Sepertinya itu ya. Tapi paling sering aku temuin, para penulis besar menggunain majas hiperbola, metapora, personifikasi, ironi, dan sarkasme ya. Kaya Sapardi Djoko Purnomo, Tere liye, Dee lestari, Dwitasari, Leila Chudory, Fiersa bersari, Eka Kurniawan, yang gunain majas itu.
Contohnya Tere Liye ini. Beliau gunain majas perbandingan personfikasi.
1. Satu mobilku juga hampir terguling
ditelan lembah gelap.
2. Cinta mereka kandas, memaksa Bapak pergi dan menghilang bagai ditelan bumi.
3. Bujang, waktuku hampir habis. Jika aku tidak mati dalam pertempuran memperebutkan kekuasaan, ranjang ini akan membunuhku lebih dulu.
4. Lampu-lampu yang menyala membuat  kota seperti bermandikan cahaya.
5. Angin laut bertiup, membuat nyala api unggun meliuk-liuk. Pelepah pohon nyiur berkelapakan. Tidak ada yang peduli udara dingin, semua orang berseru-seru seperti menyambut pesta.
6. Angin kencang memainkan anak rambut mereka.
Lihat, indah bukan? Huhu. Kapan ya aku bisa nulis gituan? Hiks.
Makanya dari sekian tulisan tere liye dan penulis yang aku sebut diatas, tulisan gaya bahasanya tingkat dewa dan tinggi banget.
Pokoknya mereka tuh sekelas sastrawan legenda penulis terbaik  yang mampu menciptakan feel dan bentuk tulisan yang indah dengan susunan kalimat yang agak rumit tapi tetap enak juga unik dibaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H