Mohon tunggu...
Riska Falensia
Riska Falensia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa pendidikan non formal, universitas negeri padang

suka membaca bukuu

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pencegahan Stunting Melalui Pengabdian Masyarakat oleh Gugus Muhammad Yamin dalam Kegiatan Bakti Sosial Mahasiswa dan Keakraban Departemen (BSMKD) PNF

18 Agustus 2024   09:44 Diperbarui: 18 Agustus 2024   09:49 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pencegahan Stunting Melalui Pengabdian Masyarakat Oleh Gugus Muhammad Yamin Dalam Kegiatan Bakti Sosial Mahasiswa dan Keakraban Departemen (BSMKD) PNF UNP di Nagari Koto Batu, Korong Tungka Panyalai, Kec, Padang Sago, Kab. Padang Pariaman

1. Zean Avetra, 2.Riska Falensia, 3.Amelia Okta Fiana, 4.Rafika Hayati, 5.Putri Aliya Natasya, 6.Syakdia Apria Ningsih, 7.Najwa Filza Ramadhani

email:  Zeanavetra02@gmail.com, Riskafalen0202@gmail.com, Ameliaoktafiana059@gmail.com, Hayatirafika1@gmail.com, Paliya237@gmail.com, Syakdiaaprianingsih01@gmail.com, Najwafilza2210@gmail.com 

 Departemen Pendidikan Non Formal FIP UNP

Abstrak 

Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%) dan menduduki peringkat kelima dunia. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara 1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. 2. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 3. Memantau pertumbuhan balita di posyandu. 4. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. Kegiatan ini dilakukan untuk pencegahan Stunting yang terjadi di Nagari Koto Baru, Korong Tungka Panyalai, Kec. Padang Sago, Kab. Padang Pariaman dengan tujuan mengedukasi masyarakat tentang bahaya akan stunting. Kata Kunci : Stunting, Gizi, Balita 

Abstract 

Indonesia has severe nutritional problems characterized by the number of malnutrition cases. Malnutrition is an impact of the state of nutritional status. Stunting is one of the state of malnutrition associated with past nutritional insufficiency that is included in chronic nutritional problems. The prevalence of stunting in Indonesia is higher than other countries in Southeast Asia, such as Myanmar (35%), Vietnam (23%), and Thailand (16%) and ranked fifth in the world. Stunting is caused by multi-dimensional factors and not only caused by malnutrition factors experienced by pregnant women and children under five. The most decisive intervention to reduce stunting pervalence should therefore be done on the first 1,000 days of life (HPK) of children under five. Prevention of stunting can be done, among others, by 1. Fulfillment of nutritional needs for pregnant women. 2. ASI exclusive until the age of 6 months and after the age of 6 months are given complementary foods ASI (MPASI) is quite the amount and quality. 3. Monitor the growth of children under five in posyandu. 4. Increase access to clean water and sanitation facilities, and maintain environmental cleanliness. This activity was carried out to prevent stunting that occurred in Nagari Koto Baru, Korong Tungka Panyalai, Kec. Padang Sago, Kab. Padang Pariaman with the aim of educating the public about the dangers of stunting. Keywords : Stunting, Nutrition, Toddler 

PENDAHULUAN 

Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang pada anak balita, usia masuk sekolah baik pada laki-laki dan perempuan. Masalah gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya kualiatas tingkat pendidikan, tingginya angka absensi dan tingginya angka putus sekolah. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu menjadi salah satu fokus pada target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025. Stunting atau perawakan pendek (shortness). suatu keadaan tinggi badan (TB) seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang penentuannya dilakukan dengan menghitung skor Z-indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Seseorang dikatakan stunting bila skor Z-indeks TB/Unya di bawah -2 SD (standar deviasi). Kejadian stunting merupakan dampak dari asupan gizi yang kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, tingginya kesakitan, atau merupakan kombinasi dari keduanya. Kondisi tersebut sering dijumpai di negara dengan kondisi ekonomi kurang. Status ekonomi keluarga akan berpengaruh pada status gizi dalam keluarganya. Hal ini berkaitan dengan jumlah pasokan makanan yang ada dalam rumah tangga. Balita dengan keadaan rumah yang memiliki status ekonomi rendah akan lebih berisiko terjadi stuting (Bhiswakarma,2011). Tinggi badan orang tua merupakan salah satu gen yang dapat diturunkan kepada anak. Anak yang dilahirkan dari orang tua yang pendek baik dari salah satunya maupun kedua orang tuanya akan lebih berisiko memiliki tubuh yang pendek juga dibanding dengan orang tua yang tinggi badannya normal. Kelainan dari gen didalam suatu kromosom yang menyebabkan tubuh pendek kemungkinan akan menurunkan sifat pendek kepada anaknya. Akan tetapi jika pendek karena faktor nutrisi maupun patologis, maka sifat pendek tersebut tidak akan dituunkan (Kusuma & Nuryanto, 2013). Di Indonesia dalam 10 tahun terakhir penurunan stunting masih belum menunjukan angka yang signifikan. Kejadian stunting dari tahun 2007 ke tahun 2013 meningkat 0,4% dan dari tahun 2013 ke 2018 mengalami penurunan 6,4%. (Ministry of Health Republik Indonesia, 2018). Menurut WHO jika prevalensi stunting lebih dari 20% maka termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat, sementara di Indonesia pada tahun 2018 prevalensi stunting sebesar 30,8% sehingga perlu adanya perhatian lebih dari semua pihak untuk menangani masalah ini (Kementerian Republik Indonesia, 2016). Di Jawa Timur angka angka stunting menunjukkan persentase sebesar 26,2% (Kementerian Republik Indonesia, 2016). Menurut WHO Stunting adalah apabila tinggi badan menurut umur kurang dari -2 SD. Stunting mulai tampak pada saat anak berusia dua tahun dan dimulai pada saat janin masih dalam kandungan terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas serta masalah perkembangan anak merupakan dampak yang ditimbulkan dari kejadian stunting. Anak yang stunting akan bisa mengalami gangguan pada tingkat kecerdasanannya, kerentanan terhadap penyakit, produktifitas yang menurun dan pertumbuhan ekonomi yang terhambat yang berdampak pada kemiskinan (Satriawan, 2018) 

METODE PELAKSANAAN

Metode pelaksanaan dalam program pengabdian kepada masyarakat melalui pemberian penyuluhan mengenai stunting kepada Ibu-ibu di wilayah Nagari Koto Baru, Korong Tungka Kampung Panyalai, Kec, Padang Sago, Kab. Padang Pariaman ini melalui 2 (dua) tahap yaitu persiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan saat pengabdian selanjutnya survey lokasi. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu di wilayah Nagari Koto Baru sedangkan populasinya adalah ibu-ibu di wilayah Nagari Koto Baru yang memiliki bayi dan balita. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002). Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. 

PEMBAHASAN 

pengertian stunting

Stunting merupakan salah satu bentuk kelainan gizi dari segi ukuran tubuh yang ditandai dengan keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit -2SD di bawah standar WHO (WHO, 2010). Stunting merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan yang berada di bawah persentil -3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut (Prawirohartono et al, 2009). Stunting atau tubuh yang pendek merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang telah digunakan sebagai indikator secara luas untuk mengatur status gizi masyarakat. Stunting merupakan gambaran keadaan masa lalu, karena hambatan atau gangguan pertumbuhan tinggi badan atau pertumbuhan linier yang memerlukan waktu lama, dalam hitungan bulan atau bahkan tahun (Sudirman, 2008). Stunting adalah keadaan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur anak akibat kekurangan gizi dalam waktu lama yang diawali sejak masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan. Sejak masa janin sampai usia dua tahun pertama, anak akan mengalami fase pertumbuhan cepat (growth spurt) sehingga fase ini merupakan periode kesempatan emas kehidupan (window of opportunity) bagi anak (Kemenkes, 2010). Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan pertumbuhan. Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Kategori status gizi berdasarkan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) anak umur 0-60 bulan dibagi menjadi sangat pendek, pendek, normal, tinggi. Sangat pendek jika Z-score <-3 SD, pendek jika Z-score -3 SD sampai dengan -2 SD normal jika Z-score -2 SD sampai dengan 2 SD dan tinggi jika Z-score > 2 SD (Wiyogowati, 2012).

Dampak stunting 

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. WHO (2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi 2 yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan, dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa, dan di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan. Stunting juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan komorbiditasnya, dan penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja. Menurut penelitian Yusdarif 2017 menunjukkan bahwa stunting pada usia 2 tahun memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah yang lebih rendah, berhenti sekolah, akan memiliki tinggi badan yang lebih pendek, dan berkurangnya kekuatan genggaman tangan sebesar 22%. Stunting pada usia 2 tahun juga memberikan dampak ketika dewasa berupa pendapatan perkapita yang rendah dan juga meningkatnya probabilitas untuk menjadi miskin. 

Penyebab stunting 

Faktor yang mempengaruhi stunting, diantaranya adalah pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan status ekonomi keluarga. Pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap peluang mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan akan berpengaruh terhadap status ekonomi keluarga (AlAnshori, 2013). Stunting juga dipengaruhi oleh riwayat pemberian ASI eksklusif dan penyakit infeksi, seperti diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Kebutuhan zat gizi pada usia 0-6 bulan dapat dipenuhi dari ASI. Anak yang tdak mendapatkan ASI eksklusif berisiko lebih tinggi untuk kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk proses pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan akan mengakibatkan terjadinya stunting pada anak. Begitu juga anak yang mengalami infeksi rentan terjadi status gizi kurang. Anak yang mengalami infeksi jika dibiarkan maka berisiko terjadi stunting (Al-Anshori, 2013). Stunting yang terjadi pada anak merupakan faktor risiko meningkatnya kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Yusdarif, 2017). Stunting menggambarkan keadaan gizi kurang yang berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali. Hasil dari beberapa penelitian juga memperlihatkan anak-anak yang dilahirkan dalam keadaan BBLR dan dengan usia kehamilan yang kurang ternyata memiliki nilai IQ yang lebih rendah, keterampilan berbicara yang lebih buruk, kemampuan membaca yang lebih rendah, dan prestasi di sekolah yang lebih buruk (Gibyen, 2009). 

Pencegahan dan penanggulangan stunting

Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Oleh karena itu, perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya. Pencegahan dan penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, meliputi 

A.  Pada Ibu Hamil 

1) Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik. Apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. 

2) Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. 

3) Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit

B.  Pada saat bayi lahir

 1) Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini).

 2) Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI saja (ASI Eksklusif)

 c. Bayi berusia 6 bulan sampai 2 tahun

 1) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. 

2) Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap. 

d. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.

 e. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan (Infodatin, 2017).

faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting 

a. ASI Eksklusif 

ASI eksklusif adalah pemberian makanan hanya brupa ASI tanpa pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada saat anak berusia 0-6 bulan (Al-Anshori, 2013). Pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama dapat menghasilkan pertumbuhan tinggi badan yang optimal. Durasi pemberian ASI yang tidak cukup menjadi salah satu faktor resiko yang menyebabkan defisiensi makronutrien maupun mikronutrien pada usia dini (Abdurrakhman 2015 dalam Yusdarif 2017).

 b. Pola Asuh 

Suatu bentuk rangsangan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi adalah dengan menerapkan pola asah, asih, dan asuh dalam perawatannya seharihari. Dalam pemberian makanan juga perlu ditunjang dengan pemenuhan zat zat gizi yang tepat (Marimbi, 2010). Adapun aspek kunci pola asuh gizi yaitu makanan dan minuman pra-lakteal, pemberian kolostrum, pemberian ASI eksklusif, pemberian MPASI, dan praktik penyapihan.

 c. Pendidikan orang tua 

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting karena tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, kehamilan hingga gizi anak-anak dan keluarganya. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidak nya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh (Suhardjo, 2003). 

d. Pendapatan orang tua

 Kekurangan gizi sering kali bagian dari lingkaran yang meliputi kemiskinan dan penyakit. Pendapatan keluarga mempengaruhi kehidupan perekonomian keluarga yang turut berdampak terhadap kemampuan keluarga dalam menyediakan asupan makanan keluarga.

 e. Status Imunisasi 

Imunisasi merupakan suatu proses yang menjadikan seseorang kebal atau dapat melawan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi biasanya dalam bentuk vaksin. Vaksin merangsang tubuh untuk membentuk sistem kekebalan yang digunakan untuk melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita diberi vaksin atau imunisasi, tubuh akan terpajan oleh virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan dalam jumlah yang sedikit dan aman. Kemudian sistem kekebalan tubuh akan mengingat virus atau bakteri yang telah dimasukkan dan melawan infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri tersebut ketika menyerang tubuh kita di kemudian hari (Immunizations, 2010 dalam Yusdarif 2017). Menurut Marimbi (2010) jenis imunisasi yang wajib diberikan pada balita di bawah 12 bulan adalah BCG, hepatitis B, polio, DPT, dan campak. Penelitian Yusdarif (2017) menunjukkan bahwa status imunisasi yang tidak lengkap memiliki hubungan yang signifikan dalam kejadian stunting pada balita dengan nilai p=0,123  

KESIMPULAN 

Stunting merupakan salah satu bentuk kelainan gizi dari segi ukuran tubuh yang ditandai dengan keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit -2SD di bawah standar WHO. Stunting merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan yang berada di bawah persentil -3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurang pravalensi stunting, perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara, 1. Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil, 2. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 3. Memantau pertumbuhan balita di posyandu. 4. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA 

Al-Anshori, H.2013. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-24 Bulan. Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.Semarang. 

Apoina K, Suhartono, Subagio HW, Budiyono, Emman IM. Kejadian stunting dan kematangan usia tulang pada anak usia sekolah dasar di daerah pertanian Kabupaten Brebes. J Kesehat Masy. 2016;11(2):96-- 103. doi:http://dx.doi.org/10.15294/kemas.v11i1.3462

 Bishwakarma, R. (2011). Spatial inequality in child nutrition in Nepal: implications of regional context and individual/household composition.

 Gibyen, M. J., Marggets, B. M,,Kearney.J. M & Arab, Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Yogyakarta.Tesis. Program Ilmu Kesehatan Gizi Masyarakat UGM.Yogyakarta. 2009.

 Kementerian Republik Indonesia. (2016). Info Datin:Situasi Balita Pendek 

Kementrian Kesehatan RI, 2010. Standar Antopometri Penilaian Status Gizi Anak, p.40. 

Kusuma, K. E., & Nuryanto, N. (2013). Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-3 tahun (Studi di Kecamatan Semarang Timur). Diponegoro University.

 Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita, Nuha Medika: Yogyakarta.

 Prawirohartono, Slamet. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirihardjo. Jakarta PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Safitri CA, Nindya TS. Hubungan ketahanan pangan dan penyakit diare dengan stunting pada balita 13-48 bulan di Kelurahan Manyar Sabrangan, Surabaya. J Amerta Nutr. 2017;1(2):52--61.doi:10.20473/amnt.v1i2.2017.52-61

 Satriawan, E. (2018). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024. Jakata: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

 Sudirman, H. 2008. Stunting atau pendek : Awal Perubahan Patologis atau Adaptasikarena Perubahan Sosial Ekonomi yang Berkepanjangan?. Media Litbang KesehatanVolume XVIII No. 1.

 Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. 

Sulastri D. Faktor determinan kejadian stunting pada anak usia sekolah di kecamatan lubuk kilangan Kota Padang. J Kesehat - Maj Kedokt Andalas. 2012;36(1):39-- 50.

 WHO. 2010. Child Growth Standara-malnutrition among childerm in poor area of china. Public Health Nurt. 

WHO. 2013. Perfection prevention and Control of Epidemic-and Pendemic-prone Acute Respiratory Disease in Health Care. Jenewa WHO Interim Guidelines. 

Wiyogowati,Citaningrum.2012. Kejadian Stunting pada anak umur dibawah lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta: Tidak Diterbitakan 

Yusdarif, 2017. Determinan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan. di Kelurahan Rangas Kecamatan Banggae Kabupaten Majene tahun 2017. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin,Indonesia, Makasar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun