Mohon tunggu...
Risal Gantizar Gifari
Risal Gantizar Gifari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Administrasi Pendidikan - Teknisi Hardware Komputer & Operator Data - Pelaksana Manajemen Pendidikan

Saya adalah seorang Dosen sekaligus Pegawai Honorer, maklum istilah orang Sunda itu saya 'berbakat' alias 'bakat ku butuh' (saking butuhnya) untuk menyambung hidup, jadi saya mengambil dua pekerjaan sekaligus, hehe... Saya senang membaca dan menulis, juga hobi main game dan kadang LIVE game balap Rally di TikTok, nama akunnya @tag.yaz (Uncle_Boomer~80s😎)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasional Sosialisme dan Pancasila: Perpaduan Ideologi yang Menyelamatkan Esensi Bangsa

11 Januari 2025   02:58 Diperbarui: 11 Januari 2025   02:58 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat ini juga tercermin dalam perjuangan Pangeran Diponegoro, yang berkata, "Kita melawan bukan karena kita benci pada mereka, tetapi karena kita mencintai tanah air kita." Nasional sosialisme memahami bahwa perjuangan melawan ketidakadilan bukanlah tentang kebencian, tetapi tentang cinta pada bangsa dan rakyat. Inilah yang membedakannya dari ideologi lain: ia tidak hanya menawarkan solusi, tetapi juga menghidupkan kembali semangat kebangsaan yang telah lama menjadi inti dari identitas kita.

Dalam Islam, persatuan umat adalah salah satu fondasi utama. Rasulullah SAW bersabda: "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit." (HR. Muslim, no. 2586). Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya solidaritas dan persatuan dalam kehidupan bermasyarakat. Nasional sosialisme menerjemahkan prinsip ini ke dalam kebijakan nyata, menciptakan masyarakat di mana setiap individu merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mewujudkan visi ini di tengah dominasi kapitalisme global. Kapitalisme telah menciptakan ilusi kemajuan, tetapi pada kenyataannya, ia hanya memperdalam kesenjangan. Nasional sosialisme menawarkan jalan keluar dari ilusi ini, dengan membangun sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Ia tidak hanya memberikan ruang bagi inovasi dan pertumbuhan, tetapi juga memastikan bahwa hasil dari pertumbuhan tersebut benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat.

Ketika kita berbicara tentang ekonomi dalam konteks nasional sosialisme, kita sebenarnya berbicara tentang bagaimana mengelola sumber daya alam dan potensi ekonomi bangsa dengan cara yang lebih bijak, adil, dan berkelanjutan. Kapitalisme mengajarkan kita untuk mengejar keuntungan tanpa memedulikan dampaknya pada masyarakat dan lingkungan. Negara-negara besar yang mengadopsi kapitalisme seringkali mengabaikan keberlanjutan dan kesejahteraan rakyatnya demi keuntungan sesaat. Dalam kasus Indonesia, kekayaan alam yang melimpah sering kali jatuh ke tangan korporasi asing yang tidak memiliki keterikatan emosional atau moral terhadap tanah air ini.

Nasional sosialisme mengedepankan kebijakan ekonomi yang berbasis pada prinsip keadilan sosial, dengan negara berperan aktif dalam mengatur perekonomian demi kepentingan rakyat. Ini bukan berarti negara akan mengambil alih seluruh sektor ekonomi, tetapi negara harus memastikan bahwa kebijakan ekonomi berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukan hanya pada segelintir orang yang mengendalikan kapital. Kita harus ingat bahwa dalam sejarah, bangsa ini pernah memiliki semangat seperti ini, ketika pada masa perjuangan, kita tak hanya berjuang untuk kemerdekaan, tetapi juga untuk kedaulatan ekonomi.

Kyai Hasyim Asy'ari dalam banyak kesempatan menekankan pentingnya kemerdekaan ekonomi untuk menjaga kemerdekaan bangsa. Sebagaimana beliau mengatakan: "Merdeka itu tidak hanya soal mengusir penjajah, tetapi juga bagaimana kita bisa mengatur kehidupan kita sendiri tanpa tergantung pada pihak luar." Pernyataan ini sejalan dengan prinsip nasional sosialisme yang menekankan pada kemandirian ekonomi dan nasionalisme ekonomi. Kita harus bisa mengelola kekayaan alam yang ada untuk kemakmuran rakyat Indonesia, bukan untuk memperkaya korporasi asing atau kelompok elit yang hanya mengejar keuntungan pribadi.

Sejarah Indonesia juga mencatat bagaimana perjuangan kemerdekaan tidak hanya dipimpin oleh tokoh-tokoh besar seperti Soekarno dan Hatta, tetapi juga oleh para pahlawan yang memahami bahwa kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan ekonomi. Cut Nyak Dien, yang gigih melawan penjajah Belanda, berkata: "Aku akan mati dalam perjuangan ini, tetapi tanah airku akan tetap hidup." Cinta tanah air yang mendalam ini tidak hanya terbatas pada pembebasan dari penjajahan fisik, tetapi juga bagaimana tanah air tersebut dikelola untuk kesejahteraan rakyatnya. Inilah yang seharusnya menjadi dasar dari kebijakan nasional sosialisme: negara hadir sebagai pelindung dan pengatur kesejahteraan rakyat, bukan sebagai pihak yang membiarkan eksploitasi terhadap kekayaan alam negara.

Nasional sosialisme juga tidak hanya membahas ekonomi, tetapi juga tentang budaya dan identitas bangsa. Dalam kapitalisme, kita sering kali terjebak dalam pengaruh budaya asing yang menggeser nilai-nilai lokal. Pengaruh ini semakin kuat dengan adanya globalisasi, yang menyebabkan budaya dan tradisi lokal sering kali terlupakan. Kapitalisme, dengan sifatnya yang globalis, mendorong masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup yang tidak sesuai dengan identitas budaya mereka. Sebaliknya, nasional sosialisme menekankan pentingnya menjaga dan mengembangkan budaya lokal yang mencerminkan jati diri bangsa.

Sebagaimana para wali songo yang membangun peradaban Islam di tanah Jawa, kita juga harus membangun peradaban yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia. Wali Songo tidak hanya menyebarkan ajaran agama, tetapi juga mendidik masyarakat untuk mencintai tanah air mereka, menjaga kearifan lokal, dan membangun solidaritas dalam masyarakat. Nasional sosialisme mengangkat kembali semangat ini, menjadikan negara sebagai pelindung budaya dan identitas bangsa, bukan sebagai alat untuk mengaburkan jati diri masyarakat dengan pengaruh budaya asing yang merusak.

Dalam konteks ini, nasional sosialisme tidak hanya berbicara tentang politik dan ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana sebuah bangsa dapat menjaga dan merawat nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Kapitalisme, meskipun menjanjikan kemajuan dan modernitas, sering kali membawa dampak negatif terhadap struktur sosial dan budaya bangsa. Nasional sosialisme menawarkan alternatif dengan kembali ke akar budaya dan sosial yang menghargai persatuan, solidaritas, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kita tak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa kapitalisme, dengan segala daya tariknya, telah mengubah pola pikir masyarakat menjadi semakin materialistik. Sistem yang mengutamakan keuntungan pribadi telah mengikis nilai-nilai gotong royong dan kekeluargaan yang dulu menjadi tulang punggung masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, kapitalisme memupuk kesenjangan, menciptakan jurang yang semakin lebar antara yang kaya dan miskin. Meskipun kita sering mendengar klaim tentang kemakmuran dan kemajuan ekonomi yang dibawa oleh sistem ini, faktanya justru kebanyakan rakyat kita masih terjebak dalam kemiskinan dan ketidakpastian ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun