Mohon tunggu...
Risda Putri Indriani
Risda Putri Indriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hai! Panggil saya Risda !
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Biologi - Pendidikan - Islam Mahasiswa Pendidikan Biologi-UNJ

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Serba-serbi 2 Tahun Perjalanan Pandemi COVID-19 di Indonesia

15 Maret 2022   06:00 Diperbarui: 15 Maret 2022   06:06 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokter pun berubah menjadi malaikat yang berhak memutuskan alat bantu pernapasan akan diberikan ke pasien yang mana, karena alat bantu pernapasan sangat terbatas. Tabung oksigen menjadi sangat langka dan ditemui harga yang fantastis. Wisma Atlet pun dibuka sebagai rumah sakit pusat untuk penderita COVID-19 yang parah.

Gelombang 1 COVID-19 di Indonesia pun memuncak. Setiap hari terdengar berita duka, kenaikan angka penderita COVID-19, kenaikan angka kematian. Hingga berita bahwa siapapun yang terkena isolasi maka akan sulit untuk bertemu lagi dengan keluarga mereka. Orang yang meninggal karena COVID-19, harus dimakamkan secara protokol COVID-19, di makam yang sudah disediakan tanpa keluarga bisa melihat rupa orang yang akan dikuburkan.

Orang yang terkena COVID-19 pada saat itu, efeknya sangat amat parah. Penderita akan mengalami kesulitan bernapas hingga gejala pneumonia. Penderita yang memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, autoimun, perokok, dll, memiliki efek yang lebih berat jika terkena COVID-19. Kondisi terparah dari penyakit ini adalah sesaknya pernapasan akibat infeksi paru-paru sehingga paru-paru terisi cairan. Penderita ini harus menggunakan alat ventilator sebagai alat bantu pernapasan, dan bisa diperparah dengan adanya badai sitokin.

Dari sisi ekonomi dan pariwisata, pandemic ini membuat kurva turun drastis. Perusahaan banyak yang mem-PHK karyawannya, tingkat pengangguran tinggi, lulusan pun hanya bisa diwisuda secara online, sekolah ditutup sehingga siswa harus belajar dari rumah dan diterapkannya work from home (WFH). Semuanya berubah dengan cepat, siapapun yang menguasai digital, maka mampu melewati keadaan ini. Sangat berbeda dengan daerah yang memiliki minim fasilitas. Entah bagaimana mereka melewati masa sulit selama 2 tahun ini.

Keprihatinan akan kondisi ini, membuat banyak orang menjadi mudah berbagi ke sesamanya. Tiba-tiba Indonesia memperlihatkan sisi dermawannya. Berbagi dengan nasi kotak, sejumlah uang, dan berbagi masker di jalan bukan lah hal aneh pada saat itu. Hal unik lainnya adalah ketika tingkat polusi udara pelan pelan menurun. 

Langit Jakarta yang dahulu diselimuti kabut polusi, perlahan memperlihatkan birunya langit. Padahal dunia saat itu mati-matian mencari cara menurunkan polusi. Turunnya tingkat polusi disebabkan karena berkurangnya mobilitas masyarakat. Sehingga penggunaan kendaraan bermotor penyebab polusi menjadi berkurang.

Perlahan kasus positif di Indonesia pun menurun. Namun cerita COVID-19 belum selesai. COVID-19 merupakan virus RNA, dimana RNA adalah asam nukleat rantai tunggal yang memiliki stabilitas rendah. Karena itu, virus ini mudah bermutasi yang menyebabkan sifat virus berubah-ubah. Varian COVID-19 yang menjadi concern seperti varian alfa (awal adanya COVID-10), beta, dan delta.

Tahun 2021, terjadinya gelombang COVID-19 kedua di Indonesia disebabkan oleh varian Delta. Indonesia pada saat itu, sudah mengadakan program vaksinasi pertama bagi nakes dan lansia. 

Vaksin yang dahulu bisa diciptakan dengan proses bertahun-tahun, ternyata bisa diselesaikan dalam waktu 1 tahun berkat kemajuan teknologi. Vaksin membuat antibodi nakes lebih siap dalam menghadapi varian delta pada saat itu. 

Penderita COVID-19 pada saat itu, bisa digolongkan berdasarkan gejalanya, seperti gejala berat, sedang dan ringan. Hanya gejala ringan yang boleh melakukan isolasi mandiri. Sedangkan penderita gejala berat dan sedang harus dirawat di rumah sakit. Isolasi mandiri menjadi cara bagi pemerintah untuk menekan penuhnya kamar rumah sakit. Walaupun begitu, penderita COVID-19 tetap tinggi karena banyaknya hoax yang beredar tentang vaksin.

Menurunnya tingkat kepercayaan kepada pemerintah dalam mengatasi pandemic, membuat rakyat lebih mudah mempercayai hoax dan teori konspirasi. Selain itu, Indonesia memang dikenal kurang literasi membaca dan berpikir kritis sehingga mudah mempercayai kabar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun