Persoalannya tidak hanya berhenti disini, karena pandangan Al-Farabi memiki hubungan kuat dengan teori kosmologi dan metafisika. Al-Farabi menghayalkan suatu sistem falakiyah yang berasaskan bahwa setiap langit memiliki kekuatan spiritual (akal) terhadap gerakannya. Akhir dari potensi iniÂ
adalah keindahan langit dunia dan alam bumi yang memiliki titik korelasi. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang meluas melalui hal tersebut, maka ia telah sampai pada akal mustafad dan dapat berhubungan dengan akal kesepuluh. Perbuatan-perbuatan yang menghalangi kebahagian adalah perbuatan jelek yang berasal dari kondisi dan bakat, seperti kekurangan, kerendahan, dan kehinaan. Beberapa teori tasawuf Al-Farabi, diantaranya: Â Â Â
- Bersifat teoritis dan berlandaskan pada studi serta analisa, karena dengan ilmu manusia akan mencapai kebahagiaan.
- Sebagai perbedaan esensial dalam berhubungan dengan Allah yang melalui akal fa'al (akal ke sepuluh).
- Bersatu (ittihad) dan berhubungan dengan Allah (ittishol) memiliki perbedaan antara teori al-Hullul dan al-Hallaj dengan teori Al-Farabi.
Filsafat Politik
Al-Farabi berpendapat, bahwa ilmu politik adalah ilmu yang meneliti berbagai bentuk tindakan, cara, hidup, watak, disposisi positif, dan akhlak.Â
Uraian mengenai politik terdapat dalam bukunya yang sangat terkenal dan masyhur dengan judul , "Ara' Ahl al-Madinah al-Fadilah". Kota (wilayah) mempunyai hubungan dan fungsi-fungsi tertentu yang harus dijalankan oleh seluruh masyarakat. Peraturan yang ada didalam kota tersebut diadakan oleh kepala kota (pemimpin) untuk mendidik akhlak yang baik, sehingga masyarakat menjadi makmur dan berbudi luhur. Al-Farabi membagi lima macam negara, yakni:
- Al-Madinah al-Fadhilah/ (Negara Utama).
- Al-Madinah al-Jahiliyah/ (Negara Bodoh).
- Al-Madinah al-Fasiqah/ (Negara Rusak).
- Al-Madinah al-Mubaddilah/ (Negara Merosot/Berubah).
- Al-Madinah adh-Dhalalah/ (Negara Sesat). Â Â
Lebih lanjut, Al-Farabi merinci beberapa negara yang termasuk dalam "negara bodoh", diantaranya:
- Al-Madinah adh-Dharuriyyah (Negara Kebutuhan Dasar), yaitu warga negaranya bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia.
- Al-Madinah an-Nadzalah (Negara Jahat), yaitu warga negaranya bekerja sama untuk meraih kejayaan dan kemakmuran berlebihan.
- Al-Madinah al-Khassah (Negara Rendah), yaitu warga negaranya hanya memburu kesenangan belaka dengan mementingkan hiburan dan hura-hura.
- Timokratik (Negara Kehormatan), yaitu warga negaranya ingin selalu mendapat pujian, penghormatan, dan kesenangan.
- Al-Madinah at-Taghalub (Negara Despotik), yaitu warga negaranya ingin menguasai orang lain dan mencegah orang lain berkuasa atas dirinya.
- Al-Madinah al-Jama'iyyah (Negara Demokratik), tujuan dari warga negara ini adalah kebebasan warga negaranya dengan apa yang dikehendaki.
Negara demokratik diatas dikategorikan sebagai sebaik-baiknya bentuk negara oleh kebanyakan orang, tetapi menurut Al-Farabi dikategorikan sebagai "negara bodoh". Karena, suatu sistem dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dipandang sebagai sistem yang bertentangan dengan Islam.Â
Abul A'la Al Maududi menyatakan bahwa sistem kenegaraan Islam tidak disebut demokrasi, karena kedaulatan berada di tangan Allah swt. Abdul Qadim Zallum juga mengharamkan sistem demokrasi di berbagai negara Muslim.
Tujuan lain dari filsafat politik Al-Farabi ini adalah pembentukan pemimpin-pemimpin politik yang handal dan diusahakan mampu menyemangati masyarakatnya untuk dapat menolong satu sama lain. Terutama dalam meraih kebaikan dan menghindari kejahatan. Kemampuan politisnya harus digunakan untuk menjaga nilai-nilai yang mampu mengembangkan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H