Penggunaan bahasa Indonesia di media sosial belum selalu sesuai dengan kaidah bahasa yang benar. Hal ini disebabkan karena pengguna media sosial cenderung menggunakan bahasa informal, seperti singkatan, gabungan bahasa Indonesia dan Inggris, atau penciptaan kata-kata baru.Â
Namun, media sosial juga dapat membawa dampak positif terhadap bahasa Indonesia, seperti: Penyederhanaan dalam berkomunikasi, Penggunaan emoji untuk menggantikan kata-kata tertentu, Penggunaan singkatan untuk mempercepat penyampaian pesan.Â
Untuk meningkatkan kesadaran khalayak umum tentang pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar, dapat dilakukan dengan: Pembinaan, Mengikuti program pemerintah seperti kampanye literasi bahasa, Penyuluhan, Menyediakan sumber belajar bahasa yang mudah di akses.
Bahasa Indonesia yang digunakan di media sosial sering kali tidak sepenuhnya mengikuti kaidah bahasa yang baku. Hal ini terjadi karena sifat media sosial yang cenderung informal, cepat, dan praktis, sehingga pengguna sering mengabaikan aturan tata bahasa yang formal. Beberapa aspek yang sering ditemukan adalah:
1. Penggunaan singkatan: Banyak pengguna yang menggunakan singkatan, seperti "gak" (tidak), "gpp" (gak papa), atau "btw" (by the way), yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang formal.
2. Penghilangan huruf vokal atau konsonan: Dalam menulis status atau komentar, terkadang pengguna menghilangkan beberapa huruf demi efisiensi waktu, misalnya menulis "blm" (belum) atau "gk" (gak).
3. Penulisan yang tidak konsisten: Banyak yang menggunakan campuran antara bahasa Indonesia baku dan bahasa gaul atau bahasa asing, misalnya "makan siang, guys" atau "udah jam 5, let's go!"
4. Tata bahasa yang longgar: Pada media sosial, kalimat sering kali tidak mengikuti kaidah sintaksis yang benar, dengan penggunaan kalimat yang terpotong-potong atau tidak berstruktur dengan baik.
Selain itu, Bahasa Indonesia di media sosial telah berkembang pesat seiring dengan pertumbuhan penggunaan platform digital di Indonesia. Media sosial menjadi tempat di mana orang berinteraksi, berbagi informasi, dan berekspresi, sehingga mempengaruhi cara orang berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait bahasa Indonesia di media sosial:
1. Bahasa Gaul dan Slang
Di media sosial, banyak orang menggunakan bahasa gaul atau slang yang seringkali tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku. Penggunaan kata-kata seperti "gak" (tidak), "bgt" (banget), "makasih" (terima kasih), atau "cuy" (teman) sering ditemukan di platform-platform seperti Twitter, Instagram, atau TikTok. Meskipun ini bukan bahasa resmi, bahasa gaul ini digunakan untuk menambah keakraban dan kecepatan dalam komunikasi.
2. Singkatan dan Akronim
Penggunaan singkatan atau akronim juga sangat umum di media sosial. Singkatan seperti "lol" (laugh out loud), "wkwk" (tawa), "bts" (behind the scenes), atau "ff" (follow for follow) adalah contoh yang sering dijumpai. Ini mempermudah pengguna dalam berkomunikasi dengan cepat, meskipun terkadang bisa mengurangi kejelasan jika tidak diketahui artinya.
3. Penggunaan Bahasa Indonesia yang Tidak Baku
Seiring dengan komunikasi yang lebih cepat dan praktis, banyak orang di media sosial yang mengabaikan aturan baku bahasa Indonesia, seperti penulisan yang salah ejaan, penggunaan kata yang tidak tepat, atau ketidaktepatan dalam struktur kalimat. Misalnya, banyak yang menulis "gak" untuk "tidak", "kak" untuk "kakak", atau bahkan menghilangkan beberapa huruf dalam penulisan kata.
4. Campuran Bahasa (Code Switching)
Di media sosial, sering kali ditemukan fenomena code switching atau percampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris atau bahasa daerah. Misalnya, seseorang bisa saja menulis, "Aku udah makan, let's go," atau "Nungguin banget, bener-bener deh." Hal ini mencerminkan pengaruh globalisasi dan keberagaman bahasa dalam komunikasi sehari-hari.
5. Bahasa Formal dan Informal
Meski banyak bahasa informal yang digunakan di media sosial, ada pula situasi di mana bahasa yang lebih formal dan baku diperlukan, seperti dalam akun-akun media sosial yang bersifat edukatif, profesional, atau resmi. Misalnya, akun pemerintahan atau perusahaan yang tetap menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah untuk memberikan informasi yang jelas dan profesional.
6. Emotikon dan Emoji
Selain kata-kata, penggunaan emotikon dan emoji juga turut memengaruhi cara berkomunikasi di media sosial. Emoji dapat menggantikan atau memperkuat ekspresi verbal, sehingga membuat percakapan lebih ekspresif meskipun menggunakan bahasa yang sederhana.
7. Bahasa Indonesia di Era Digital
Media sosial juga telah mempengaruhi evolusi bahasa Indonesia itu sendiri, baik dalam hal pemakaian kata baru maupun perubahan makna kata. Misalnya, kata "viral" yang sebelumnya merujuk pada hal medis kini lebih sering digunakan untuk merujuk pada konten yang sangat populer di internet.
Kesimpulan
Penggunaan bahasa Indonesia di media sosial memang tidak selalu mengikuti kaidah baku, namun lebih cenderung mengikuti kebutuhan praktis dan situasional. Hal ini mencerminkan dinamika bahasa yang terus berkembang seiring dengan perubahan teknologi dan budaya digital. Namun, di sisi lain, penting bagi pengguna untuk tetap menjaga kualitas komunikasi, terutama dalam konteks yang lebih formal atau profesional.
Lalu bagaimana kita bisa mengatasi penggunaan bahasa di media sosial terhadap anak SD yang memang hampir 90% sudah menguasai gadget ?Â
Nah, untuk tetap bisa memantau anak-anak yang masih dibawah umur atau anak SD ada beberapa hal harus kita terapkan.Â
Implementasi bahasa Indonesia di media sosial oleh anak SD sangat penting untuk memperkenalkan penggunaan bahasa yang baik dan benar serta membiasakan anak-anak dalam berkomunikasi secara positif di dunia digital. Berikut adalah beberapa cara implementasinya:
1. Pembelajaran tentang Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Sebagai bagian dari pendidikan di sekolah, anak-anak perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, termasuk di media sosial. Guru bisa menyarankan untuk memperhatikan tata bahasa, ejaan yang benar, dan penggunaan kata-kata yang sesuai.
2. Pemanfaatan Media Sosial untuk Pembelajaran
Sekolah bisa memanfaatkan platform media sosial, seperti YouTube, Instagram, atau TikTok, untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Misalnya, membuat video edukatif atau konten kreatif yang mengajarkan kosa kata baru, struktur kalimat yang benar, dan ungkapan yang sopan dalam bahasa Indonesia.
3. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Tugas Sekolah
Guru dapat memberi tugas yang mengharuskan siswa untuk membuat konten berbasis media sosial menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Misalnya, membuat postingan tentang pengalaman belajar atau kegiatan sekolah dengan menyertakan caption dalam bahasa Indonesia.
4. Kampanye Sosial untuk Penggunaan Bahasa yang Positif
Sekolah dapat meluncurkan kampanye di media sosial dengan tagar tertentu yang mengajak anak-anak untuk berbicara atau menulis dengan bahasa yang santun dan benar. Kampanye ini bisa mencakup tantangan (challenge) dalam membuat konten bahasa Indonesia yang kreatif.
5. Pemantauan dan Pengawasan
Orang tua dan guru perlu terlibat dalam mengawasi penggunaan media sosial anak-anak. Ini bisa melibatkan diskusi mengenai apa yang mereka posting, bagaimana cara berbicara di media sosial, dan dampaknya terhadap citra diri serta orang lain.
6. Pengenalan kepada Etika Digital
Penting untuk mengajarkan etika berkomunikasi di dunia maya. Anak-anak harus diberitahu bahwa meskipun di media sosial mereka bebas berbicara, tetap harus menjaga sopan santun, tidak menggunakan bahasa kasar, dan menghindari ujaran kebencian.
Melalui implementasi ini, anak-anak dapat menggunakan media sosial secara bijak, memperkaya kosa kata bahasa Indonesia, dan terhindar dari dampak negatif penggunaan bahasa yang tidak tepat.
Sekian dari artikel yang bisa saya berikan.Â
Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H