Semua terdiam. Kelas yang sebelumnya riuh dan panas pun berubah menjadi pening dan dingin. Semua orang menjadi serius. Mereka semua penasaran terhadap si pencuri buku itu.
“Anju!” Begitu memanggil sebuah nama, suara guru itu menggema. Memantul-mantul seperti bola kasti yang dilemparkan ke atas lantai, yang kemudian berdiam setelah memasuki kolong-kolong. “Bersama Zaenab, sekarang kau ikut saya ke kantor.”
Kedua bocah itu segera mengikuti pak Wawan menuju ruang guru. Mereka masih terlihat tenang, sementara aku merasa sangat gelisah. Sesampainya di kantor, Anju bersama Zaenab segera duduk di kursi yang menghadap ke arah kursi lain, yang mana sudah di duduki seorang pria tua berjanggut.
Sambil memain-mainkan janggutnya ia berkata;
“Jadi mereka yang selama ini mencuri buku-buku di perpustakaan?”
“Menurut seorang anak begitu, Pak.”
Pria itu mengangguk-angguk paham.
“Hebat sekali kalian sudah menjadi sampah.”
Anju menatap pria tua itu dengan gusar. Sementara Zaenab merekatkan kesepuluh jarinya ke atas kursi agar tidak sampai mencakar wajah pria tersebut.
“Sudah sejak kapan kalian mencuri?”
“Kami tidak mencuri.” Zaenab menjawab.