Mohon tunggu...
Risanatih Maulida Putri
Risanatih Maulida Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq Jember

"Hiduplah dimasa sekarang dan lupakan masalalu, agar kamu dapat mematri dunia di masa depan" #risa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Filsafat Menurut Al-Farabi

12 Juni 2022   21:04 Diperbarui: 12 Juni 2022   21:21 13142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sekilas tentang Al-Farabi

Nama lengkap Al-Farabi adalah Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan Abu Nashr Al-Farabi. Beliau lahir di desa Wasij dekat Farab kawasan ma wara'a al-nahr (Transoxiana) pada tahun (258 H/870 M) yang berasal dari keturunan Persia dan Turki. Sebutan Al-Farabi diambil dari kota Farab, sedangkan dikalangan bangsa Latin beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Nashr (Abunaser). 

Al-Farabi menerima pendidikan dasarnya di kota Farab yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi'iyah. Sejak dini, beliau memiliki kecerdasan istimewa dalam menguasai setiap subyek yang dipelajarinya, seperti Al-Qur'an, tata bahasa, kesusteraan, ilmu-ilmu agama (fiqih, tafsir, dan ilmu hadits), dan aritmetika dasar. Setelah menyelesaikan studi dasarnya, 

Al-Farabi pindah ke Bukhara untuk menempuh studi lanjut fiqih dan ilmu-ilmu lainnya. Bukhara merupakan ibu kota dan pusat intelektual serta religius Dinasti Samaniyah. Dinasti ini menandai munculnya budaya bahasa Persia dalam Islam dimasa kekhalifahan Nashr bin Ahmad (874-892 M). Pada masa inilah Al-Farabi mempelajari bahasa, budaya, musik, dan filsafat Persia. Kepakaran Al-Farabi dalam bidang musik dibuktikan dalam karyanya yang berjudul Kitab al-Musiqa al-Kabir (936 M). 

Sebelum mendalami ilmu filsafat, beliau menjadi seorang hakim Islam (qadhi). Kemudian melepaskan jabatannya dan berangkat ke Merv untuk mempelajari teks-teks dasar logika Aristotelian dan Analitica Posteriora dibawah bimbingan Yuhanna bin Hailan. Fakta ini diyakini bahwa Al-Farabi telah menguasai bahasa Siria dan Yunani.  

Setelah dari Merv, Al-Farabi dan Yuhanna (gurunya) berangkat ke Baghdad pada tahun (900 M). Pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932 M), mereka berangkat ke Konstatinopel untuk lebih memperdalam filsafat. Tapi, sebelumnya Al-Farabi sempat singgah beberapa waktu di Harran dan kemudian kembali lagi ke Baghdad pada tahun (910-920 M). Disana beliau menemui Matta bin Yunus, seorang filosof Nestorian yang memiliki tingkatan tinggi dalam bidang filsafat.

Pada tahun (350 H/941 M), Al-Farabi pindah ke Damaskus dan mendapat perlindungan dari putra mahkota Dinasti Al-Hamdan yaitu Saif Al-Daulah di Allepo. Saif Al-Daulah sangat terkesan dengan Al-Farabi karena kemampuannya dalam bidang filsafat, musik, dan menguasai berbagai bahasa. 

Al-Farabi dapat mengembangkan ilmunya dengan para sastrawan, ahli bahasa, para penyair, dan ilmuan lainnya. Beliau tetap berkehidupan sederhana dengan pikiran dan waktu untuk berfilsafat sampai wafat pada tahun (950 M) dalam usia 80 tahun.

Karya Tulis Al-Farabi

Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat tentang logika adalah penggunaan akal pikiran secara luas adalah lebih dahulu daripada keberadaan agama, baik ditinjau dari sudut waktu (temporal) maupun logika. masa filsafat tentang logika bermula sejak zaman Mesir Kuno dan Babilonia. Sedangkan, 

dikatakan "lebih dahulu" secara logika karena semua kebenaran dari agama harus dipahami dan dinyatakan secara rasional. Karya Al-Farabi tentang logika menyangkut bagian-bagian berbeda dari karya Aristoteles, baik dalam bentuk komentar maupun ulasan panjang. 

Kebanyakan tulisan ini masih berupa naskah dan sebagian naskah tersebut belum ditemukan. Karya dalam kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, dan politik. Karya tulis Al-Farabi, diantaranya:

  • Al-Jami'u Baina Ra'yai al-Hakimain Afalatoni al-Hahiy wa Aristhothails (pertemuan atau penggabungan pendapat antara Plato dan Aristoteles).
  • Tahsilu as-Sa'adah (mencari kebahagiaan).
  • As-Syasatu al-Madinah (politik pemerintahan).
  • Fususu al-Taram (hakikat kebenaran).
  • Arroo'u Ahli al-Madinati al-Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan).
  • As-Syiyasyah (ilmu politik).
  • Fi Ma'ani al-Aqli.
  • Ihsho'ua al-Ulum (kumpulan berbagai ilmu).
  • At-Tangibu ala as-Sa'adah.
  • Isbatu al-Mufaraqat.
  • At-Ta'liqat.
  • Tahqiq Ghardh Aristhu fi Kitab ma Ba'da ath-Thabi'ah.
  • Syarah Risalah Zainun al-Kabir al-Kabir al-Yunani.
  • Risalah fima Yajibu Ma'rifat Qabla Ta'allumi al-Falsafah.
  • 'Uyun al-Masa'il.
  • Al-Masa'il al-Falsafiyah wa al-Ajwibah Anha.

Pemikiran Filsafat Al-Farabi    

Al-Farabi mendefinisikan filsafat sebagai Al Ilmu bilmaujudaat bima Hiya Al Maujudaat, berarti suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada. Beliau juga membagi filsafat dalam beberapa bagian, yaitu:

  • Al-falsafah an-nadoriyah (filsafat teori), yaitu mengetahui sesuatu yang ada tanpa mewujudkannya dalam perbuatan.
  • Al-falsafah al-'amaliyah (filsafat amalan), yaitu mengetahui sesuatu yang seharusnya diwujudkan dalam perbuatan untuk mengerjakan suatu hal baik. 
  • Al-falsafah al-madaniyah (filsafat politik), yaitu perbuatan-perbuatan baik yang seharusnya dikerjakan oleh penduduk negeri.

Tujuan terpenting dalam mempelajari filsafat menurut Al-Farabi ialah mengetahui Tuhan Yang Maha Esa yang mengatur alam ini dengan kemurahan, kebijaksanaan, dan keadilan-Nya. Wujud selain Tuhan yaitu makhluk hidup yang tidak sempurna. 

Oleh karena itu, pengetahuan tentang makhluk adalah pengetahuan yang tidak sempurna. Mengenai ilmu mantik maka Al-Farabi menganggapnya sebagai alat filsafat. Beliau juga mengatakan bahwa filsafat hanya bisa tercapai dengan kepandaian membedakan antara benar dan salah.

Kepandaian ini hanya bisa tercapai dengan kekuatan pikiran dalam mengetahui kebenaran. Karena itu kekuatan pikiran hanya bisa terwujud jika kita memiliki kesanggupan mengetahui bahwa perkara itu salah dan kita menjauhinya. Al-Farabi berpendapat bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam pada hakikatnya hanya satu, yaitu sama-sama memikirkan kebenaran. Sedangkan kebenaran itu hanya satu macam dan hakikatnya serupa. Beliau juga berhasil meletakkan dasar-dasar filsafat ke dalam ajaran Islam.

Emanasi dan Filsafat Ketuhanan Al-Farabi: Emanasi adalah teori tentang wujud yang mumkin (alam makhluk) dari zat yang wajibul wujud (zat yang pasti adanya: Tuhan). Menurut Al-Farabi, Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda. Konsep ini erat kaitannya dengan teori wujud (eksistensi), yaitu: 

(1) Wujud yang mungkin ada karena lainnya (mumkin al-wujud). Seperti wujud cahaya tanpa matahari, maka tidak akan ada; (2) Wujud yang ada dengan sendirinya (wajib al-wujud). Kalau wujud itu tidak ada, maka yang lainpun tidak akan ada. Al-Farabi berpendapat bahwa Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya 

dan pemikiran ini timbul suatu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama (al-wajudul awwal) dan dengan pemikirannya timbul wujud kedua (al-wujudul tsani). Tuhan disebut akal pertama (al-aqlu awwal) yang tidak bersifat materi, sedangkan wujud kedua berpikir tentang wujud pertama yang kemudian timbul wujud ketiga (wujudul tsalis) disebut akal kedua (al-aqlu tsani). Urutan emanasi al-'Aqil itu dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Wujud II atau akal pertama juga berpikir tentang dirinya hingga timbullah langit pertama (al-Asmaul awwal).
  2. Wujud III atau akal kedua menimbulkan Wujud IV atau akal ketiga, yaitu bintang-bintang.
  3. Wujud IV atau akal ketiga menimbulkan Wujud V atau akal keempat, yaitu Planet Saturnus.
  4. Wujud V atau akal keempat menimbulkan Wujud VI atau akal kelima, yaitu Planet Jupiter.
  5. Wujud VI atau akal kelima menimbulkan Wujud VII atau akal keenam, yaitu Planet Mars.
  6. Wujud VII atau akal keenam menimbulkan Wujud VIII atau akal ketujuh, yaitu Planet Matahari.
  7. Wujud VIII atau akal ketujuh menimbulkan Wujud IX atau akal kedelapan, yaitu Planet Venus.
  8. Wujud IX atau akal kedelapan menimbulkan Wujud X atau akal kesembilan, yaitu Planet Mercurius.
  9. Wujud X atau akal kesembilan menimbulkan Wujud XI atau akal kesepuluh, yaitu Bulan.

Sifat Tuhan: Sifat Tuhan tidak berbeda dari zat-Nya yang menjadi objek pemikiran makhluk-Nya, karena Tuhan adalah tunggal (esa). Selain itu, Tuhan adalah zat yang Maha Mengetahui ('alim). Ilmu (pengetahuan) Tuhan terhadap diri-Nya tidak lain hanyalah zat-Nya sendiri.

Pembuktian Adanya Tuhan: Beberapa dalil tentang pembuktian adanya Tuhan dapat digunakan sebagai dalil ontologi, teologi, dan kosmologi. Para mazhab Yunani menggunakan dalil-dalil tersebut untuk memberikan kesimpulan tentang adanya Tuhan. Hal tersebut juga diikuti oleh para mazhab Islam. Diantara dalil yang banyak dipakai adalah dalil ciptaan atau dalil kosmologi menurut istilah metafisika. Dalil kosmologi melihat alam sebagai makhluk sebagai rangkaian sebab-akibat.

Filsafat Jiwa  

Umumnya para filosof Muslim mengikuti aliran Arsitoteles dalam hal jiwa manusia, yaitu berupa daya makan, daya indra, dan daya pikir. Al-Farabi membagi jiwa menjadi tiga bagian:

  • Jiwa tumbuh-tumbuhan, mempunyai daya makan, tumbuh, dan berkembang biak.
  • Jiwa binatang, mempunyai daya gerak, pindah dari satu tempat ke tempat lain, dan daya menangkap dengan panca indra, yang terbagi dua: (a) Indra luar, yaitu pendengaran, penglihatan, rasa, dan raba; dan (b) Indra dalam yang berada di otak dan terdiri dari: (1) Indra bersama yang menerima kesan-kesan dari pancaindra; (2) Indra penggambar yang melepaskan gambar-gambar dari materi; (3) Indra pereka yang mengatur gambar-gambar materi; (4) Indra penganggap yang menangkap arti-arti terlindung dalam gambar-gambar tersebut; dan (5) Indra pengingat yang menyimpan arti-arti.
  • Jiwa manusia, mempunyai hanya satu daya, yaitu alat berfikir (akal), yang terbagi dua: (a) Akal praktis, yaitu menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat; dan (b) Akal teoritis, yaitu menangkap arti-arti murni yang tidak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh, dan malaikat.

Al-Farabi menjelaskan bahwa manusia mempunyai lima kemampuan (daya):

  • Kemampuan untuk tumbuh yang disebut daya vegetatif ( ), memungkinkan manusia berkembang menjadi besar dan dewasa.
  • Daya mengindra ( ), memungkinkan manusia dapat menerima rangsangan, seperti panas, dingin, mampu mengecap, membau, mendengar, dan melihat warna serta objek.
  • Daya imajinasi ( ), memungkinkan manusia mempunyai kesan yang dirasakan meski objek tidak ada dalam jangkauan indra.
  • Daya berpikir ( ), membuat manusia mempunyai kesan dari apa yang dirasakan, baik suka maupun tidak suka.

Pengetahuan manusia menurut Al-Farabi diperoleh melalui tiga daya yang dimiliki, yaitu daya indra ( ), daya imajinasi ( ), dan daya pikir ( ). Masing-masing daya itu disebut sebagai indra eksternal, internal, dan intelek. Tiga macam indra ini merupakan sarana utama dalam mencapai keilmuan. Menurutnya, manusia tidak hanya merangkum potensi-potensi tumbuhan (vegetatif) dan binatang (animal), sehingga dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi-potensi nalar (rasional).

Filsafat Kenabian

Al-Farabi disebut sebagai filosof pertama yang membahas tentang filsafat kenabian secara lengkap. Al-Farabi berkesimpulan bahwa para Nabi/Rasul maupun para filosof dapat berkomunikasi dengan akal fa'al, yaitu akal ke sepuluh (malaikat). Komunikasi Nabi/Rasul

 dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhayyilah) yang sangat kuat. Sedangkan para filosof berkomunikasi melalui akal (mustafad), yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal diluar diri manusia.

Misalnya, pembahasan tentang mimpi tidaklah didominasi oleh satu bidang melainkan meluas ke berbagai bidang, seperti filsafat, psikologi, dan agama. Hal ini menandakan bahwa tema mimpi merupakan tema yang menarik dan selalu aktual untuk dijadikan bahan kajian. 

Aristoteles berpendapat bahwa proses indrawi menimbulkan berbagai pengaruh tetap pada alat indra eksternal. Kemudian pengaruh tersebut berpindah ke pusat indra bagian dalam (hati) dengan perantara darah, sehingga menyebabkan terjadinya fantasi dan mimpi.

Tasawuf Al-Farabi

Tasawuf benar-benar mempengaruhi para filosof Islam terutama Al-Farabi. Ciri khas teori tasawuf Al-Farabi berlandaskan pada asas rasional yang secara teoritis berdasarkan pada studi dan analisa. Karena tasawuf Al-Farabi bukanlah tasawuf spiritual yang hanya berlandaskan sikap menjauhi segala perbuatan buruk untuk mensucikan jiwa. 

Persoalannya tidak hanya berhenti disini, karena pandangan Al-Farabi memiki hubungan kuat dengan teori kosmologi dan metafisika. Al-Farabi menghayalkan suatu sistem falakiyah yang berasaskan bahwa setiap langit memiliki kekuatan spiritual (akal) terhadap gerakannya. Akhir dari potensi ini 

adalah keindahan langit dunia dan alam bumi yang memiliki titik korelasi. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang meluas melalui hal tersebut, maka ia telah sampai pada akal mustafad dan dapat berhubungan dengan akal kesepuluh. Perbuatan-perbuatan yang menghalangi kebahagian adalah perbuatan jelek yang berasal dari kondisi dan bakat, seperti kekurangan, kerendahan, dan kehinaan. Beberapa teori tasawuf Al-Farabi, diantaranya:      

  • Bersifat teoritis dan berlandaskan pada studi serta analisa, karena dengan ilmu manusia akan mencapai kebahagiaan.
  • Sebagai perbedaan esensial dalam berhubungan dengan Allah yang melalui akal fa'al (akal ke sepuluh).
  • Bersatu (ittihad) dan berhubungan dengan Allah (ittishol) memiliki perbedaan antara teori al-Hullul dan al-Hallaj dengan teori Al-Farabi.

Filsafat Politik

Al-Farabi berpendapat, bahwa ilmu politik adalah ilmu yang meneliti berbagai bentuk tindakan, cara, hidup, watak, disposisi positif, dan akhlak. 

Uraian mengenai politik terdapat dalam bukunya yang sangat terkenal dan masyhur dengan judul , "Ara' Ahl al-Madinah al-Fadilah". Kota (wilayah) mempunyai hubungan dan fungsi-fungsi tertentu yang harus dijalankan oleh seluruh masyarakat. Peraturan yang ada didalam kota tersebut diadakan oleh kepala kota (pemimpin) untuk mendidik akhlak yang baik, sehingga masyarakat menjadi makmur dan berbudi luhur. Al-Farabi membagi lima macam negara, yakni:

  • Al-Madinah al-Fadhilah/ (Negara Utama).
  • Al-Madinah al-Jahiliyah/ (Negara Bodoh).
  • Al-Madinah al-Fasiqah/ (Negara Rusak).
  • Al-Madinah al-Mubaddilah/ (Negara Merosot/Berubah).
  • Al-Madinah adh-Dhalalah/ (Negara Sesat).   

Lebih lanjut, Al-Farabi merinci beberapa negara yang termasuk dalam "negara bodoh", diantaranya:

  • Al-Madinah adh-Dharuriyyah (Negara Kebutuhan Dasar), yaitu warga negaranya bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia.
  • Al-Madinah an-Nadzalah (Negara Jahat), yaitu warga negaranya bekerja sama untuk meraih kejayaan dan kemakmuran berlebihan.
  • Al-Madinah al-Khassah (Negara Rendah), yaitu warga negaranya hanya memburu kesenangan belaka dengan mementingkan hiburan dan hura-hura.
  • Timokratik (Negara Kehormatan), yaitu warga negaranya ingin selalu mendapat pujian, penghormatan, dan kesenangan.
  • Al-Madinah at-Taghalub (Negara Despotik), yaitu warga negaranya ingin menguasai orang lain dan mencegah orang lain berkuasa atas dirinya.
  • Al-Madinah al-Jama'iyyah (Negara Demokratik), tujuan dari warga negara ini adalah kebebasan warga negaranya dengan apa yang dikehendaki.

Negara demokratik diatas dikategorikan sebagai sebaik-baiknya bentuk negara oleh kebanyakan orang, tetapi menurut Al-Farabi dikategorikan sebagai "negara bodoh". Karena, suatu sistem dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dipandang sebagai sistem yang bertentangan dengan Islam. 

Abul A'la Al Maududi menyatakan bahwa sistem kenegaraan Islam tidak disebut demokrasi, karena kedaulatan berada di tangan Allah swt. Abdul Qadim Zallum juga mengharamkan sistem demokrasi di berbagai negara Muslim.

Tujuan lain dari filsafat politik Al-Farabi ini adalah pembentukan pemimpin-pemimpin politik yang handal dan diusahakan mampu menyemangati masyarakatnya untuk dapat menolong satu sama lain. Terutama dalam meraih kebaikan dan menghindari kejahatan. Kemampuan politisnya harus digunakan untuk menjaga nilai-nilai yang mampu mengembangkan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun