Ratusan peti mati yang dikirim tanpa henti dari luar negeri telah mencabik-cabik harga diri dan derajat kemanusiaan orang NTT selama bertahun-tahun.
Walaupun demikian, tragedi kemanusiaan ini rupanya belum cukup menjadi tanda bahaya bagi calon TKI untuk  ke luar negeri.
Selain karena tipu daya para calo yang lihai mengumbar janji-janji manis, kemiskinan adalah penyebab utama sehingga rakyat gampang diperdaya.
Lilitan kemiskinan menepis asa untuk tetap bertahan. Negeri Jiran rupanya lebih membuka jalan untuk tetap berharap.
Bagi segelintir orang, daerah ini tidak lagi menjamin rejeki untuk melangsungkan kehidupan. Harapan untuk hidup bahagia sepertinya telah sirna dari tanah Flobamorata ini.
Perlakuan sadis terhadap korban serta rintihan tangis keluarga adalah ratapan orang-orang kalah. Mereka yang kehilangan asa untuk berharap bahwa tanah ini bisa memberi dahaga. Sampai kapan badai kemanusiaan ini berlalu?
Kenyataan inilah yang memotivasi Benny K Harman untuk kembali mengabdi ke NTT. Dia rela meninggalkan segala kenyamanan di Jakarta untuk kembali ke kampung halamannya.
Panggilan nurani ini memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Sejak tahun 2013 lalu niatnya untuk mengabdi belum tercapai. Dia gagal. Namun bukan itu yang disesalkan.
Penyesalan paling dalam adalah dia kehilangan kesempatan untuk membangun daerah tercinta, tempat ia lahir dan dibesarkan.
Pada beberapa kali kesempatan, pria yang akrab disapa BKH ini menepis sejumlah sangsi. Dia katakan berkali-kali bahwa NTT bukan tempat yang layak untuk mencari kekayaan. Kalau mau kaya dan kehormatan, Jakarta adalah panggung yang pantas bagi politisi intelektual yang menjabat tiga periode di DPR-RI ini.
Di tengah belantara politik nasional yang pekat dengan aroma pragmatisme, Benny K Harman justru sering berteriak lantang demi menjaga marwah hukum serta menegakkan nilai kemanusiaan dan keadilan. No Justice, No Peace.
Naluri aktivisnya terus berkobar sekalipun sudah duduk di kursi empuk Senayan.
Sejak berkecimpung di dunia organisasi mahasiswa, sejumlah LSM hingga menjadi DPR-RI tiga periode, idealisme Benny K Harman di bidang kemanusiaan tidak pernah luntur.
Sejak 1992-1994, Benny mewakili YLBHI dalam Asian Forum For Human Rights di Bangkok.
Dari 1995-1998, Ia menjabat Direktur sekaligus pendiri Pengkajian Strategis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta.
Sejumlah penghargaan di bidang kemanusiaan juga pernah diraihnya baik di level nasional maupun internasional.
"Bang Benny adalah pejuang hukum yang tetap berpijak pada nilai dasar kemanusiaan" aku seorang teman dekatnya di DPR-RI di Senayan.
Benny sendiri merupakan wakil rakyat yang lantang bersuara ketika ada kasus-kasus yang menurutnya menodai nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Sebagai Ketua Komisi III (periode 2009-2012) ia tidak pernah absen dari pemberitaan demi menyampaikan sikap dan gagasannya terhadap sebuah persoalan.
Tidak kurang dari persoalan revisi UU KPK, remisi bagi koruptor, soal Bank Century, kasus pemilihan Gubernur BI, kisruh Cicak vs Buaya, hak interplasi grasi Corby, menentang hukuman mati, hingga persoalan human trafficking yang terus melilit daerah kelahirannya NTT.
Soal ini tidak diragukan lagi dari diri Benny K Harman. Dia adalah pejuang kemanusiaan sejati.
Tulisan, gagasan dan komitmennya untuk mengentaskan kemiskinan, korupsi dan human trafficking adalah satu bukti keberpihakan Benny kepada nilai kemanusiaan.
Jika tidak percaya coba saja mengetik nama Benny K Harman di mesin pencari google. Di sana Anda akan menemukan ratusan berita dan artikel yang berisi perjuangan maupun gagasannya seputar human trafficking, kemiskinan dan korupsi.
Bahkan walaupun kewenangannya untuk memberantas human trafficking dibatasi fungsinya sebagai DPR, dia tetap menitipkan pesan kepada Kapolri, Tito Karnavian untuk menuntaskan masalah perdagangan orang di NTT dalam rapat Panja di Senayan.
Tak cukup Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung juga dapat semprot BKH demi penuntasan kasus Human Trafficking.
Sayangnya di tengah hawa panas Pilkada NTT, lawan politiknya sering menyindir, 'Apa yang BKH buat untuk NTT?'.
Padahal kalau ditelisik lebih jauh, dia hanyalah seorang wakil rakyat. Bukan pemerintah eksekutif seperti bupati dan gubernur apalagi penegak hukum.
Keterbatasan peran itulah yang membakar semangat pria kelahiran Denge Manggarai ini untuk masuk lebih jauh dalam sistem kekuasaan. Dia ingin mendapat kuasa lebih bagi terwujudnya idealisme dan cita-cita kemanusiaan yang selama ini dia pendam.
Bagi BKH, perjuangan melawan Human Trafficking adalah perjuangan melawan sistem yang terorganisir rapi dalam kekuasaan. Maka tak ada cara lain selain merebut kekuasaan sebagai sarana perjuangan.
Politik baginya bukan tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yakni kemanusiaan.
Kalau Anda adalah salah satu orang yang haus akan kemanusiaan maka BKH adalah pilihan yang tepat. Bukan propaganda apalagi pencitraan tetapi karena rekam jejaknya telah terbukti dan teruji membela martabat kemanusiaan.
Apa salahnya mendukung orang yang telah terbukti berpihak pada kemanusiaan dan tidak punya cacat moral?
Karena itu mendukung BKH bukan karena keterpaksaan apalagi karena alasan 'minus malem'.
Mendukung BKH adalah mendukung perjuangan kemanusiaan.
Kita titipkan BKH ke dalam sistem agar kejahatan yang terorganisir itu bisa disisir dengan motivasi dan integritas dirinya yang bersih.
NTT akan tetap kehilangan harapan kalau sampai meloloskan orang kotor untuk menyapu sistem yang kotor. Ruangan yang kotor harus dibersihkan dengan sapu yang bersih. "Kita BKH, Kita Bagian dari Perubahan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H