COVID-19 disebabkan oleh Virus SARS-COV19 yang menyerang paru-paru manusia. COVID-19 pertama kali terdeteksi di Pasar Basah Wuhan, China akhir tahun 2019.Â
Penyakit ini dipercaya adalah virus yang biasanya terdapat pada hewan dan bermutasi hingga dapat masuk ke tubuh manusia. Kondisi China pada saat itu, seperti film zombie. Virus ini mudah menular melalui udara dan mematikan. Karena terlalu menular, rumah sakit di Wuhan pun menjadi penuh.Â
Banyak pasien tergeletak di lorong-lorong rumah sakit saking penuhnya kamar rumah sakit. Tidak hanya itu, pasien pun tergeletak di luar rumah sakit. Sehingga kota Wuhan dan sekitarnya harus tutup (lockdown) dari keluar masuk manusia ke daerah sana. Keparahan Wuhan membuat negara lain pun bersiap. Bahkan negara lain memulangkan paksa warganya agar selamat dari virus ini.Â
Desas desus asal mula COVID-19 sebenarnya ada beberapa teori lainnya, seperti virus ini dibuat di laboratorium Wuhan yang memiliki kebocoran, atau virus ini dibuat oleh negara barat yang selama ini menjadi saingan perdagangan bagi China.
Negara lain bersiap menghadapi virus ini, namun enggan untuk menutup akses hilir-mudik pesawat dengan pertimbangan devisa negara. Akibatnya, penyebaran COVID-19 di dunia semakin mudah.Â
Banyak negara yang mulai kerepotan akibat tingginya kasus di negaranya. Upaya yang dilakukan pun sama seperti China, yaitu lockdown, menutup akses keluar masuk suatu daerah. Saat wilayah Asia dan Australia sudah memperketat mobilitas warganya, di Indonesia masih berpikir positif bahwa Indonesia spesial kebal terhadap COVID-19. Bahkan kementerian kesehatan pada saat itu mengatakan
"Rakyat Indonesia kebal karena makan nasi kucing"
Entah apa yang dipikirkan pemerintah saat itu mengatakan sesuatu yang kurang bijak seperti itu. Walaupun sebenarnya pemerintah hanya berusaha agar rakyat Indonesia tidak dalam kondisi panik. Dari beberapa wawancara dari dokter di Indonesia, sebenarnya Indonesia sejak Januari-Februari 2020 sudah banyak kasus pneumonia. Namun Indonesia masih berpikir positif saja saat itu. Hingga 3 Maret 2020 tercetuslah kasus pertama penderita COVID-19 di daerah Depok, Indonesia.
Anies Baswedan, Pemerintah Provinsi Jakarta pada saat itu menyadari bahaya dari COVID-19. Beliau meminta untuk diadakan lockdown terbatas untuk daerah ibukota. Namun, hal tersebut ditentang oleh pemerintah pusat karena belum ada kajian di pemerintah pusat. Lamanya pemerintah pusat mengambil keputusan, akhirnya COVID-19 menyebar massif di Indonesia dalam waktu beberapa bulan saja.
Indonesia pun terdesak atas penuhnya kamar rumah sakit. Bagaimana tidak, 1 pasien COVID-19 harus di isolasi di ruangan khusus. Hanya dokter dan perawat yang berpakaian astronot (APD lengkap) yang boleh masuk ke ruangan berpasien COVID-19. Dokter dan perawat pun satu persatu tumbang menghadapi banyaknya pasien COVID-19.Â
Dokter pun berubah menjadi malaikat yang berhak memutuskan alat bantu pernapasan akan diberikan ke pasien yang mana, karena alat bantu pernapasan sangat terbatas. Tabung oksigen menjadi sangat langka dan ditemui harga yang fantastis. Wisma Atlet pun dibuka sebagai rumah sakit pusat untuk penderita COVID-19 yang parah.
Gelombang 1 COVID-19 di Indonesia pun memuncak. Setiap hari terdengar berita duka, kenaikan angka penderita COVID-19, kenaikan angka kematian. Hingga berita bahwa siapapun yang terkena isolasi maka akan sulit untuk bertemu lagi dengan keluarga mereka. Orang yang meninggal karena COVID-19, harus dimakamkan secara protokol COVID-19, di makam yang sudah disediakan tanpa keluarga bisa melihat rupa orang yang akan dikuburkan.
Orang yang terkena COVID-19 pada saat itu, efeknya sangat amat parah. Penderita akan mengalami kesulitan bernapas hingga gejala pneumonia. Penderita yang memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, autoimun, perokok, dll, memiliki efek yang lebih berat jika terkena COVID-19. Kondisi terparah dari penyakit ini adalah sesaknya pernapasan akibat infeksi paru-paru sehingga paru-paru terisi cairan. Penderita ini harus menggunakan alat ventilator sebagai alat bantu pernapasan, dan bisa diperparah dengan adanya badai sitokin.
Dari sisi ekonomi dan pariwisata, pandemic ini membuat kurva turun drastis. Perusahaan banyak yang mem-PHK karyawannya, tingkat pengangguran tinggi, lulusan pun hanya bisa diwisuda secara online, sekolah ditutup sehingga siswa harus belajar dari rumah dan diterapkannya work from home (WFH). Semuanya berubah dengan cepat, siapapun yang menguasai digital, maka mampu melewati keadaan ini. Sangat berbeda dengan daerah yang memiliki minim fasilitas. Entah bagaimana mereka melewati masa sulit selama 2 tahun ini.
Keprihatinan akan kondisi ini, membuat banyak orang menjadi mudah berbagi ke sesamanya. Tiba-tiba Indonesia memperlihatkan sisi dermawannya. Berbagi dengan nasi kotak, sejumlah uang, dan berbagi masker di jalan bukan lah hal aneh pada saat itu. Hal unik lainnya adalah ketika tingkat polusi udara pelan pelan menurun.Â
Langit Jakarta yang dahulu diselimuti kabut polusi, perlahan memperlihatkan birunya langit. Padahal dunia saat itu mati-matian mencari cara menurunkan polusi. Turunnya tingkat polusi disebabkan karena berkurangnya mobilitas masyarakat. Sehingga penggunaan kendaraan bermotor penyebab polusi menjadi berkurang.
Perlahan kasus positif di Indonesia pun menurun. Namun cerita COVID-19 belum selesai. COVID-19 merupakan virus RNA, dimana RNA adalah asam nukleat rantai tunggal yang memiliki stabilitas rendah. Karena itu, virus ini mudah bermutasi yang menyebabkan sifat virus berubah-ubah. Varian COVID-19 yang menjadi concern seperti varian alfa (awal adanya COVID-10), beta, dan delta.
Tahun 2021, terjadinya gelombang COVID-19 kedua di Indonesia disebabkan oleh varian Delta. Indonesia pada saat itu, sudah mengadakan program vaksinasi pertama bagi nakes dan lansia.Â
Vaksin yang dahulu bisa diciptakan dengan proses bertahun-tahun, ternyata bisa diselesaikan dalam waktu 1 tahun berkat kemajuan teknologi. Vaksin membuat antibodi nakes lebih siap dalam menghadapi varian delta pada saat itu.Â
Penderita COVID-19 pada saat itu, bisa digolongkan berdasarkan gejalanya, seperti gejala berat, sedang dan ringan. Hanya gejala ringan yang boleh melakukan isolasi mandiri. Sedangkan penderita gejala berat dan sedang harus dirawat di rumah sakit. Isolasi mandiri menjadi cara bagi pemerintah untuk menekan penuhnya kamar rumah sakit. Walaupun begitu, penderita COVID-19 tetap tinggi karena banyaknya hoax yang beredar tentang vaksin.
Menurunnya tingkat kepercayaan kepada pemerintah dalam mengatasi pandemic, membuat rakyat lebih mudah mempercayai hoax dan teori konspirasi. Selain itu, Indonesia memang dikenal kurang literasi membaca dan berpikir kritis sehingga mudah mempercayai kabar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.Â
Akibatnya, rasa percaya terhadap vaksin pun menurun. Beberapa orang menggolongkan diri menjadi anti vaksin. Bahkan ada teori konspirasi yang digaungkan oleh orang kedokteran bahwa COVID-19 itu hanya permainan semata, walalupun pada akhirnya dokter tersebut dinyatakan gangguan jiwa.Â
Namun pengaruhnya membuat rakyat Indonesia menjadi sangat ragu terhadap pemerintah dan vaksinasi. Walaupun begitu, pemerintah tetap menggaungkan pentingnya vaksin melalui orang orang yang berpengaruh, menggratiskan vaksin, dan melarang bagi orang yang belum di vaksin untuk ke tempat umum (mall, tempat wisata, perjalanan udara, dll).
Akhirnya Indonesia selesai di gelombang 2 Delta, kemudian munculah varian COVID-19 baru yaitu omicron. Omicron memiliki tingkat penyebaran yang lebih dahsyat daripada varian sebelumnya, namun gejala yang ditimbulkan lebih ringan daripada delta. Ini terjadi selama awal tahun 2022. Rerata orang Indonesia sudah melaksanakan vaksin kesatu dan kedua, dan sedang diupayakan untuk adanya vaksin booster (vaksin 3).Â
Walaupun begitu, hampir setiap orang di Indonesia merasakan gejala COVID-19 seperti demam, flu, batuk kering, pusing, dll. Rakyat Indonesia sekarang lebih siap menghadapi virus COVID-19 karena sudah dibekali dengan vaksinasi.Â
Semoga saja hal ini menjadi pertanda baik, agar Indonesia bisa focus kepemulihan pasca pandemic COVID-19 yang sudah terjadi selama dua tahun ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H