Salah satu permasalahan keluarga dalam era milenial ini adalah semakin mahalnya harga tanah atau rumah untuk tempat tinggal. Jika ditelusuri secara historis, tahun 2009-2012 merupakan era ledakan (booming) properti, kenaikan rumah bisa mencapai 200 persen atau 50 persen per tahun.Â
Tingginya harga properti saat ini bisa membuat generasi milenial (generasi yang lahir antara tahun 1981-1994) sulit mempunyai rumah. Menurut dari hasil survei Rumah 123 pada akhir tahun 2016 lalu, diperkirakan hanya 5% dari generasi milenial yang bisa memiliki rumah di Jakarta.
Lima tahun ke depan, atau tepatnya 2021, generasi milenial yang bekerja dan bermukim di Jakarta, terancam tidak bisa membeli dan memiliki rumah. Kenaikan harga rumah bukan saja terjadi di Jakarta saja tetapi sudah merambat juga ke daerah. Hal ini karena dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja.
Rumah adalah salah satu kebutuhan primer bagi sebuah keluarga. Oleh karena itu dibutuhkan pengaturan keuangan keuarga agar dapat memenuhi kebutuhan primer dan meminimalisir pengeluaran yang sebetulnya tidak diperlukan.
Pengaturan keuangan keluarga mutlak diperlukan pada saat ini dimana barang dan jasa mudah ditemukan dan didapatkan hanya melalui klik atau menekan tombol gadget. Salah satu metode yang bisa diterapkan dalam pengaturan keuangan keluarga adalah "Pengaturan Keuangan Keluarga Satu Pintu".Â
Pengertian "satu pintu" disini bukan berarti hanya satu pihak saja yang mengelola. Tetapi keuangan diatur bersama-sama oleh suami dan istri. Keuangan keluarga yang dikelola bersama dapat membuat keuangan keluarga terarah, kebutuhan prioritas dapat terpenuhi, meminimalisasi kebutuhan yang tidak perlu, dan dapat mewujudkan rencana masa depan. Hal pertama yang harus dipersiapkan adalah komitmen suami-istri.
Komitmen suami-istri
Dalam pengaturan keuangan satu pintu dibutuhkan komitmen bersama suami-istri untuk menyatukan pendapatannya dan mendiskusikan apa saja kebutuhan prioritas keluarga yang harus segera terpenuhi. Setelah itu dapat dibagi menjadi beberapa pos pengeluaran, sehingga ada transparansi antara suami dan istri kemana saja pengeluaran tersebut mengalir.Â
Apabila ada kebutuhan mendadak seperti undangan dari saudara/kerabat, harus menjenguk orangtua yang sakit, atau ada kebutuhan penting lainnya dapat dikomunikasikan dengan pasangan.Â
Begitupula jika ingin membeli barang diluar pengeluaran rutin seperti furniture, baju baru, sepatu baru, alat olahraga, dan pernak-pernik lainnya sebaiknya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pasangan.Â
Hal ini memang dirasa membatasi akan tetapi kadang diperlukan agar kita dapat berpikir berkali-kali sebelum memutuskan membeli suatu barang. Oleh karena itu diperlukan perencanaan anggaran keluarga setiap bulan.