Mohon tunggu...
Riska Yunita
Riska Yunita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Be your own kind of beautiful

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pukul 6 Petang

1 Agustus 2020   10:04 Diperbarui: 1 Agustus 2020   09:58 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku yang mencintai pemandangan senja menjadi memiliki banyak alasan lain untuk tetap memilih senja sebagai waktu yang selalu ingin kunikmati lebih lama lagi.

Ada kalanya hari dimana matahari masih sangat tinggi namun waktu sudah mengharuskannya pergi. Ada beberapa waktu dimana wangi hujan baru saja mulai hadir hingga semakin sulit rasanya untuk berakhir. Ada pula waktu yang dimana senja benar-benar terlihat di pelupuk mata di kala aku harus berpisah dengannya.

Kita adalah dua raga dengan ego yang sama. Yang melawan idealisme untuk mendekap bahagia yang terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja.

Kita adalah dua raga yang berusaha buta sekalipun tembok besar itu selalu ada di depan mata kita. Kita adalah rasa yang tepat meski semesta tak akan membuat kita bisa saling menetap.

"Sekalipun tak ada orang lain yang mencintaiku sebesar kamu mencintaiku saat ini, aku akan tetap bersyukur. Setidaknya aku pernah merasa dicintai sedalam ini meskipun hanya untuk satu kali di sepanjang hidupku."

"Sekalipun akhirnya kita harus berhenti, aku harap aku akan menjadi ingatan yang baik dalam hidupmu."

Tak ada satu haripun tanpa pernyataan-penyataan seperti itu dalam dialog kita. Kita yang sangat menjaga dan berusaha menghabiskan kesempatan yang masih ada untuk bisa bicara lebih banyak tentang apa yang kita rasa satu sama lainnya.

Di awal perjalanan banyak kata 'seandainya' dan 'jika' dalam dialog-dialog kita. Namun pada akhirnya, realita membuat kita sadar bahwa berharap pada waktu yang tak bisa lagi dikembalikan hanya akan membuat kita terpuruk di dalam kenyataan itu sendiri.

Dari sanalah kita berjalan sekuat tenaga hingga sampai di waktu kita tidak pernah berpikir tentang kapan waktunya tiba. Kita hanya mengikuti arus air selagi masih belum mengering. Kita hanya berusaha menciptakan bahagia yang layak untuk kisah kita ini.

Apapun dan bagaimanapun dunia bicara tentang kita, kita hanya dua manusia yang ingin membagi rasa bersama. Sekalipun banyak mata yang kecewa, namun kita juga ingin mencari apa yang membuat kita bahagia. Seegois itulah cinta yang kita punya. Dan bukankah cinta itu sendiri adalah ego?

Namun hidup bukan hanya soal cinta semata. Ada kalanya kita harus mengorbankan bahagia untuk kebaikan di sekitar kita. Seperti semesta yang membuat kita sempat meski hati merasa tepat. Seperti kata bijak yang mengatakan bahwa terkadang hal yang indah diciptakan untik hanya bisa dinikmati dari jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun