Mohon tunggu...
Redemptus Rizky
Redemptus Rizky Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

'pura-pura' penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Memotong (Rambut) Ibunda

14 Februari 2019   14:57 Diperbarui: 14 Februari 2019   19:53 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amul. Amul nama anak semata wayang ibu Maria. Anak inilah yang saban hari hampir saja memotong rambut ibu Maria.

Sebenarnya, ia begitu dilema perihal memotong rambut ibunya itu. Jika ia potong rambut ibunya, maka lengkap sudah ia menjadi anak durhaka. Itu sama saja dengan membunuh apa yang dicintai ibunya. 

Pernah ia baca kotbah dari seorang dari seorang rohaniwan. Demikian tertulis,' bahwa ada ganjaran neraka bagi mereka yang tidak mematuhi orang tuanya. Lebih-lebih lagi seorang ibu'. Sebenarnya anak itu tidak takut neraka sedikitpun. Ia hanya takut kalau-kalau ia tidak mencintai ibunya. Maka dari itu, ia selalu mengurungkan niatnya untuk memotong rambut ibunya. 

Pilihan kedua lebih sulut lagi. Jika ia lepas rambut ibunya, maka akan semakin menjadi-jadi olokkan anak-anak desa dan terutama gosip dari ibu-ibu. Walaupun sebenarnya, jika rambut ibunya dipotong, ibu-ibu akan tetap saja bergosip. Setidaknya Amul  telah berusaha untuk membalut luka aib keluarganya.

Hampir setiap waktu, Amul dijejali pertanyaan-pertanyaan menyiksa itu. Akankah malam ini ia potong rambut ibunya? Atau apakah malam ini ia lepas saja dulu? Pernah satu malam, ia sudah dengan guntingnya yang sudah ia asah dengan botol kaca. 

Saat ia sudah pegang rambutnya ibunya, air mata menetes pelan papa pipi ibunya. Walapun tidak bisa berbicara lagi, air mata itu dengan jelas mengatakan, betapa teganya Amul melakukan hal itu. Sejak saat itu, Amul selalu mengurungkan niat untuk memotong rambut ibunya.

Untuk anak seusianya, situasi hidup seperti itu memang adalah beban yang sangat berat. Tidak ada anak lain di kampung yang lebih kuat darinya. Disaat anak-anak lain asik dengan masa kecilnya, Amul dengan setia dan tulus mengurus ibunya. Setiap pagi, ia bangun untuk memanaskan air dan menanak bubur bagi ibunya, menyuapinya, lalu memandikan ibunya. Barulah setelahnya ia berangkat sekolah.

Guru-gurunya pun mengerti kenapa Amul selalu datang terlambat. Hanya sebatas mengerti. Tidak lebih. Setelah pulang sekolah, ia langsung menanak bubur untuk ibunya, lalu menyuapinya. 

Segera setelahnya, ia bergegas ke pantai mencari teripang. Hasil tangkapannya sehari cukup untuk keperluan mereka sehari. Uang lebih akan ia simpan untuk keperluan obat-obatan ibunya. Itulah hidup sehari-hari dari bocah setengah baya itu. Tidak pernah ia bermain dengan kawan sebayanya. Ia tak punya teman. Ia benar-benar sendiri dalam perjungannya. Tidak main-main cinta anak itu pada ibunya.Walau bagaimana pun, beban dilema Amul terus mengahantuinya setiap saat. Saat hendak tidur malam, pertanyaan-pertanyaan yang sama akan datang menghantuinya. 

Amul sebenarnya bukannya tak bertuhan. Pada jam 1.00 pagi, dia akan terbangun dengan sendirinya. Itulah waktu terbaiknya bersama Tuhan. Dalam hening, pikirnya ia bisa mendengar Tuhan. Dia akan berdoa dengan begitu khusuk. Saat itulah ia akan menangis. Menangis. Menangis. Ia akan melimpahkan segala isi hatinya saat itu. Ia akan berhenti sejenak, lalu ia akan menangis lagi. Entah apa ia yang ia bicarakan dengan Tuhannya saat itu. Hanya Tuhan tempatnya mengadu.

Mungkin anak itu sudah tau apa yang akan ia alami besok. Di sekolah, di pasar, di tepi sungai, dimana-mana ia pergi. Ia seakan-seakan bisa melihat segalanya. Setiap tetes air mata yang jatuh setiap kali ia berdoa memiliki pesan tersendiri yang tidak akan diketahui orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun