Belum aku mengiyakan perkataanya, dia sudah lari ke parkiran mengambil motornya dan menghampiriku. "Naik"
 "Eh kita kemana" jawabku
 "Sudah nanti disana kau tidak akan menyesal"
Aku pun naik, tidak ada lagi rasa aneh di hatiku, mantap sudah aku menerimanya, aku memang kagum dengan sifatnya, aku tenggelam dengan setiap kata yang dikeluarkannya. Cinta.
Di motor, dia bercerita tentang setiap yang kami lewati, aku memang tidak pernah keluar selain ke kampus, caf, kos, dan toko swalayan dekat kampus.
"Itu Namanya pak tide, dia penjual bakso di situ sudah lama sekali, dia langgananku ketika masih SMA"
Aku melihat orang yang disebutnya, aku tidak tahu apakah dia hanya mengarang atau betulan. Setelah sekitar setengah jam kami pun sampai di tempat yang dimaksudnya. Aku melihat papan kayu bertuliskan, Warung Apas". Anehnya di samping papan itu tidak ada warung hanya jalan setapak menanjak.
"Kita naik dulu, warungnya ada diatas" aku kaget dia sepertinya seorang pembaca pikiran beneran.
Kami berjalan sekitar lima menit lalu sampai di warung, aku takjub. Warungnya seperti di atas bukit, aku bisa melihat seisi kota dengan jelas, lampu lampu yang sudah menyala walau ini masih sore, mobil mobil yang terlihat kecil. Takjub.
Dia menyuruhku duduk, kemudian menjelaskan kenapa dia begitu, katanya dia serius dengan ucapannya kemarin, dia ingin menjadikanku seorang pacarnya. Namun belum aku berkata ya atau tidak dia memberitahu hal yang membuatku sesak.
 "Aku akan pindah kampus, ke luar negeri, ayahku menyuruhku belajar di sana, katanya agar aku bisa melanjutkan perusahaanya maka aku harus pintar" itulah kabar tidak mengenakkan yang disampaikannya.