi untuk memberikan gambaran akan permasalahan dalam muatan materi undang-undang yang mana pada muatan materi undang-undang tersebut sering terjadi kekosongan hukum, hukum yang bertentangan, dan kekaburan hukum. penelitian hukum normatif berusahan menjawab pertanyaan akan kondisi-kondisi tersebut.

 PEMBAHASAN 

a. Hubungan Hukum Antara Pembeli dan E-Commerce

Dari kasus tersebut pada hal ini dapat dijelaskan terlebih dahulu tentang hubungan hukum yang terjadi antara pembeli dan E-Commerce. Pada dasarnya dalam hal ini hubungan hukum yang terjadi adalah hubungan antara pembeli dan perantara dagang.berkaitan dengan perantara dagang sendiri pada dasarnya merupakan orang atau badan hukum yang memiliki fungsi sebagai pihak ketiga yang menghubungkan antara penjual dengan pembeli. Maka dengan hal ini pada dasarnya perjanjian jual beli yang dilakukan oleh pembeli tidak dilakukan dengan E-Commerce melainkan dengan penjual akan tetapi melalui E-Commerce sebagai perantara dagang. Kemudian berkaitan dengan pembelian melalui E-Commerce pada dasarnya di dahului dengan adanya perjanjian terlebih dahulu. 

Perjanjian pada toko pedia pada dasarnya terjadi dua kali yaitu perjanjian dengan E-Commerce dan penjual ketika jual beli. Perjanjian yang dilakukan merupakan perjanjian elektronik. Perjanjian online pada dasarnya merupakan perjanjian yang memiliki karakteristik yang sama dengan perjanjian pada umumnya akan tetapi memiliki bentuk yang berbeda, dimana perjanjian elektronik dilakukan dengan media digital dan dalam bentuk surat digital[7], akan tetapi mengenai syarat. sahnya perjanjian tetap sama dengan perjanjian pada umumnya yaitu mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian yaitu :

 

  • Terdapat kata sepakat
  • Cakap untuk melakukan perjanjian
  • Mengenai hal tertentu
  • Mengenai sebab yang halal

 

Berkiatan dengan perjanian yang ada di E-Commerce pada dasarnya menggunakan format perjanjian baku. Perjanjian baku atau klausula baku pada Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 1 angka 10 menjelaskan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.  Selain itu pada pasal 18 ayat (1) UU a quo menyatakan bahwa dalam membuat kontrak baku pelaku usaha tidak boleh menyatakan kalusula yang mengandung pengalihan tanggung jawab. 

 

 b. Aspek Perjanjian Online yang dilakukan oleh pembeli dan E-Commerce dan nilai keabsahanya

Perjanjian pada E-Commerce yang dilakukan dengan pengguna (pembeli) merupakan perjanjian baku dimana pada hal ini pembuatanya harus meperhatikan ketentuan pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Akan tetapi aspek perjanjian baku ini sering kali membawa masalah kepada konsumen karena dalam ranah praktik dilingkungan aplikasi E-Commerce tidak sedikit yang mengandung klausula eksonerasi atau klausula pengalihan tanggung jawab. Hal ini kerap terjadi walaupun pada dasarnya hal ini bertentangan dengan pasal 18 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dari adanya hal ini pada dasarnya jika dalam perjanjian tersebut mengandung klausula eksonerasi selain merugikan konsumen tetapi juga membawa kerugian kepada konsumen, akan tetapi jika di teliti kembali pada dasarnya perjanjian demikian merupakan perjanjian yang dapat dikatakan batal demi hukum karena tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang[10]. Berkiatan dengan syarat sahnya perjanjian pada dasarnya mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian apabila memenuhi unsur :

 

  • Terdapat kata sepakat
  • Cakap untuk melakukan perjanjian
  • Mengenai hal tertentu
  • Mengenai sebab yang halal[11]

 Pada hal ini maka dapat di katakana apabila terdapat ketentuan tentang syarat sah nya perjanjian ini dan telah di penuhi maka perjanjian tersebut sah.  Kemudian berkaitan dengan masalah perjanjian baku maka pihak E-Commerce di larang untuk menyatakan klausula eksonerasi di dalam perjanjiannya. Maka dengan terpenuhinya unsur demikian maka dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah dan mengikata akan tetapi jika ketentuan-ketentuan tersebut dilanggar maka ketentuan tersebut akan batal demi hukum. 

 c. Aspek perlindungan hukum konsumen pada jual beli di E-Commerce

Transaksi elektronik merupakan proses dimana seseorang melakukan transaksi melalui media digital, yang dalam mekanismenya penjual akan menjual produknya di suatu E-Commerce dan pembeli akan melakukan pembelian pada E-Commerce tersebut[13]. Berdasarkan pada Undang-Undang No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 1 angka 10 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan trnasksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, atau media elektronik lainnya.  

Pada dasarnya transaksi yang dilakukan melalui toko online pada dasarnya sama saja dengan tenasaksi pada umumnya hanya saja yang membedakanya adalah media yang digunakannya dimana dalam transaksi elektronik menggunakan media elektronik sebagai sarana untuk melakukan transaksi. Berkaitan dengan perlindungan hukum konsumen mengacu pada Undang-Undang N0 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya Undang-Undang tersebut memberikan perlindungan hukum dimana pada hal ini pada Undang-Undang tersebut pada pasal 4 memberikan jaminan kepada konsumen atas:

  1. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
  2. hak atas kenyamanan,keamanan,dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan /atau jasa.
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa.
  4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
  7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
  9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kemudian pada pasal 8 ayat (1) huruf d menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang menjual produk yang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.        Pada pasal 8 ayat (2) menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud[18]. Dan pada pasal 62 menyatakan bahwa apabila pelaku usaha dapat dikenakan denda sebesar 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan penjara paling lama 5 tahun apabila melakukan pelanggaran akan ketentuan dari keberlakuan Undang-Undang ini.Pada ketentuan-ketentuan yang ada pada UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana yang telah dijelaskan di atas pada dasarnya telah memberikan perlindungan hukum kepada konsumen hal ini selain karena telah memberikan jaminan dan hak-hak kepada konsumen serta sanksi tegas apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Akan tetapi dalam kondisi pada saat ini apakah keberlakuan dari UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat di terapkan dalam persepktif jual beli di toko online?

Pada dasarnya berkaitan dengan transaksi jual beli di E-Commerce menjadi ranah dari UU ITE hal ini karena UU ITE merupakan dasar hukum dari kegiatan transaksi elektronik.Pada pasal 4 huruf e UU ITE menyatakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.Pada pasal 9 UU ITE menyatakan Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Pada pasal Pasal 17 ayat (2) menyatakan Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung[21]. Pada pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa seiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Pada pasal 38 ayat (1)  menyatakan Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian. Ayat  (2) menyatakan Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

 Dan pada pasal 45 ayat (1) menyatakan Pasal Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)[24]. Bahwa dari ketentuan pasal yang ada di UU ITE merupakan dasar hukum yang dapat digunakan sebagai dasar hukum tentang trnasaksi atau jual beli yang dilakukan di toko online. Dari hal ini maka keberadaan dari UU ITE memiliki nilai krusial, hal ini bukan hanya karena UU ITE lebih dapat menjamin perlindungan tetapi juga lebih pasti memeberikan perlindungan kepada konsumen dibandingkan dengan UU Perlindungan Konsumen

KESIMPULAN  

  • Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa berkaitan dengan hubungan hukum yang terjadi antara pembeli dan pihak E-Commerce adalah hubungan antara pembeli dan perantara dagang, dan berkaitan dengan jual beli yang dilakukan pada dasarnya dilakukan langsung oleh pembeli dengan penjual hanya saja berkaitan dengan mekanismenya menggunakan E-Commerce sabagai fasilitator atau perantara diantara mereka.
  • Perjanjian di E-Commerce menggunakan prinsip perjanjian baku dimana dalam perjanjian ini di buat oleh salah satu pihak yaitu pihak pelaku usaha dengan memperhatikan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata dan ketentauan pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
  • Berkiatan dengan perlindungan hukum konsumen pada transaksi di E-Commerce pada dasarnya di lindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan tetapi untuk lebih detailnya diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang ITE sebagai Undang-Undang yang fokusnya dalam jual beli secara elektronik. Dengan demikian pada dasarnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum secara emplisit dalam melindungi hak-hak konsumen di ranah jual beli yang dilakukan melaui media elektronik.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ahmad M. Ramli.2004.Cyber Law dan Haki dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung:PT. Rafika Adiama.
  • Suhamoko.2004.Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus). Jakarta: Prenada Media. \
  • Sri Lestari. 2021.Poernomo.Hukum Dagang. Tasikmlaya : Edu Publisher.
  • Abdurrahmat Fathoni.2011.Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi.Jakarta: Rineka Cipta.
  • Iman Sjahputra.2021.Perlindungan Konsumen Dalam Transkasi elektronik.Penerbit Alumni.
  • Santonius Tambunan. Mekanisme dan Keabsahan Transaksi Jual Beli E-Commerce Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
  • Detik News. 1 Mei 2020. Pesan Shopee yang diterima taksesuai, proses retur mengecewakan. https://News.detik.com/suara -pembaca/d-4998707/pesanan-shopee-yang-diterima-tak-sesuai-proses-retur-mengecewakan
  • Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
  • UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
  • KUHPerdata pasal 1320
  • Pasal 1320 KUHPerdata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun