Makanan yang diterima mesti jadi pembelajaran dan sekaligus pembiasaan makanan yang bagus. Harapannya, kalau di sekolah diberi makan telur, sayur, buah, dan nasi, maka nanti di rumah anak akan makan makanan yang sama. Kalau selama ini fanatik dengan roti dengan susu palsu penuh gula (SKM), maka dia akan mau makan makanan yang bergizi seimbang.
Tetapi, bagaimana caranya agar program makanan tambahan begitu menjadi pembelajaran?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, khususnya dari poin 2 dan 3, maka jawabannya selain merancang makanannya, pengelola program juga mesti merancang edukasi untuk perubahan perilakunya.
Kalau formula makanan mesti dirancang hati-hati dengan sederet ujicoba, baik di lab maupun di lapangan, maka rancangan edukasi untuk perubahan perilakunya pun mesti melalui proses yang sama seriusnya.
Idealnya begitu. Moga-moga begitu. Meski, dalam kebanyakan program elemen edukasi biasanya diabaikan dan baru diperhatikan saat muncul masalah.
Lavande, 2 Juni 2024 - RR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H